DFTL [118] / Rencana

74 5 4
                                    


_________

*****

Tok..tok..tok..!

"Permisi, Pak... Bapak ada di dalem gak sihh?!" entah ini telah panggilan keberapa kalinya yang ia lontarkan seraya terus mengetuk pintu cokelat di hadapan.

Menyesal, satu kata yang paling sesuai untuk dirinya saat ini.

Setelah selesai mengumpulkan semua tugas dari teman-temannya yang lain, ia segera pergi menuju tempat ini. Menolak ditemani oleh Ririn atau teman yang lain ia malah dengan bodohnya membawa tumpukan buku ini menyusuri lorong demi lorong yang lumayan sepi. Bell tanda masuk telah berkumandang beberapa saat lalu menjadikan setiap koridor yang biasanya penuh huru-hara terasa sunyi senyap. Namun bukan hal itu yang kini membuatnya dirundung penyesalan juga rasa kesal luar biasa melainkan sosok guru yang dituju sepertinya tidaklah ada di tempat.

"Bapakk? Pak Rexi, ayo dong nyahut kenapa sih?! Katanya Bapak ada di ruangan loh masa iya Lina diboongin sih?" serunya lagi makin menjadi dalam aksi penggedoran pintu bak depkolektor yang tengah menagih hutang.

Mengabaikan beberapa sosok dalam balutan pakaian dinas yang sedari tadi tampak menahan tawa atau penuh rasa penasaran terhadapnya, anak itu hanya terus merutuk dalam hati. Bukannya apa hanya saja kini ia tampaknya mulai penat menunggui sahutan dari balik pintu yang ia ketuk itu. Ayolah, beban yang dibawanya ini cukup berat untuk ukuran tubuhnya sendiri!

Tak ada rasa bersalah diwajahnya kala berteriak ria di depan pintu. Toh di sini hanya terdapat beberapa guru yang masih bertahan di tempat. Entah memang tak ada jadwal piket mengajar atau alasan lainnya yang jelas mereka tak tampak mempermasalahkan kelakuannya yang bisa dibilang tidaklah sopan. Sejenak ia terdiam di tempat seraya kembali membetulkan tumpukan buku yang rasanya semakin bertambah berat di tangan. Dengan gerakan pelan ia menoleh pada salah satu guru yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri dengan konyol. Setelah menghela napas pelan, ia berucap.

"Pak Sofi, beneran nih Pak Rexinya udah balik ke sini?" tanyanya pelan.

"Iya kok, baru aja Saya liat dia masuk." sahut guru itu kemudian dengan tatapan kasihan pada Lina.

"Yakin gak keluar lagi?" Lina mendengus kala terlintas pikiran untuk melempar kesal buku-buku ditangannya tersebut.

"Saya gak liat dia keluar loh. Lina kalau capek taruh aja bukunya di sini nanti Saya yang kasih ke Pak Rexi." tukas guru itu lagi seraya menutup pelan laptop yang sedari tadi beliau geluti.

"Gapapa, Pak Sofi. Maaf ya kalo Lina malah bikin ribut.." kekeh Lina pelan dengan kikuk.

"Mungkin Pak Rexinya lagi sibuk jadi gak denger. Kenapa gak ditelepon aja?" tanya guru lain yang kini ikut terfokus pada seonggok anak kecil dengan ekspresi menyedihkan di sana.

"Iya loh, itu gak berat apa daritadi dibawa-bawa? Taroh sini aja!" ujar seorang guru perempuan yang juga merasa kasihan.

"Ehehe.. Lina gak pegang hp soalnya. Kan tadi buru-buru ke sini juga ehh taunya nih Pak Rexi malah gak terdeteksi tanda-tanda keberadaannya." tukas Lina sambil lalu dan setelahnya kembali menggedor pintu.

Kembali mengabaikan ketiga guru disekitarnya Lina terus mengetuk sambil sesekali mendumel kesal. Tampaknya kini ia benar-benar mengindahkan setiap saran yang terlontar dari guru-guru itu. Jelas memilih bertahan sampai ia dapat bertemu dan membuat si biang kerok merasakan kekesalan yang sama, ya walau faktanya sosok itu adalah gurunya sendiri. Tak apa membuat keributan untuk beberapa saat lagi mengingat kini kelasnya juga sedang jamkos. Lagipula ketiga guru di sini juga cukup dekat dengannya, jadi apa boleh buat?

"Pak.. gak nyahut juga Lina dobrak nih??!" tukasnya lagi yang kini telah bersiap memasang posisi ancang-ancang sebelum sebuah seruan garang terdengar menggema dari balik pintu,

Petualangan Defit-al  (NEW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang