7*. SMP

3K 177 92
                                    

"Kamu gak nurut ya! Di bilang ayah langsung pulang tuh ya pulang!! Gak usah main-main ke rumah temen kamu!! Udah kayak pelacur aja kalo main tinggal pergi!!"

Bentakkan ayahnya sangat sangat terdengar mengerikan di telinga Haechan. Tangannya meremas kuat celana pendek seragam SMP nya.

"Perlu ayah jemput tiap hari hah?! Biar kamu tuh langsung pulang gak usah main-main ke rumah temen kamu?!! Iya?! Perlu ayah jemput sekalian bawa piso daging biar kamu pulang?? Hah!!"

Plak!

Haechan memejamkan kedua matanya saat ayahnya mulai melayangkan tamparan pada bahunya, kakinya melangkah ke samping beberapa kali akibat kuatnya tamparan di lengannya. Air mata sudah membanjiri pipi tirus, bibir nya terus ia gigit agar tidak timbul isakkan.

"Emang ada apa sih di rumah temen kamu itu?? Siapa?? Jaemin?? Jaemin Jaemin itu emang punya apa!!"

Menggeleng dan hanya bisa menangis. Karena jujur saja, di rumah Jaemin tidak ada apa apa, bahkan PS saja Jaemin tidak punya. Mereka hanya bermain ular tangga bersama dan banyak bercerita.

"Kalo waktunya pulang itu pulang!! Bukan malah main!! Di rumah, belajar!! Gimana sih, jadi anak tinggal belajar aja ga becus! Masih mending gak disuruh ayah kerja! Kamu liat itu anak-anak di pinggir gerbang tol, mau kamu kayak gitu?!!"

Tangan Haechan terangkat hanya untuk menghapus air mata yang terus turun, membersihkan penglihatannya dari genangan air yang terus muncul.

"Jawab!!! Mau gakk!!"

"E-engga a-ayahh hiks."

"Makanya nurut!!"

Haechan menganggukkan kepalanya pelan.

"Masuk kamar sekarang!! Buka baju kamu!!"

Haechan hanya bisa kembali mengangguk dan berjalan dengan pelan menuju kamar, siap untuk membuka bajunya dan ya, pasti ayah akan memarahinya habis-habisan malam ini.

Ini semua bermula dari Haechan yang di ajak untuk bermain ke rumah Jaemin. Jaemin itu anak yang tidak begitu aktif di kelas tapi, dekat dengan Haechan karena Haechan selalu memperhatikan anak pendiam itu. Katanya, Jaemin selalu di rumah sendirian di rumahnya, orang tuanya sibuk bekerja, jadi ia merasa kesepian setiap di rumah.

Haechan juga, ayahnya selalu sibuk di restoran. Jadi Haechan pikir, tidak apa- apa jika ia ikut sekalian di rumah Jaemin untuk bermain, toh ia juga kesepian di rumah sendirian. Lagi pula, sekali-kali main ke rumah teman tidak masalah bukan??

Di rumah mewah Jaemin, mereka hanya bermain ular tangga. Jaemin tidak memiliki barang barang mewah seperti PS atau permainan game, di rumah Jaemin hanya ada piano, biola, gitar dan alat musik lainnya, dan itu adalah alat les Jaemin. Ya, Jaemin mengikuti banyak kursus musik, dimana itu tuntutan dari orang tuanya.

Haechan banyak bermain alat musik selain ular tangga tapi, Haechan kesulitan karena masih awam, hingga berkahir pada permainan ular tangga. Mereka banyak bercerita, tentang keseharian mereka, latar brlakang mereka dan juga tugas dari guru.

Jaemin yang pendiam di sekolah, ternyata begitu berisik saat di rumah. Ah, atau hanya pada Haechan anak itu berisik?? Enatahlah.

Mereka asik bermain jika saja ayahnya tidak menjemput. Ya, ayah Haechan menjemput Haechan. Entah tahu dari mana Haechan di rumah Jaemin, tapi ayahnya langsung menggandengnya untuk pulang.

Dan, berakhir sekarang. Di marahi.

"Leher kamu kenapa banyak merah merah sih??" Tanya Jaemin waktu itu sembari menunjuk ruam kemerahan di leher Haechan.

Haechan menaikkan alisnya bertanya pada Jaemin, membuat Jaemin kembali menujuk apa yang ia tunjuk.

"Sampe dada ya kayaknya??" Tanya Jaemin lagi yang ikut menelusuri ruam kemerahan yang semakin banyak namun tertutup baju seragam Haechan.

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang