-----
•
•
•
Tak lagi menghiraukan sekitar, bahkan luapan dan bujukan persuasif di alam bawah sadar nan jauh di kedalaman lembah tergelap jiwanya. Line, hanya bergeming dengan pertaruhan satu nyawa di bawah telapak tangannya kini. Hanya sesaat, namun agaknya ia mulai semakin geram akan ketidakpuasan yang ia dapat dari makhluk abadi tersebut. Dan setelahnya ia pun berdesis tajam, semakin mengancam sang sandera.
"Masih tak mau bicara, ah? maka bersiaplah mati dengan cara paling menyakitka-"
"Ah, anak manis... mengapa kau sangat tidak sabaran untuk bertemu dengan malaikat mautmu sendiri ini, hmm?"
Mendapati interupsian yang datang secara tiba-tiba dari balik tubuhnya membuat Line seketika menoleh dengan cepat. Segera didapatinya sesosok dalam tampilan pemuda yang tampan dengan sepasang kelereng gelap berwarna merah. Senyumnya tersungging manis namun tampak begitu remeh dan mengerikan, apalagi kala sepasang taring itu mulai mengintip samar di antara bibir penuhnya yang semerah cherry alami.
Sejenak Line menyipitkan penglihatan kala netranya mewujudkan sesuatu yang tak tampak pada mata kiri bahkan orang lain. Itu adalah sepasang tanduk dengan lingkaran-lingkaran sehitam malam serta empat buah sayap yang muncul dari balik punggung kokohnya, dua pada sisi kanan juga dua pada sisi yang lain. Penampakan yang sangat menakjubkan hingga hampir membuat seorang anak gadis itu tersihir oleh keindahan makhluk abadi di sana. Namun, aura gelap yang melingkupi keindahan itu telah berhasil membuatnya sadarkan diri dengan cepat. Aura itu terasa amat gelap yang agaknya juga jauh lebih gelap dari para pengikut Kegelapan yang berhasil ia musnahkan sebelumnya. Dan kini dapat Line yakini bahwa sosok inilah yang merupakan penanggung jawab penuh atas segala sesuatu, tragedi, juga pembunuhan berencana yang terjadi kini.
"Kau..!!" desis Line dengan gumpalan emosi yang semakin terkumpul menjadi-jadi.
"Tu-Tuan.. se-selamatkan Say-"
Sreet..
Jleb!
"-yahekkh..-!!"
"Diam kau, bedeb*h!" hanya dalam satu ayunan tangan yang ringan, sebuah kepala telah terpisah dari tubuh dengan diwarnai semburan pesta darah.
"Monster manis ini benar-benar telah membunuh semua anak buah yang Saya kirimkan, eh?" suaranya terdengar berat namun terkesan lembut yang disertai kerlingan, tak sama sekali merasa terganggu akan terbunuhnya abdi terakhir walau itu berada tepat di depan mata. Malah agaknya itu hanya seperti tontonan ringan yang sangat menghibur.
"Mengapa bedeb*h seperti kau sangat ingin membunuh kami?" Line bertanya dengan mata pedang yang telah dengan cepat mengincar titik vital pada leher pria yang jelas memiliki tinggi jauh di atas dirinya sendiri tersebut.
"Sebab kalian adalah batu penghalang terbesar bagi kami." jawabnya masih dengan nada yang sama juga senyum yang tak pernah luntur dari wajah rupawan miliknya.
"Kami hanya manusia fana, dan kau tahu itu." Line ikut tersenyum simpul, sangat jelas terlihat bahwa ia sudah terlalu lelah dan lemah walau itu masih tertutupi oleh topeng kepala rubah yang masih setia menutupi wajah mungilnya yang perlahan mulai memucat. Namun jika dilihat dengan lebih teliti, bahkan topeng itu pun telah mengalami retakan yang cukup mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, sedangkan sejak awal benda itu telah lebih dari puluhan kali terhantam ganasnya pukulan serta cakaran dari lawan. Bahkan jika itu terbuat dari serat terbaik pun, menerima serangan terus menerus tentu dapat membuat ketahanannya menurun. Dan mungkin hanya dengan sekali benturan bisa saja itu akan benar-benar hancur dan berakhir menjadi kepingan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petualangan Defit-al (NEW)
FantasíaLima anak gadis berpetualang memecahkan dan menyelidiki kasus yang ditugaskan Kepala Polisi setempat. Mendirikan sebuah organisasi yang bernama DeFiT-al (Detective 5/Five The Valiant), diresmikan oleh Samuel Antonio, Kepala Polisi. Di usia mereka ya...