17*. Medicine

1.9K 109 14
                                    

"Ayah kamu aneh."

Ucapan Jaemin membuat Haechan menatap Jaemin dengan tatapan bulat kagetnya. "Maksud??" Tanya Haechan.

"Aneh!!! Kayak sayang kamu banget deh! Kek, berlebihan ga sih Chan??"

Haechan terdiam, lalu kembali menatap Jaemin dengan tatapan bertanyanya.

"Kamu sadar ga si?? Liat deh, masa kamu di beliin sepatu basket harga 2 jutaan cuma buat kamu main tanding lanwan kelas 9F?? Padahal jelas jelas kamu gak ikut ekskul basket, kamu kan ikutnya ekskul tari."

Kini, Haechan menaikkan tatapannya pada jendela kelas SMP nya. Sedang berpikir dengan bibirnya yang mengerucut sedikit.

"Sadar deh Chan, ayah kamu ga kesusahan kan beliin itu?? Aku aja ngeri liatnya, itu sepatu ori!! Demi apa sih cuma buat main iseng lawan kelas sebelah?? Cuma buat main main loh Chan." Tambah Jaemin dengan menggebu, tatapannya masih pada sepatu Haechan yang sedang di pakai pemiliknya.

"Kan, sepatu ini bisa aku pake buat tampil nanti Jaem." Jawab Haechan dengan santai sembari menyuap telur rebusnya.

Jaemin memutar bola matanya jengah. "Kamu tampil temanya apa emang hah?? Orang temanya cerita rakyat!! Kan kata kamu kolab sama anak teater, kamu jadi pedagang kan?? Ya kali pedagang sepatunya 2 jutaan sih??" Ucap Jaemin dengan kesal di susul kekehan polos dari Haechan.

"Aku suka sepatu ini, bagus. Aku aja ga tau kalo ayah beliin aku yang ori gini." Jawab Haechan.

"Ishhh, gimana sih, kasian ayah ih."

"Biarin, toh ayah juga seneng beliinnya."

Jaemin pun terdiam. Dalam hati ia berpikir, apakah papa nya sayang seperti ayahnya Haechan??

"CHANN!! NGEBASKET??"

"Gak ah!!! Lagi sakit!!"

"Sakit ape buset!!"

"Sakit!! Gak bisa lari gua, final sama 9F gua join."

"Yeee ikut final mulu, sakit ape sih??"

"Susah jelasin, pokonya gua ga bisa lari, sakit! Dah sono main!!"

"Okey, gws Chan!! Jan lupa final ye!!"

"Iye bawel."

Haechan mengangguk setelah ucapan dari temannya itu pergi, disusul ia menatap Jaemin dengan tatapan kagetnya lagi.

"Kamu sakit Chan??" Tanya Jaemin sembari mendekatkan wajah dan meneliti wajah Haechan secara dekat.

"Sa-sakit ko-"

"Ihh, luka di bibir apa ga sakit??"

"Hah?? Mana??"

Jaemin menghela napas, lalu telunjuknya terulur untuk menunjukkan luka di bibir bawah Haechan. Luka yang berdarah?? Bahkan membengkak.

"Ih iya siah, pantes asa anget dari tadi makan." Haechan ikut menyentuh luka di bibirnya, lalu seketika meringis sakit.

"Yeee gimana si?? Kamu emang bibirnya suka kering?? Suka di kopek kopek ya kalo kering??" Tanya Jaemin masih meneliti wajahnya.

"Engga, aku jarang kering bibirnya. Keknya ini di gigit ayah deh."

"Hah?? Kenapa di gigit??" Tanya Jaemin penasaran.

"Ga tau, ayah aku suka gigit bibir aku kalo mau tidur."

"Ih kanibal, ayah kamu zombie ya Chan??"

"Kayaknya iya, dia suka gigitin jari aku juga kalo malem, kan geli yak."

"Wah parah, fix ga boong ayah kamu kanibal, ga mau lapor polisi?? Ntar kamu mati loh Chan."

"Ahahahahaha!! Gak lah, aman men, zombie yang bisa di kendalikan ayah tuh."

"Keren, pawang zombie nih."

Haechan hanya tertawa, membuat Jaemin ikut tertawa sembari melihat Haechan yang kini mulai membuka botol minumnya.

"Kamu tuh, kok hampir tiap hari minum obat sih?? Obat apa itu??" Tunjuk Jaemin pada kotak obat traveling yang selalu Haechan bawa dan selalu ada obat putih itu.

"Hm?? Ini vitamin kata ayah, ga tau merk apaan ayah selalu ngasih disini." Jawab Haechan setelah meminum obatnya itu.

"Kamu ga sakit kan??" Tanya Jaemin dengan khawatir.

"Engga, ini tuh vitamin, aku gak sakit, malah biar aku sehat Jaem."

"Ih mau dong, aku ga pernah minum vitamin deh."

"Boleh, nih."

Jaemin menerima obat berwarna putih kecil itu, lalu menaruhnya di lidah dan mulai meraih botol minumnya sendiri. Meminum obat itu membuat Haechan bertepuk tangan heboh.

"Kita sehat!!"

"Yeayyy!!" Balas Jaemin disusul Haechan yang tertawa.

"Eh, aku minggu depan mau tampil di orcestra, kamu dateng yah??"

Tawaran Jaemin sangat sangat membuat Haechan mengangguk semangat. "Bareng tim apa sendiri??" Tanya Haechan sembari sedikit merubah posisi duduknya untuk berhadapan dengan Jaemin, lalu di susul wajahnya yang mengernyit kesakitan.

"Solo. Nonton yah!! Ayah kamu di ajak juga gapapa, ada 2 tiket, karena papa sama bunda ga bisa dateng." Ucap Jaemin dengan semangat.

"Wahh keren, SIAPP AKU AJAK AYAHH!!"

"Aku tunggu yahh."

.
.
.
.
.

"Yah."

Panggilan Haechan pada ayahnya yang sedang mendusal di dadanya membuat Haechan mendorong kepala sang ayah agar mendapatkan atensi.

"Jaemin ngasih 2 tiket buat ke acara tampilannya, Chan di undang, kata Jaemin ngajak ayah gapapa soalnya dapet 2 tiket." Terang Haechan dengan nada takutnya, belum ini ada sangkut pautnya dengan Jaemin, Haechan masih takut jika sang ayah marah lagi seperti saat ia bermain ke rumah Jaemin.

"Kapan??"

"Hari minggu."

"Ga usah, nanti kamu besok minggu ga bisa jalan."

Bibir Haechan maju karena merajuk, membuat ayahnya langsung mengecup bibirnya secepat kilat.

"Ih ayah, sakit tauu, jangan kasar kasar dong, Chan kan mau main juga di sekolah, masa ikutnya final terus. Duduk juga sakit, mana di sekolah kursinya keras."

Protesan Haechan justru di susul kekehan ayahnya. "Habis kamu kalo gerak bagus banget, ayah suka."

"Ish, sakit tau!!"

"Iya iyaaa, maaf yaa, habis kamu lucu."

"Apaan sih!! Chan cowok ayah!!" Tangan Haechan mendorong tubuh ayahnya yang kini ternyata sudah menindihnya.

"Kamu lucu, gemesin tau??"

"Gakk!! Chan gak tau gak mau tau juga!"

"Tuh!! Liat!! Gemes bangett!!!"

"Apaan sih ayah mah- aahhh!!!"

"Apalagi kayak gini."

"Mmmhhhh ayahhh aahhh aaahhhh."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang