2*. Broken

4.5K 277 93
                                    

Haechan berlari dengan semangat menuju rumahnya. Pulang sekolah kali ini di pulangkan lebih cepat dari biasanya. Katanya ada penilaian bangunan sekolah.

Setelah berpisah dengan teman temannya, anak yang baru menduduki bangku sekolah dasar kelas 3 itu  membuka gerbang sederhana rumahnya dan memasuki rumah. Senyum yang semula tersemat di wajahnya perlahan luntur berganti dengan kedua alis yang saling tertaut. Suara bising berupa teriakkan, bentakkan hingga suara panci yang terlempar membuat Haechan takut.

Haechan tidak begitu bisa menangkap apa pembicaraan bunda dan ayahnya. Tapi bundanya menangis histeris dan ayahnya yang membentaknya kuat membuat Haechan takut. Ia ingin pulang, ia ingin menemui ayah dan bundanya. Tapi, takut.

Hingga teriakkan kesakitan dari bundanya membuat Haechan tanpa pikir panjang berlari masuk ke dalam rumah, mengikuti suara ribut itu yang berasal dari dapur. Haechan menemukan bundanya yang di jambak kuat oleh ayahnya. Posisi Ten yang terduduk sambil menggenggam tangan Johnny di rambutnya, berharap di lepaskan. Sementara Johnny, terus menjambak surai hitam di bawahnya penuh emosi, bahkan sampai menggerakkannya dengan kuat ke kanan juga kekiri.

"AYAH!!"

Haechan langsung memeluk kaki ayahnya berharap Johnny, ayahnya melepas jambakkan rambut pada bundanya. Bukannya melepas jambakkan bundanya, Johnny justru menendang kuat Haechan hingga terpental menabrak kulkas di belakangnya. Membuat Ten, sang bunda semakin berteriak histeris melihat anak bungsunya yang terjatuh. Belum, ternyata Haechan sudah menangis ketakutan.

"Lepas!! Sakit kak!!" Teriak Ten semakin tidak berdaya begitu kepalanya kembali di benturkan dengan kuat ke dinding dapur.

"Bundaa!!! Ayahh berhentii!! Kasian bunda ayahh!!!!"

Teriakkan Haechan sama sekali tidak bisa menghentikan ayahnya. Bundanya semakin berteriak kesakitan begitu tubuhnya kini di tendang oleh ayahnya. Haechan ketakutan, tubuhnya hanya bisa terduduk di depan kulkas dengan punggung yang terasa sakit.

"Cari uang yang betul!! Di kira kita makan pake batu!!" Bentakkan Johnny di akhiri tendangan kuat pada kepala Ten membuat Haechan memejamkan kedua matanya. Sebelum mata beruang itu kembali terbuka karena ayahnya yang datang mendekatinya.

"Sini kamu!!"

Tangan Haechan langsung di tarik untuk berdiri dengan kasar. Tidak bisa berbicara apapun selain semakin menangis ketakutan dengan tatapan yang fokus pada tubuh bunda nya yang terdiam di lantai. Haechan bingung, kenapa bundanya hanya diam??? Haechan juga takut, kenapa ayahnya tidak baik seperti biasanya??

Haechan di dorong masuk ke dalam kamarnya, disusul ayahnya yang menutup pintunya kasar. Haechan takut, takut jika ayahnya memukulnya seperti ia memukul bundanya.

"Lepas tas kamu!"

Perintah Johnny yang sudah terduduk di atas kasurnya membuat Haechan langsung menuruti perintah ayahnya.

"Sini!"

Langkahnya justru mundur hingga menabrak dinding. Haechan takut dengan ayah nya sekarang. Sementara Johnny yang melihat anaknya yang mundur hanya menghela napas berat penuh emosi. Menyibakkan rambutnya kebelakang lalu merentangkan kedua tangannya, sebuah kode untuk memeluk.

Haechan yang melihat itu terdiam, masih dengan air mata yang turun juga segukkan yang belum kunjung hilang. Namun, saat mata beruangnya menatap wajah ayahnya yang tersenyum tipis, membuat Haechan langsung berlari ke arah ayahnya untuk memeluknya.

"Kok udah pulang, hm??" Tanya ayahnya dengan lembut. Haechan tidak berani menjawab, sepenuhnya ia masih takut dengan ayahnya.

"Jangan bilang siapa siapa ya?? Yang tadi, anggap aja Chan gak liat tadi, Chan harus jadi anak baik ayah ya..."

Haechan mengangguk di dada ayahnya, sekalian mengelap air mata juga ingusnya di baju sang ayah.

"Sini, tatap ayah." Tangan besar itu menangkup kedua sisi pipi tembam Haechan, mengangkatnya untuk saling bertatapan sementara ibu jari ayahnya mengelap air mata yang masih turun di pipinya.

"Uuu kasian, anak ayah nangis."

Cup

Cup

Cup

Haechan hanya bisa memejamkan kedua mata nya saat ayahnya mencium kedua pipi juga matanya. Hingga sebuah kecupan itu berhenti di bibirnya, agak lama, mampu membuat segukkan Haechan berhenti sejenak.

"Lupain ya... yang tadi."

Haechan mengangguk begitu ayahnya memeluknya kembali, menaruh wajah di bahunya yang kecil juga sempit. Dengan tangan mungilnya, Haechan membalas pelukkan di leher ayahnya. Disusul pantatnya yang di remas kuat membuat Haechan menarik napasnya ketakutan dan memilih menyembunyikan wajahnya di leher sang ayah.

Tidak ada percakapan. Kedua tangan ayahnya mulai membuka baju seragam sekolahnya hingga benar benar tidak tersisa apapun. Haechan pikir, ayahnya akan menyuruhnya mandi tapi, ia justru di pangku.

"Chan anak baik kan?? Gak nakal??"

Haechan mengangguk kuat di leher ayahnya. Ayahnya tertawa, lalu kedua pahanya melebar membuat dirinya yang berada di pangkuan ayahnya ikut melebarkan jarak pahanya, bahkan pantatnya sudah tidak ada yang menopang duduknya selain tangan besar ayahnya. Membuat dirinya semakin memeluk erat leher ayahnya agar tidak terjatuh.

"Chan jangan berisik, tadi Chan liat bunda lagi tidur kan?? Nanti bunda bangun."

Kembali mengangguk kuat disusul rasa sakit di lubangnya. Haechan langsung menutup mulutnya sendiri dengan tangannya sementara kedua matanya terpejam kuat. Napas ayahnya di bahunya memberat, membuat Haechan kembali ketakutan untuk memberontak. Kejadian ayahnya yang memukul bundanya membuat Haechan takut untuk mengatakan sakit di bawahnya.

"Mmhhh!!"

Lubangnya semakin terasa sakit hingga Haechan menaikkan tubuhnya untuk menghindari sesuatu yang masuk ke dalam lubang anus di bawahnya. Tidak bisa menghindar, justru semakin dalam membuat Haechan menjatuhkan air matanya kesakitan.

"Sakit ya??"

"Akh, ayah!!"

Suara bertanya ayahnya langsung disusul rasa sakit yang semakin terasa sakit hingga terasa panas di lubangnya. Karena terlalu sakit, Haechan semakin mengeratkan pelukkannya pada ayahnya, memeluk pinggang ayahnya dengan kedua kakinya untuk menjauhkan kembali sesuatu yang terus memaksa untuk masuk ke dalam.

"Tahan."

"Sa-sakit, ayah."

"Sstttt, nanti bunda bangun."

Haechan terdiam sembari menggigit bibir bawahnya manahan isakkan tangisnya. Merasa tidak kuat, Haechan memilih menyembunyikan wajahnya di bahu ayahnya dan mulai menangis terisak. Rasa sakit itu terus terasa, masuk dan keluar, lalu bahunya hangat juga basah dengan suara lumatan dari ayahnya.

"Jangan berisik, Chan anak baik punya ayah."

Double up karena kita akan ketemu oktober

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Double up karena kita akan ketemu oktober...

Bye bye!!!

Btw, saya tekankan, saya ga punya dendam sama Johnny atau segalahal lainnya. Saya disini cuma buat hiburan, di jangan di bawa serius. Jadilah pembaca yg bijak!

Sebelumnya udah saya beri peringatan, kalo cerita ini sensitif karena menyangkut banyak hal. Sekali lagi disini cuma buat hiburan juga pembelajaran aja (kalo ada)....

Salam dari gua,
Merinosheep
27 Agst 22

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang