20. Alasan

1.4K 105 23
                                    

"Ati ati."

Haechan hanya mengangguk saat ayahnya menuntunnya untuk duduk di taman depan rumahnya. Siang ini tidak begitu terik, berawan dan cerah sangat pas untuk duduk bersantai seperti ini.

"Ayah."

Panggil Haechan dengan nada sedikit takut, menatap ayahnya yang kini ikut menduduki diri di sampingnya sembari menyondorkan satu bungkus eskrim ke tangannya.

"Hm??" Jawab Johnny dengan lembut. Tangannya terulur untuk mengusap kepala belakang Haechan dengan sayang.

"A-aku harus balik ke kost." Bisik Haechan memutuskan kontak matanya dengan sang ayah, melempar tatapan sendu juga kebingungannya ke rerumputan di hadapannya.

"Kenapa?? Ada apa?? Kan baru pulang, masa udah ada tugas lagi?? Belom mulai kuliah kan?? Masa himpunan ga ada liburnya?? Kamu ikut pengabdian berapa kali sih??"

Pertanyaan beruntun dari Johnny membuat Haechan menggigit pipi dalamnya, tangannya mulai meraih ujung bungkus eskrimnya dengan resah.

"Gak usah bohongin ayah."

Deg!!

Haechan membeku, rasanya ingin menangis sekarang juga atau bahkan mengubur diri sendiri. Kenapa sangat sulit untuk pergi dari ayahnya?? Haechan hanya ingin membuat tembok atau membatasi mereka. Ia tahu selama ini ia sudah di luar batas hubungan  ayah dan anak.

"A-ayah,"

"Hm."

Kembali terdiam, Haechan tercekat untuk memulai percakapan. Membuat ayahnya meraih es krim di tangannya dan membuka bungkusnya.

"Makan, nanti keburu cair." Ucap ayahnya kembali menyondorkan eskrim  ke tangannya. Haechan hanya menuruti, mulai menjilati eskrimnya perlahan.

"Kamu tuh cantik banget, sadar gak sih??"

"Aku cowok Yah."

"Tapi kamu cantik."

Terus memakan es krimnya tanpa ada niat menjawab ucapan random ayahnya. Ayahnya memang suka seperti itu, memujinya terus menerus, entah pintar, cantik, baik, lucu, dan sexy. Selalu seperti itu saat berduaan dengan ayahnya, sejak berpisah dengan bundanya, ayahnya selalu memujinya.

Grep!

Haechan hanya terdiam begitu tangan besar ayahnya merangkul pinggangnya. Terasa, pinggangnya di usap usap dengan remasan lembut.

"Kak Hyunjin...."

"Sssttt ga usah pikirin itu, Kakak diem aja kok pasti." Potong ayahnya sembari mendorongnya agar bersandar di tubuh ayahnya. Haechan hanya mematung, dan kembali melanjutkan memakan es krimnya dengan gugup ketakutan.

"Kamu kalo emang perlu balik ke kostan, ya gapapa, ayah anterin nanti."

.
.
.
.
.

"Ayah pulang dulu ya?? Kalo perlu sesuatu bilang aja ke ayah."

Haechan mengangguk kaku menjawab ucapan ayahnya. Kedua tangannya meremat kuat selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Sementara mata beruangnya menatap ayahnya yang kini sedang memakai celana.

"Kalo ada apa-apa bilang."

Puk

Puk

Kepalanya di usak, membuat rambutnya yang masih lepek karena keringat dan berantakkan semakin berantakkan.

"Sekolah yang bener, putusin pacar kamu, ya?? Kalo engga, ayah mungkin bakal potong uang jajan kamu. Ayah cuma mau kamu fokus belajar, biar lulus tepat waktu."

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang