2. Cafe

3.8K 268 22
                                    

"Lu-"

Haechan menaikkan wajahnya, Winwin di hadapannya menatap heran juga khawatir. Pasalnya, sedari tadi Haechan hanya terdiam saja. Sudah terhitung 1 setengah jam hanya diam melamun.

"-lagi ada masalah?? Belum bayar token?? Ada tugas??" Tanya Winwin disusul kekehan, karena sejujurnya dirinya lah yang belum membayar token kostan juga tugasnya belum di kerjakan.

"E-engga kok bang, kalem ae." Jawab Haechan sembari meraih minumannya, menyedot minuman rasa coklatnya dengan sedikit demi sedikit. Pikirannya kini benar benar rancu.

Tentang pelecehan itu, membuat Haechan bingung sendiri.

"Dek, kalo ada apa apa, bisa cerita ke gua. Kalo gua bisa bantu, gua pasti bantu."

Haechan tidak yakin. Haechan bingung. Juga takut.

"Tentang pelecehan itu ya???" Tebak Winwin dan benar saja, air muka Haechan langsung berubah seketika. Mata beruangnya bergerak gelisah dengan giginya yang mengigit sedotan. Winwin tau Haechan sedang menyembunyikan sesuatu.

"Sstttt, gak usah takut gitu. Itu bukan salah lu kok."

Haechan menggelengkan kepalanya pelan, lalu tersenyum. "Bukan kok bang, gua gak napa napa kali. Gua kasian aja sama si mawar."

Winwin terkekeh. Pengalihan topik. Haechan manusia yang tidak mudah di tarik rupanya. Winwin kira, anak ceria ini akan mudah menceritakan semuanya, ternyata, hanya yang positif untuk di jadikan bahan obrolan. Bagai gunung es di lautan, mungkin jika di lihat lebih dalam, Haechan memiliki cerita atau pengalaman yang lebih gelap.

"Tapi udah di laporin kok, kalem aja." Winwin kembali bermain dengan ponselnya, membuat Haechan hanya mengangguk paham.

"Ikan jambal nya gimana bang?" Tanya Haechan menatap Winwin di hadapannya.

"Ahahaha, Jamal kali ah. Gua ga tau gimana kabar pacarnya mawar, tapi yang jelas di bawa sama polisi." Ucap Winwin membuat Haechan mengangguk paham.

"Semoga sesuai keadilan ya bang."

Winwin mengangguk, lalu meraih segelas lemon teanya dan mulai menegukkan. Setelahnya Winwin kembali fokus pada ponselnya, sebenarnya, Winwin tidak sibuk, sama sekali tidak sibuk, ia sedang bermain di chanel 'anonymous' sebenarnya. Di masa masa akhir semester seperti ini, teman teman akan menghilang, saling tidak peduli karena masing masing berkompetisi untuk segera keluar dari kampus tanpa ada niat saling membantu. Ya ya, biasalah.

"Di tele nape sih, cewe cewe, cowo cowo pada kek sangean banget gitu. Terus kadang agak gedeg juga kalo minta pap pap. Ishh mengerikan."

Pernyataan Winwin membuat Haechan terkekeh. "Dah tua lu bang, masih main anonymous. Yang bener aje." Haechan kembali menyedot minumannya, melempar tatapannya pada jalanan di pinggir kursi. Sore ini begitu ramai, Haechan sampai pusing.

"Yeu, gua juga gak mau kali main beginian, liat lu yang dari tadi diem, ngelamun kek lagi ada beban pikiran ya gua mana berani ngajak ngobrol lu. Gimana sih."

Haechan kembali terkekeh. Menggelengkan kepalanya tidak paham dan meraih ponselnya di saku celana. Memeriksa setiap pesan masuk, termasuk dari pacarnya. Ah, belum, tapi calon. Mungkin.

"Doi mau jemput."

Konfirmasi Haechan membuat atensi Winwin kembali berpusat pada adik tingkatnya. Mengangguk lalu menyenderkan kepalanya pada kaca jendela cafe. Galau versi Winwin mode on.

"Gua kalah banyak sama lu, lu udah ada doi, gua belom. Lu ipk 3,6 gua 2. Lu udah 5 kali jadi staff terbaik gua cuma 2. Hidup gua kebanyakaan 2 nya ish, jelek banget. Gua anak kedua, bulan lahir 5×2. Tanggal lahir  28 juga. Dulu sekolah peringkat 2 dari bawah. Jan jan, ntar gua nikah di duain lagi."

"Astogeng, jangan dong bang. Doi gak penting kok buat hidup, kalem aja, gak ada doi gak mati juga."

Ucapan dari Haechan ada benarnya, Winwin pun mengangguk paham. Tapi, tetap saja rasanya sedih jika kesepian bukan?

"Tetep ae gua pengen punya doi. Pengen ada temen gitu." Kata Winwin sembari mulai fokus kembai pada ponselnya.

"Yeu, pantes kaga ada yang mau jadi doi lu, apa apa hp mulu noh. Gua aja didiemin. Lagian kalo pen ada temen, gua gak di anggep apa?? Gua bela belain nih pen tidur demi nemenin lu duduk gak jelas disini." Haechan mengakhiri ucapan dengan decihan sinis, menyampingkan posisi duduknya untuk tidak berhadapan dengan Winwin. Matanya menatap jalanan jutek, membuat Winwin terkekeh.

"Yang dari tadi ngelamun siapa anjing! Gua gaplok juga lu lama lama ye, anak setan!"

"Ahahahahahaha!!"

Baik Haechan juga Winwin saling tertawa, sama sekali tidak peduli dengan tatapan tidak suka dari pelanggan lain karena tawa mereka yang tidak beretika. Lepas dari itu, mereka tertawa hingga air mata muncul di sudut mata mereka.

Saling tertawa karena stress.

"Kapan sempro??" Tanya Haechan disusul decihan dari Winwin.

"Masih jauh ye, dasar anak anjing. Bikin takut aje." Ujaran Winwin membuat Haechan kembali tertawa keras sebelum akhirnya, sebuah mobil sedan terparkir di depan cafe.

"Dadah, doi dah nyampe." Kata Winwin begitu mendengar suara klakson dari mobil hitam tersebut.

Haechan mengangguk, sembari memainkan ponselnya ia berdiri. "Duluan bang, ati ati, jan lupa buat pulang." Kata Haechan dan langsung pergi saja dari hadapan Winwin untuk keluar dari cafe.

Winwin hanya terdiam, disusul suara notif berupa transfer uang dengan subjek 'bayar minuman' membuat Winwin terkekeh.

Sebenarnya, ada apa dengan adik tingkatnya itu?





Sebenarnya, ada apa dengan adik tingkatnya itu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sabtu ye

Nampak masih sepi cerita ini, mungkin gua beri waktu sekitar 1 bulanan ya...

Kelamaan gak?? Gak lah ya..

So, see you di bulan oktober>_<

Bye bye><

Salam dari gua,
Merinosheep
27 Agst 22

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang