DFTL [77] / Masalah Lain

119 5 1
                                    


*****
____________

Sebuah ruangan dalam kesunyian juga keheningan menyesakkan itu hanya menyisakan beberapa sosok berbeda status dan kedudukan. Satu diantaranya jelas amat sangat terlalu acuh untuk berada di tempat seperti ini. Namun sepertinya ia memang harus mengesampingkan fakta di atas juga sesuatu yang coba dipertahankan. Sedang sosok lain tampak dengan tenang duduk di atas kursi tahta Maharaja di singgasana agung dari emas permata.

Tatapannya menajam kala mendapati seekor rubah putih dibawahnya tak juga mengungkap kata. Kelereng cerahnya seakan berpendar penuh keagungan membuat sosok di hadapan bergidik pelan. Tak dapat dipungkiri, walau kemegahan hampir menyelimuti ia masih dapat melihat kehampaan di sana. Apalah daya sang keadilan yang bahkan telah menjadi abdi abadi dirinya.

"Katakan, apa yang kamu dapatkan. Jika kamu hanya ingin berdiam diri saja maka enyahlah." gumaman tipis itu terdengar mengaung dalam keremangan membuat siapapun yang mendengar bergejolak isi perutnya apalagi bagi rubah itu walau ia tampak penuh keagungan.

Entah sudah berapa kali tegukan saliva itu terdengar membuat sosok berkuasa di sana makin terasa jengkel.

"Ma-maaf, Yang Mulia Pangeran Zie. Te-tetapi... bawahan ini belum menemukan jejak penjaga para Pangeran juga Pangeran Mahkota. An Wu seakan lenyap walau para Pangeran dan Pangeran Mahkota berhasil dikumpulkan. Tetapi bawahan ini akan terus menca-"

"Benwang tidak butuh omong kosong! Tetapi kebenaran dari mulutmu yang Benwang mau." kesal, ia malah membentak kasar permata berharganya.

"Ya, Yang Mulia Pangeran. Bawahan ini akan menerima apapun yang menjadi risiko maupun hadiah atas perintah Yang Mulia Pangeran Zie." sungguh ia benar-benar bingung harus mencari kemana lagi namun apalah daya ia hanya seorang abdi.

"Hmm, Benwang berharap banyak padamu. Dan jika kamu tidak mampu maka tanggung sendiri akibatnya!" dengus pria itu kasar seraya mengibaskan lengan bajunya menginteruksi agar ia cepat ditinggalkan seorang diri.

"An Wu, bagaimana Benwang mampu menemukan empat belas permata jika Benwang sendiri tidak tahu di mana mereka. Siapa pemilik kunci spirit yang kamu katakan? Benwang harap kamu sendiri yang menyerahkan permata berharga itu di masa depan." ia melirih sambil mengusap kasar wajah seputih gioknya berharap sang Peramal segera datang sendiri untuk menghadap.

"Yang Mulia Pangeran Zie Ke-Tiga, walau dari empat belas hanya diketahui beberapa. Kami akan terus mencaritahu dan mempertahankan mereka." sahut pria lain yang sedari tadi terus berdiri di sisi singgasana.

"Benwang harap begitu, Syr."

*****

Waktu yang singkat untuk sebuah kehidupan jika dilihat ke belakang namun terasa jengah jika menanti derak detik selanjutnya. Benar-benar singkat rasanya, bahkan kini amat tak terasa mereka kembali pada rutinitas biasa. Hari penuh kegiatan seakan tak ada kata istirahat barang sehari dalam seminggu. Kecuali jika sinar matahari telah terpantul pada rembulan. Namun mereka tampak menikmatinya, setiap detik itu berharga.

Sayangnya seakan tak ada yang istimewa dalam minggu-minggu terakhir ini selain berlatih ini dan itu tanpa henti dengan kegiatan berbeda. Apalagi memang yang mereka tunggu selain sebuah tugas yang terlontar dari Syeriff, atau dua hingga tiga penanggung jawabnya. Namun lagi-lagi sayang itu tak juga mereka jumpai hingga hembusan napas terakhir saat ini, dan napasnya bahkan masih terus berlanjut.

Jangan lupakan, bahkan pertemanan dengan dua anggota baru itupun masih berlanjut dan mungkin akan semakin terjalin membentuk simpul tak berujung. Tak dapat dipungkiri jika pada akhirnya kedua pribadi baru itu mengetahui siapa dan bagaimana jati diri dari masing-masing jiwa mereka. Bagaimana tidak, hal itu jelas bermula dari hubungan manis antar teman akrab, setiap ayah mereka adalah teman tak terpisah!

Petualangan Defit-al  (NEW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang