5. *Again

4.4K 190 32
                                    

Sakit.

Kedua matanya perlahan terbuka, menatap tangannya yang terlihat lemah dengan gulungan sprei berantakkan.

Kepalanya berdenyut sakit, matanya terasa bengkak, pinggulnya kebas, seluruh tubuhnya sakit seperti habis di pukuli, dan lubang juga penisnya ngilu bukan main.

Sett..

Sebuah tangan tersampir di pinggangnya, meraba pusarnya dengan perlahan lalu naik ke dadanya. Pucuk dadanya di usap-usap penuh nikmat hingga membuat Haechan memejamkan kedua matanya merasa perih.

Haechan meraih tangan yang berada di dadanya, lalu berusaha untuk membalikkan posisi agar bisa melihat siapa pelakunya.

Ayahnya.

"Udah bangun??"

Suara berat ayahnya terdengar. Haechan menatap wajah ayahnya dimana ayahnya sedang ikut menatapnya juga.

"Sakit ya??"

Haechan hanya bisa terdiam lalu, bibirnya melengkung kebawah hingga menghasilkan suara tangisan. Ya, Haechan menangis.

"Hiks! Sakitt ayahh."

Johnny, ayahnya itu tertawa. Lalu menarik tubuh Haechan agar berada di dalam pelukkannya, masih dengan tawanya. "Cup cup cup, sayanggg, sakit ya??"

Haechan hanya bisa mengangguk di dada ayahnya yang ternyata sudah tidak berbusana. Oh, justru mereka berdua tidak memakai baju.

"Ayah, kenapa gak pake baju?? Maluu!" Tangan Haechan langsung mendorong tubuh ayahnya namun, belum sampai tubuhnya bergeser, ia sudah memejamkan kedua matanya menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Ini tidak main-main sakitnya.

Ayahnya yang melihat itu hanya langsung mendekatkan diri lagi pada anaknya, menarik selimut yang menutupi mereka berdua hingga menyisakan kepala si anaknya sementara dirinya menyisakan setengah dadanya.

"Sini, ayah pijitin. Atau mau minum obat??"

"Sakit..."

Lagi-lagi ayahnya itu hanya tertawa, lalu melepas pelukkannya dan turun dari kasur. Haechan memperhatikan gerak gerik ayahnya yang sedang mengobrak-abrik laci di meja nakas, dimana itu semua tempat berkumpulnya obat-obatan.

Setelah mendengar seruan sebuah keberhasilan, ayahnya pun keluar kamar dan kembali lagi dengan segelas air minum. Masuk kembali ke dalam selimut dan memberikan satu tablet obat anti rasa sakit pada Haechan. Tidak lupa menuntun anaknya agar terduduk.

Meringis bahkan sampai harus menggigit bibirnya menahan sakit, Haechan pun meraih sodoran gelas dari ayahnya. Menenggak obat itu berharap rasa sakitnya berkurang.

"Ayah malu ga pake baju ih." Ucap Haechan setelah meminum obatnya.

"Loh, Chan yang lebih malu gak pake apa apa."

Spontan Haechan memasukkan kepalanya pada selimut, dan benar saja, ia telanjang sama sekali tidak memakai apapun.

"IH AYAH MAHHH!! Hiks huwaaa!!" Malu yang melebihi rasa malu. Haechan benar benar malu tidak memakai baju di hadapan ayahnya.

"Ahahahaha! Ssttttt gak papa kali, toh sama ayah sendiri kan??"

Cemberut walau otaknya kini sedang bekerja. Ya, kenapa harus malu di depan ayahnya sendiri? Bukankah keluarganya?? Bahkan ayahnya sendiri.

Haechan pun menganggukkan kepalanya, lalu memeluk tubuh ayahnya karena sang ayah memberi kode untuk memeluknya. Sembari memeluk Haechan, Johnny mengambil alih gelasnya untuk ia taruh di meja nakas.

"Walau sakit, tapi suka kan??"

Pertanyaan ayahnya kembali membuat Haechan bingung. Apanya yang suka??

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang