16. Holiday 3

1.5K 117 4
                                    

"Ayah gak ikut ngantri???"

"Engga, ayah disini nemenin kamu."

Deg!!!

Sial!!

"A- aku pengen liat pantai yah! Keluar yukk!!"

"Yang bener?? Ga sakit?? Ayah tak-"

Pertanyaan Ayahnya membuat Haechan bingung. "Enggak!! Chan mau liat kakak naik paralayang!!" Ucap Haechan buru buru membuat ayahnya hanya menatapnya dan akhirnya menghela napas.

"Yaudah, ayo sini, ayah gendong ya."

Hanya menganggukkan kepalanya dan meraih bahu sang ayah begitu Johnny menjongkokkan diri di pinggir kasurnya.

Hup!

Tubuhnya dengan mudah di angkat di punggung ayahnya, dan dengan nyaman Haechan mulai menaruh pipinya di sisi bahu kiri ayahnya.

"Rotinya ayah bawa ya?"

Haechan hanya mengangguk, membiarkan tubuh ayahnya yang sedikit merendah dan kembali ke posisi awal.

Ayahnya mulai membawanya pergi. Disitu juga Haechan mulai memejamkan kedua matanya, merasakan hangatnya tubuh sang ayah di pelukkannya juga di pipinya.

Ini membingungkan.

"Ayah." Panggil Haechan dengan pelan.

"Hm??"

"Ayah ingetkan, Chan udah umur 20 tahun sekarang."

Ayahnya tidak menanggapi, membuat Haechan membuka kedua matanya begitu sinar matahari menyinari, kini mereka sudah berada di luar villa. Suara ombak, teriakkan dan tawa bahagia, angin, dan speat boat menyapa.

"Kita duduk disini aja ya?" Ucap Johnny membuat Haechan menatap apa yang sedang ayahnya tunjuk, sebuah kursi malah di bawah pohon kelapa. Haechan hanya bisa mengangguk, mengingat posisi kursi yang di tunjuk ayahnya memang nyata nyaman untuk bersantai.

Dengan perlahan ayahnya merendahkan tubuhnya agar ia bisa duduk. Haechan sedikit khawatir saat ayahnya merendahkan tubuhnya seperti ini, mengingat sang ayah sudah tidak muda lagi, mungkin akan sakit pinggang atau sebagainya. Hey! Haechan akui ia berat!!

"Ayah pinggangnya ga sakit?? Chan kan berat." Ucap Haechan dengan tatapan khawatirnya itu justru membuat Johnny terkekeh geli.

"Kamu ga berat sayang, sekarang lanjutin makannya, ayah mau pesenin kamu es kelapa, mau??"

Jelas, Haechan mengangguk semangat, disusul tepukkan pelan di pipi kanannya dari tangan besar ayahnya. Membuatnya semakin tersenyum senang.

"Tunggu ya."

Kembali mengangguk, Haechan pun akhirnya hanya bisa menatap punggung ayahnya yang pergi menjauh.

Hahhhh.

Bugh!

Bugh!!

Bugh!!!

Hingga meringis kesakitan, Haechan masih terus memukul kepalanya sendiri. Merasa bodoh karena seharusnya ia membuat benteng untuk ayahnya. Tapi, kenapa ia masih bersikap manis bahkan sampai mengkhawatirkan ayahnya!!!

"Ayah aja jahat, masa aku engga sih!!" Bisik Haechan sembari menatap ke dua tangannya setelah ia gunakan untuk memukul kepalanya sendiri. Menatap kedua tangannya yang memerah, dengan tatapan sendunya.

Tes!

"Eh???"

Satu tetes berwarna merah itu jatuh mengenai tangannya, dengan segera Haechan usap bawah hidungnya dan kembali menatap tangan yang ia gunakan untuk mengusap hidungnya. Itu darah.

Apa pukulan di kepalanya terlalu keras?? Bahkan ia tidak merasa sakit, ya,, walau pusing sih.

Tes

Tes

Darah itu semakin mengalir cepat turun hingga mengotori bajunya. Haechan dengan panik menutup lubang hidungnya dengan tangannya dan mulai menatap sekitar.

Ia mencari ayahnya.

"A-ayah mana?? Hiks darah.."

Haechan menangis terlalu panik, ingin ia turun dari kursi dan berjalan mencari ayahnya, tetapi ia ingat jika kakinya masih di perban. Aish, hari penuh darah bagi Haechan.

Masih dengan mendongakkan kepalanya dan terus mengusap hidungnya, Haechan terus melihat sekitar berharap sosok ayahnya muncul. Atau Hyunjin juga tidak apa apa! Haechan sudah ketakutan!

"Hp Chan di kamar lagi anjing hiks aaaa ayahhhh!!!" Haechan berteriak keras berharap ayahnya tiba dengan segera.

"AYAAAHHHHHHH!!!!" Teriak Haechan dengan air mata yang terus turun, Haechan nekat menurunkan kedua kakinya dari kursi santai itu, dengan kekuatan kaki kirinya ia berdiri sembari memegangi sandaran kursi.

"Ayahhh, hiks huwaa!!"

"Haechan?!"

Mata beruang itu langsung berbinar melihat ayahnya yang berlari dari kejauhan, tatapan panik juga khawatir dari ayahnya membuat Haechan semakin menangis.

"Ayah, Chan berdarah di hiks idung huwaa!!"

Johnny langsung merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan anaknya, menatap panik pada darah yang masih mengalir mengotori hidung, mulut hingga baju anaknya.

"Kayaknya kamu kepanasan, ayo masuk aja ya, sini!"

Hup!!

Lagi lagi Haechan di gendong dengan mudahnya. Membuat Haechan malu karena kini mungkin mereka di lihat banyak orang.

.
.
.
.
.

"Buset, bajunya." Bisik Hyunjin menatap adik tirinya yang kini hanya bisa terdiam dengan sisa sesegukkanya. Melihat posisi Haechan yang sedang tiduran sembari memeluk perut papa nya yang terduduk di headboard ranjang.

"Ganti baju dulu kek, ntar kena papa noh darahnya."

"Sssttt udah gapapa kak, adek masih takut."

Hyunjin memutarkan kedua matanya malas dan ikut menduduki diri di samping sisi Haechan yang lain. "Papa ni, terlalu manjain adek tau! Lagian cuma mimisan doang, kek ga pernah liat darah aja, lebay."

Ucapan Hyunjin membuat Haechan menggigit bibirnya kuat kuat, merasa sangat kesal pada Hyunjin.

"Cuma mimisan anjir kek cewe aja sampe nangis, ish cowo bukan lu!"

"Sssttt kakak ja-"

"Berisik banget sih lu! Orang baru kek lu tau apa tentang gua sih??"

Hayohh, Haechan marah ke HyunjinKira kira, apakah ada masa lalu buruk Haechan about darah???

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hayohh, Haechan marah ke Hyunjin
Kira kira, apakah ada masa lalu buruk Haechan about darah???

Kepo gak gengs???

Kalo kepo, lanjut di Part selanjutnya!!!!




Salam waras,
MerinosheepᏊ・ꈊ・Ꮚ
2 Feb 23

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang