DFTL [88] / Sekolah

79 7 3
                                    

Happy reading, Sobb..

________________

*****

Matahari semakin melengser menuju peraduan selama rembulan menggantikan kedudukan menguasai langit. Cahaya keemasannya menyejukkan hati. Mendamaikan setiap jiwa yang masih bertahan menikmati proses hidup hari ini. Angin tipis serta merta menyambut seakan membelai lembut kulit yang terekspos. Menerbangkan helaian selembut satin surai gelap beberapa gadis bertopeng yang perlahan semakin mendekat. Menuju satu posko yang telah ditempati beberapa Marinir lain yang menjadi penanggung jawab.

Sebelum benar-benar sampai di tenda khusus tersebut seorang gadis yang bersisian dengan pembimbingnya itu di buat terperangah. Menatap tak berkedip pada lapangan yang tak jauh dari sana. Merasa penasaran langkahnya berbelok berikut dengan sosok yang masih setia mendampingi. Netra gelapnya memicing kala mendapati sesosok yang begitu familiar berdiri diantara beberapa pria berserangam dengan napas memburu. Tak butuh waktu lama untuk ia mengerti situasi dan kondisi yang telah tercipta di sini, setidaknya sekitar lima orang berseragam TNI masing-masing terbaring dengan pedang yang terbuat dari kayu menghiasi tanah berpasir. Sedang sang tersangka utama berdiri menantang diantara mereka dengan dua pedang serupa di setiap genggaman mungilnya. Mengontrol napas sebelum menoleh pada sang pelatih pembimbing yang tampak bergeming di tempat. Bahkan beberapa penonton lainnya ikut tersihir dengan mata membola, luar biasa!

Lain hal dengan gadis bernetra terang yang juga baru datang. Tampak tercekat dengan tubuh menegang. Kelerengnya tak berkedip terfokus hanya pada satu titik. Mendapati sesosok gadis kecil diantara pria yang teronggok di tanah berpasir halus. Tampak juga beberapa potong patahan kayu tergeletak tak berdaya disekitarannya. Pikirannya mulai melayang masih bergeming di tempat. Pandangannya pun seakan memburam berikut tubuhnya yang limbung saat lututnya terasa goyah. Hampir terjatuh jika saja pelatih disampingnya tak menyadari hal tersebut. Dengan gerakan cepat Azka menopang tubuh gadis itu, menariknya dalam rengkuhan menguatkan. Terheran dengan reaksi tiba-tiba sang anak didik.

"Kamu baik-baik saja?" bisiknya pelan.

Pendengarannya samar-samar mulai berfungsi kembali. Menangkap kalimat bernada khawatir juga cengkraman pada pundak dan pinggang rampingnya. Sesaat ia masih bergeming dengan gelengan pelan seakan berusaha mengenyahkan suatu pikiran tak menyenangkan.

"Aku tak apa." sahutnya pelan diiringi hembusan kasar.

Pikirannya kembali normal. Bau amis khas yang seketika menyerbu penciumannya tadi perlahan menghilang. Teriakan dan desisan penuh kesakitan itu juga telah meluap entah kemana. Kelereng terangnya kembali bergulir memandangi sosok yang masih menjadi objek utama. Kembali berkedip dengan gelengan yang sama. Astaga apa itu tadi?

"Aye, kamu yakin baik-baik saja?" gumaman itu kembali terdengar membuatnya berangsur menoleh dan mendapati seorang pria rupawan yang memandanginya dengan datar namun terselip kekhawatiran kentara di sana.

Lagi, ia mengangguk mengiyakan. Namun walaupun ia telah sadar sepenuhnya juga untuk posisinya kini ia seakan enggan mengakhirinya. Membiarkan lengan kekar itu ikut menahan berat tubuhnya.

"Mengapa kamu tiba-tiba seperti itu?" Azka masih setia memandangi wajah yang hampir sepenuhnya tertutup topeng di depan tubuhnya.

"Ingatan sial*n itu seketika saja menyerang tubuhku. Kau tau, seberapa kuat aku mencoba menguburnya sedalam mungkin maka itu akan semakin menghantuiku." jelasnya dengan nada setipis angin.

Perlahan ia melepaskan diri dari rengkuhan hangat itu. Kembali melangkah menuju gadis sorotannya yang juga telah melangkah perlahan menuju pelatihnya.

"Apa karena melihat Nona kecil itu?" Azka bergumam namun gadis itu telah menjauh dari posisinya. "Apa yang kamu lihat sampai jadi seperti itu?" tanyanya lagi yang lebih pada diri sendiri seraya mulai beranjak mengikuti gadis itu.

Petualangan Defit-al  (NEW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang