*1. Begin'

4.8K 315 61
                                    

Waktu itu, Haechan masih kecil. Haechan ingat sekali ia masih TK 0(nol) kecil.

Setiap hari ia di rawat ayahnya, kenapa?? Ayahnya, berinisial Johnny[:V] tidak bekerja karena terkena PHK. Sementara bundanya, Ten, bekerja sebagai pegawai di swalayan, itu sebabnya sang bunda selalu berangkat pagi dan akan pulang malam hari.

Haechan kecil sangat sangat dekat dengan ayahnya, hampir setiap waktu bersama sang ayah. Sarapan akan di suapi oleh ayahnya, lalu mandi dan berangkat ke TK nya dengan sepeda. Lalu di sana akan jajan takoyaki kesukaan Haechan, masih dengan ayahnya. Dan saat pulang dari TK, Haechan pasti akan meminta ayahnya untuk berjalan jalan melewati sawah, untuk melihat sapi sapi yang sedang di gembala. Begitu tiba di rumah, makan siang, lalu tidur siang, dan saat sore hari mereka akan bermain di depan rumah. Bermain hingga matahari siap terbenam lalu mandi dan bersiap untuk tidur atau menunggu bundanya tiba di rumah.

Mereka selalu bersama.

"Ayah!! Chan mau mandi!! Liat, Chan buat lowongan di sana!! Ayah ayok liatt!" Tangan mungil yang kotor karena tanah itu meraih tangan besar ayahnya, menarik dengan sedikit kuat agar ayahnya ikut berjalan mengikuti arahannya, menuju tumpukkan pasir yang biasa Haechan mainkan.

"Liat ayah!! Lowongannya tembus sampe sana tau!! Kelenkan!! Ini nanti yang lewat sini, tluk ini ayah, lewat sini bawa pasil yang ini."

Haechan memperagakan mobil mobilan truck kecil yang membawa pasir ke dalam gundukkan pasir yang sudah ia bolongi. Menimbulkan suara seolah itu adalah suara mesin truk yang membawa beban pasir yang sangat berat.

"Buuuummmmm tittt tittt titttt, awas awas, pasilnya mau di tulunin." Setelah melewati gundukkan tanah yang melewati trowongan, Haechan mulai membalikkan mobil truk nya untuk menuangkan pasir yang di bawa nya. Tampak seru!

"Wah siap pak, pasilnya bagus bagus dari tanah sebelah. Pasti kokoh waktu di buat bangunan nanti."

Mulai membuat percakapan di imajinasinya seolah Haechan menjadi pembeli sebuah pasir untuk bangunan.

"Benal, ini kualitas supel. Aku bakal bawain lagi yang banyakk!"

Lalu kembali memainkan mobil truck nya melewati trowongan untuk membawa pasir kembali. Sepertinya, Haechan lupa jika ia sudah seharusnya mandi.

"Ahahaha, bagus Haechan, sekarang ayo mandi."

Betul bukan? Haechan langsung mengangguk dan berlari masuk rumah dengan semangat, membiarkan banyak mobil mobilan di atas pasir berserakkan.

"Haechan, ayah gak bakal mandiin Chan kalo Chan belum beresin ini."

Suara Johnny di luar sana membuat Haechan kembali berlari ke depan rumah dengan senyum ceria nya. Mengambil mobil mobilannya kedalam plastik tempat mobil mobilannya disimpan, tanpa memperdulikan tanah tanah yang tersisa di mainannya. Di pikirannya hanya ada mandi, dimana arti mandi adalah bermain air.

"Sudah ayah!! Ayok mandiii!!"

Johnny hanya mengangguk, membiarkan Haechan berlari dengan semangat kedalam rumah. Ia hanya bisa berjalan biasa untuk menyusul anak bungsunya karena kaki panjangnya.

"Ayah sini!! Hahahahaha!!"

Panggilan Haechan dengan suara yang seru itu membuang Johnny menengok kedalam kamar mandi. Haechan bermain air dengan selang dan menjadikannya tembakkan. Membuat jatuh barang barang peralatan mandi di dekatnya. Nakal?? Tidak, anak ini aktif.

"Ayo ayo, mandi, nanti bunda marah loh." Ucap Johnny sembari menduduki diri di atas kursi kecil siap untuk memandikan Haechan. Haechan hanya mengangguk, lalu meraih sabun bayinya dan memberikannya pada ayahnya.

"Chan mau sikat gigi sendili!!"

Ayahnya mengangguk, membuat Haechan langsung meraih sikat gigi mungil dan menaruh pasta gigi di atasnya. Menggosok giginya membiarkan ayahnya mulai melepas baju basahnya.

"Besok, Chan mau makan es klim, ya ayah?"

"Hmm."

Haechan kembali meraih selangnya setelah merasa bersih menggosok giginya dengan asal asalan. Membilas isi mulutnya dengan air tidak lupa membersihkan sikat giginya dari busa. Tinggal menunggu ayahnya selesai memandikannya.

"Hihihihihi, ayah gelii." Haechan menundukkan wajahnya untuk melihat tangan besar ayahnya yang sedang meremas remas penis juga bola kembar mungilnya dengan sabun.

"Suka gak??"

"Hihihihi." Haechan hanya tertawa, merasa geli di bagian bawahnya. Rasanya seperti di gelitik, namun ada sedikit rasa sakit. Ya, sedikit.

"Ih, jadi berdiri ayahh!!"

Seruan Haechan membuat tangan besar itu semakin gemas meremas, hingga kedua tangan Haechan melepas pegangannya pada selang air dan berpegangan pada sisi bahu ayahnya. Rasanya semakin sakit.

"A-ayah, sakit."

Bukannya berhenti, tapi rasa sakitnya justru semakin terasa. Tangan mungilnya menggenggam tanganya sendiri dengan erat di atas bahu ayahnya. Rasanya selain sakit, sekarang ingin pipis.

"Ayahhh, pipisshh."

"Ekhem!"

Suara batuk ayahnya bagai sebuah izin bagi Haechan. Mengeluarkan air seninya di tangan ayahnya dengan rasa sakit yang menyusul. Air matanya seketika turun, wajahnya terasa panas, dan entah kenapa Haechan merasa lelah seperti habis berlari larian di sekolahnya, begitu pula dengan napasnya yang terengah.

"Sudah pipis nya??" Pertanyaan ayahnya membuat Haechan mengangguk pelan. Haechan menaikan tatapannya pada wajah ayahnya, namun seketika Haechan menurunkannya kembali, ia merasa takut dengan tatapan ayahnya sekarang.

Tatapannya aneh.

"Ayo, bilas, hari ini belajar pake baju sendiri ya??"

Haechan hanya bisa menjongkokkan diri untuk meraih selang air yang terjatuh di bawah. Dan mulai membilas tubuhnya sendiri dengan ayahnya yang hanya menatapnya.

.
.
.
.

Jujur, takut gua post ni story :V

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jujur, takut gua post ni story :V

Salam dari gua,
Merinosheep
24 Agst 22

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang