21*. Bunda

1.3K 94 12
                                    

"Bundaa."

Haechan memanggil bunda nya yang sedang memasak di dapur, tatapan berairnya sangat berharap pada bundanya.

"Yaa?? Chan mau apaa?? Ini bunda masih bikin cumi tepung kesukaan Chan." Tanya Bundanya tanpa repot menengok ke arah anak bungsunya karena memang ia masih sibuk mamasak yang lain.

"Bun-bunda, hiks sakit." Lapor Haechan sembari meraih penis dari luar celananya yang terasa ngilu.

"Hm?? Apanya yang sakit?? Chan udah mandi??"

"U-udah." Jawab Haechan menahan tangisannya.

"Pinter, di mandiin sama ayah atau sendiri??" Tanya Bundanya lagi masih dengan acara memasaknya yang sibuk bukan main. Karena bundanya sedang banjir pesanan makan malam.

"A-yahh hiks!"

Ten tampak mengangguk sembari terus memotong sayur mayur, "Sekarang Chan tunggu makan malem jadi, sambil ngerjain pr ya di ruang tengah. Sekalian nunggu kakak pulang les. Ya?? Nurut ya sama bunda, bunda lagi sibuk, nanti ngobrolnya."

Menatap Bundanya yang kini sedang membalikkan sesuatu di penggorengan, membuat Haechan hanya bisa mengangguk lemas. Tahu bundanya sedang sibuk bukan main.

Memilih berjalan ke arah ruang keluarga, yang sebelumnya ia sudah mengambil buku tugasnya di meja kecil dapur. Tangan kecilnya meraih remote tv, siap mengerjakan tugas sembari menonton acara kartun kesukaannya di tv.

"Jangan deket-deket Chan, matanya nanti min!" Teriakkan bundanya terdengar, membuat Haechan melengkungkan bibirnya sedih.

Menurut, Haechan menduduki diri di sofa dengan sangat perlahan. Rasa sakit di penis juga lubangnya membuatnya ingin menangis. Jujur, Haechan sangat tidak suka jika di mandikan oleh ayahnya, karena pasti saat membersihkan bagian bawahnya pasti akan berujung rasa sakit. Tapi, selalu bundanya sibuk dan akan menyerahkan ayahnya untuk membantunya atau mengawasinya mandi.

Lubangnya sering di masuki dengan jari besar ayahnya, dan penisnya selalu di remas dengan sabun hingga ia pipis dengan rasa sakit dan panas. Dan Haechan tidak suka itu.

"Kakak pulang."

Suara kakaknya mengalihkan pikiran kosong Haechan, ia menatap Hendery yang kini tersenyum ke arahnya dengan seragam SMPnya. 

"Ih, kece nih dek Chan udah belajar, nih oleh-oleh dari kakak, ssstt jan bilang bunda, habisin cepetan ya??" Hendery memberinya satu kantong plastik hitam yang berisi es krim rasa strawberry.

"Ihh, makasihh kak Deliii." Ujar Haechan senang disusul usakkan lembut dari kakaknya.

"Kakak bantu bunda dulu, kamu belajar yang serius, inget, jangan bilang bunda sama ayah ya!"

Haechan mengangguk semangat, lalu segera ia membuka es krim nya membuat Hendery terkekeh dan meninggalkannya dari ruang keluarga ke dapur. Memakannya dengan lahap dengan kedua matanya yang fokus pada kartun domba itu.

Tidak butuh waktu yang lama untuk menghabiskan eskrim stroberry kesukaannya, apalagi hanya 1 bungkus, hey 10 bungkus saja Haechan sepertinya bisa menghabiskannya sendiri.

Memilih untuk menikmati es krimnya hingga akhirnya sang kakak keluar dari dapur. "Adek udah mandi kan??" Tanya Hendery ikut menduduki diri di samping Haechan dan memeluk adik bungsunya.

"Udahh, ihhhh sakit jangan gerak badan Chan nyaa!!" Ujar Haechan mendorong tubuh Hendery agar tidak membawa tubuhnya dalam.pelukkan, karena jika di peluk otomatis posisi duduknya bergeser.

"Eh?? Sakit mananya??"

Tanpa banyak menjawab, Haechan hanya menunjuk ke arah selangkangannya. Disusul kakaknya yang mengerutkan dahinya heran.

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang