3.* Divorced

4.3K 239 15
                                    

"Kakak, sama bunda??"

Hendery mengangguk sembari menduduki diri di samping Ten yang terdiam dengan wajah sebamnya. Sementara Haechan masih berada di tengah di antara ayah dan bundanya.

Kata bunda, bunda akan pergi ke rumah nenek, lalu menyuruh Hendery juga Haechan untuk memilih, ingin ikut bunda ke rumah neneknya atau dengan ayahnya.

Kakaknya, Hendery, memilih ikut ke rumah neneknya. Sementara Haechan kebingungan di tengah tengah mereka.

"Nanti pulang kan?? Chan ada ujian minggu depan." Ucap Haechan pada bundanya.

Ten menghela napas lelah. Haechan sudah kelas 4, ini pilihan yang sulit pasti. "Kalo bunda bisa pulang, bunda bakal pulang." Jawabnya.

"Kakak juga kan?? Kenapa bunda kayak bilang bakal pergi lama banget??"

"Cuma pilih ayah atau bunda aja Haechan, gak usah banyak tanya." Suara Johnny di belakang Haechan membuat Haechan merengut tidak suka. Ia bingung!

"Begini, Haechan disini aja dulu, sampe selese ujian, kalo udah nanti ikut bunda ke rumah nenek."

Johnny yang mendengar kalimat penengah dari mantan istrinya mengangguk setuju, lalu ia segera mengambil tasnya sembari menyambar tangan Haechan. Tentu Haechan panik.

"Ayo, Chan ikut ayah." Kata Johnny membuat Haechan hanya bisa mengangguk patuh.

"Bajunya ayah??" Tanya Haechan begitu mereka melewati pintu utama di rumah itu.

"Biar bunda yang anterin, sekarang kita pulang ke rumah."

Haechan hanya bisa mengangguk, walau otaknya kini penuh pertanyaan juga kebingungan. Ayahnya tadi bilang 'rumah'?? Bukankah, sekarang mereka sedang berada di rumah??

.
.
.
.
.

"Hari ini selesaikan??"

Haechan mengangguk dengan semangat di samping kursi Johnny, tepat di pinggir jendela bis.

"Bagus, Haechan pinterr." Johnny mengusap rambut Haechan pelan dengan lembut, berakhir dengan usakkan kasar pada pucuk rambut anaknya. Haechan hanya tertawa, walau sejujurnya, ia sangat khawatir tentang hasil ujian kenaikan di sekolahnya.

Bagaimana jika nilai nya kurang untuk naik ke kelas yang Haechan inginkan?? Kelas A yang terbaik itu...

"Ayah, gimana kalo nanti nilai Chan gak cukup buat kelas A??" Iseng Haechan mengutarakan hasil ke khawatirannya.

"Hm?? Gak bakal, Chan kan pinter."

Haechan semakin tersenyum. Ayahnya memang terbaik! Selalu memanjakannya, dan Haechan senang karena itu.

Selama sebulan ini, Haechan tinggal bersama ayahnya. Tanpa bunda juga kakaknya. Tinggal berdua dengan ayahnya tidak buruk, Haechan bahkan sangat senang. Ayahnya memang masih belum memiliki pekerjaan tetap, ayahnya yang sedang merintis usaha sebuah tempat makan itu masih memiliki waktu untuk dirinya.

Setiap pagi ayahnya akan membangunkannya, mengajaknya olahraga sebentar entah itu yoga atau lari di tempat, lalu mereka memasak untuk sarapan. Saat Haechan pulang ujian hingga saat masa masa remedial, ayahnya akan menjemputnya. Walau mereka harus menaiki bis dan ia tidak ada yang harus di perbaiki nilainya, tetapi Haechan senang karena selalu di jemput.

"Hari ini langsung pulang?? Atau jaga resto, ayah??" Tanya Haechan menatap wajah ayahnya.

"Langsung pulang aja yuk?"

Haechan mengangguk setuju, lalu dengan manja menyandarkan kepalanya di bahu ayahnya. Tentu, Johnny langsung memindahkan kepala Haechan untuk bersandar di dadanya, dan merangkul Haechan.

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang