18. ⛔️

3.5K 114 10
                                    

"Eunnhhhhh, ahh-ayah AHHH!!!"

Dengan mata sayunya, Haechan menatap sang ayah yang kini sedang menjilati jemari yang di penuhi cairan sperma miliknya. Dengan napas terengah, Haechan menahan dada sang ayah yang akan menindihnya, membuat ia memalingkan wajah saat wajah mereka semakin dekat.

"Ayah, ga mau." Bisik Haechan sembari memejamkan kedua matanya begitu belah bibir itu terasa di pipinya.

"Tapi ayah mau."

"Kaki Chan saki-mmmhhhhh."

Haechan masih memejamkan kedua, begitu dagunya di raih dan lumatan di belah bibirnya terasa. Itu membuatnya merinding, darahnya berdesir hebat hingga terdengar di kepalanya.

"Aammhhhhh."

Lidah itu melesak masuk menyapa lidahnya, dan di luar kendali Haechan menyambutnya, saling membelit hingga napas mereka masing-masing memberat.

Dapat di rasa, jika kini salah satu tangan ayahnya menyapa tangan kirinya, di usap perlahan dari lengan hingga mengajaknya saling menggenggam. Sementara tangan yang lain sudah mulai masuk ke dalam kaosnya, meraba dengan sangat pelan di pinggangnya dan menjalar ke pusarnya.

"Aaahhhhh, ayahh."

Haechan berbisik sembari menatap ayahnya begitu ciumannya terlepas. Mereka sama sama terengah, saling menatap dalam di mata sayu nya.

"Cha-Chan gak ma-mau hiks."

"Sssttttt, kamu mau."

"Aahhhhh engga- mmmhhhhh!!"

Menggeleng sembari menangis, Haechan sangat benci dengan tubuhnya, bagaimana tubuh nya hanya bisa terdiam dan justru merespon rangsangan ayahnya dengan sangat sangat baik.

"Kamu cantik."

Ayahnya mulai menarik celana pendeknya dengan sangat hati hati, melewati kaki kanannya yang di perban hingga celananya benar benar lepas dari kedua kakinya.

Kaki perbannya di angkat, lalu dari ujung jari di ciumi ayahnya dan merambat naik melewati betis yang di perban, membuat Haechan meringis sakit juga geli. Ciuman itu terus menjalar hingga ke paha dalamnya, dan terakhir pinggangnya.

"A-ayahh pelan-pelannhh." Bisik Haechan saat merasakan jemari ayahnya sudah berada di pintu lubangnya.

"Pasti sayang."

Ayahnya menengakkan diri, menatapnya dalam dan mulai mengecupi dadanya yang masih terhalangi kaos rumahnya.

"Aaarrgghhhhh." Haechan mengerang saat jemari itu mulai masuk, kedua tangannya di luar kendalinya meraih surai sang ayah untuk ia remas.

"Ti-tiga yahhh??"

"Sakit?? Bajunya lepas aja ya, hm??"

Haechan mengangguk kuat, bibir bawahnya ia gigit dengan kedua mata terpejam erat menahan sakit. Dan membiarkan ayahnya melepaskan bajunya dengan salah satu tangannya.

"Sebentar, ayah cari."

"AAHHHHH!!!"

Dapat, ayahnya sepertinya sudah sangat hafal dimana letak letak titik sensitifnya. Dengan brutal sang ayah mengeluar masukkan jarinya tepat di prostatnya membuat Haechan hanya bisa mendesah ribut sembari memeluk erat kepala sang ayah agar lebih kuat mengedot pucuk dadanya.

"Ahhh ayahhh, mmhhhh Chan mauuhh aahhhh lebih gedehh aaahhh."

"Sesuai permintaan raja."

"Aaahhhh!!!! Yahh!! Ayaahh!!! Masuk pelannhhh."

"Ssstttt ini pelan."

"Langsunghhh kenain ajahh."

"Kayak gini??"

"AAHHHH!!"

Haechan menekan bantal di bawahnya dengan tubuh menegang, milik ayahnya tepat mengenai pusatnya. Dapat di rasa, ayahnya mengangkat kaki di kirinya, dengan mata sayu Haechan lihat jika kakinya di sampirkan di bahu sang ayah. Sang ayah mulai merengkuhnya, membuatnya mendesah panjang karena posisinya kini.

"Nngghhhhhhh!!!"

"Ayah mulai."

Suara pertabrakan kulit langsung terdengar, tusukkan yang pelan tapi kuat mengenai prostatnya membuat Haechan mencakar punggung sang ayah.

"Haaahhhh aaahhhhh aaaahhhh."

"Sempit bangethhh."

"A-ayahhh aaahhhh nggghhhhh."

"Aaahhhhh."

"Aashhhhh aaahhhhh aaaahhhh."

"Yaaahh, kamu cantik bangethhh."

"Cepethh aahhhh."

Haechan semakin rusuh, tubuhnya ikut terhentak kuat hingga derit ranjang terdengar, suara pertabrakan kulit sudah tidak bisa di hindar.

Tangan besar ayahnya terangkat, mengusap bibirnya yang terbuka karena mendesah, Haechan membuka kedua matanya perlahan menatap sang ayah yang sangat serius menatap bibirnya. Masih dengan acara menusuk di bawahnya, tangan itu bergerak ke pipinya, lalu ke rahang, leher, bahu, dada, perut dan terakhir mencengkram pinggangnya. Mata sayu Haechan hanya bisa mengikuti gerak tangan ayahnya, dan kembali memejamkan kedua matanya saat usapan juga remasan di pinggangnya terasa.

"Ayahhh.."

"Ya sayanghh, aaahhhhh mau keluarrhh yaahh??"

Haechan mengangguk pelan, tangannya mulai merambat yang semula di sprei kini merambat naik ke tubuh ayahnya. Seolah tau apa yang Haechan inginkan, ayahnya menusuknya semakin kuat dan cepat membuatnya mengerang dan mendongakkan kepalanya menikmati serangan pelepasan yang terasa.

Ayahnya yang melihat leher jenjangnya, mulai merendahkan wajahnya. Mengecup lehernya dan berakhir lumatan yang membuat Haechan semakin menggila.

"Ayahhh aahhhh aaaaahhhhhh, ngghhhh."

Napasnya semakin memburu disusul ayahnya yang mengerang di ceruknya karena ia mengetatkan lubangnya tanpa sadar, menjepit penis besar ayah yang masih setia keluar masuk.

"Ayahhhh akuhhh ngghhhhh aaahhh unghhhh!!!!"

Haechan memeluk tubuh ayahnya dengan erat, napasnya sedikit tersedat saat ayahnya masih melanjutkan genjotannya perlahan di tengah pelepasannya. Haechan merasa sangat gila, tubuhnya bergetar hingga mengelijang di setiap tusukkan yang ayahnya berikan. Ia masih terlalu sensitif.

"Sebentar, ayah sebentar lagihh aarrgghhh terlalu sempithh."

Ucapan lembut dengan nada berat itu membuat Haechan mengangguk, karena ia juga merasa milik ayahnya yang semakin hangat di dalamnya dan juga membesar.

"Aaahhhhh janganhh aaahhhh aaahhhh."

Kembali meribut begitu tusukkannya mulai menggila, tidak bisa berkata apapun selain mendesah juga mengerang. Tubuhnya yang masih sangat sensitif membuat bagian utamanya kembali menegang, bertabrakkan dengan perut ayahnya membuat Haechan meringis nikmat.

"Ayahhh cepethhh, aaahhhh barenghhh."

"Bagushhh aahhh."

"Teruss aahhhh aaahhhh."

Saling bersautan desahan penuh nikmat, mengabaikan Hyunjin yang kini hanya bisa mematung terdiam di kamar sebelah. Suaranya tidak asing, dan Hyunjin tahu siapa pemilik suara itu dari konteks desahan yang mereka ucapkan.

"Mereka gila."

Bisik Hyunjin dengan suara bergetar ketakutan.

Bisik Hyunjin dengan suara bergetar ketakutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang