25. Nekat

1.1K 77 6
                                    

"Chan, lu makan dulu yak?"

Haechan hanya terdiam, kedua mata beruangnya menutup perlahan dengan lemah lalu memutar tubuhnya di atas kasur untuk memunggungi Renjun yang sedang membereskan meja belajarnya.

"Makan ah, Felix yang traktir." Ucap Renjun di akhiri kekehan karena Felix yang sedang ikut membantu membereskan kamar Haechan mendelik tidak suka.

"Tapi gapapa sih, sok dah pesen, masa gua juga yang berangkat." Kata Felix sembari ikut menduduki diri di samping Haechan yang memunggunginya.

"Bensin gua mo abis Lix."

"Yeee, motor elit bensin sulit!!"

"AHAHAHAHAHAHA!"

Haechan yang mendengar ucapan Felix hanya bisa menggigit bibir bawahnya, ingatannya mulai kembali berjalan ke masa lalu.

Dulu, ia juga pernah berkata seperti itu pada Mark.

"Pake motor gua dah Jun." Tawar Felix.

"Dih!! Gak bisa ah motor gede kek lu!! Berat!! Lu ga liat gua kurus kek ranting gini??"

"Ck elah, badan kurus, pantat lu noh gede anjing."

"AHAHAHAHA, ya mana tau saya ya."

"Ck yodah gua brangkat, nasi sama ayam ya Chan??" Tanya Felix menyentuh bahunya. Haechan sama sekali tidak berniat menjawab, untuk apa makan jika ia ingin mati??

"Dah sono lah, ntar gua ganti, pesen banyak banyak gih."

"Wokey boss!! Ntar gua kirim QR nya gua."

"Yaaa."

Lalu sepi, sudah jelas Felix pasti pergi untuk membeli makan, menyisakan Renjun yang pasti entah masih membereskan apa.

"Mas Mark meninggal itu keputusannya, bukan salah lu, Chan."

Haechan terdiam, topik yang berisik di kepalanya bukan hanya masalah itu, ini tentang kehamilannya, bundanya, ayahnya dan masa depannya.

"Bohong."

Suara lemah Haechan membuat Renjun membalikkan tubuhnya menatap punggung temannya itu. Menghela napas, Renjun pun berjalan ke arah Haechan hanya untuk ikut merebahkan diri di samping Haechan dan memeluknya dari belakang. Namun, tangannya di tepis oleh Haechan saat tangannya mulai ia taruh di pinggangnya. Alhasil, Renjun hanya bisa merebahkan diri di samping Haechan.

"So, lu mau ngapain?? Gua dukung apapun kecuali bunuh diri lu."

"Bunda. Gua mau ketemu bunda."

Renjun kembali menghela napas. "Oke, bunda lu. Dimana sekarang?? Lu mau nyari luntang lantung sampe kek gembel, atau gimana??"

"Thailand."

.
.
.
.
.

Haechan hanya bisa terdiam di motel murah yang ia sewa untuk bermalam hari ini. Pikirannya rancu sementara hatinya menangis.

Rencana, Haechan mencari bundanya di negaranya terlebih dahulu sebelum ke Thailand. Namun nyatanya, mencari bunda nya dengan jejak ingatan yang sedikit, juga clue yang samar hanya akan menbuang duitnya saja.

200 jutanya sudah tinggal 50 juta dalam kurun waktu seminggu di kota tetangganya. Beberapa kali Haechan terkena tipu dimana orang bilang kenal dengan bundanya namun nyatanya ia hanya di bawa untuk mengelilingi kota tidak jelas.

Renjun sudah membuat surat palsu untuknya selama kuliah seminggu ini, jika ia tidak pulang, maka mungkin ia tidak bisa mengikuti ujian akhir semesternya. Waktu dan uangnya telah habis. Dan bundanya benar benar hilang bagai di telan bumi.

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang