4*. Ayah

5.9K 243 46
                                    

Tangan besar ayahnya terus meremas penis nya yang masih terbalut celana bahan seragam. Tanpa sadar Haechan melebarkan kakinya, sementara ayahnya mulai menggeram di ceruknya.

Haechan takut.

"Ayaahhhh ngghhh."

Remasannya semakin kuat juga dengan ayahnya yang menghisap bahunya. Meringis, hingga akhirnya air mata nya tidak terbendung lagi, Haechan menangis dengan napas tersegalnya.

"Loh?? Nangis?? Kenapa??" Tanya ayahnya begitu menegakkan tubuhnya, menduduki di paha Haechan walau tidak sebenarnya duduk.

Haechan terdiam. Ia bahkan bingung kenapa menangis. Ia takut dengan suara geraman ayahnya. Mata beruang yang berair itu hanya bisa terus menatap ayahnya yang kini sedang membuka celana bahannya.

Perlahan, wajah ayahnya naik untuk menatap Haechan. "Gak usah takut, toh sama ayah sendiri, kan??"

Terdiam, perlahan Haechan menganggukkan kepalanya.

"Udah gapapa, ayah bakal pelan pelan kok."

Apa?? Apanya yang pelan pelan??

Ayahnya tersenyum, lalu kedua tangannya siap menarik celana Haechan perlahan, Haechan memejamkan kedua matanya. Dengan umur 9 tahun, Haechan malu jika tubuhnya di tatap intens seperti ayahnya lakukan.

"Liat, udah berdiri aja tuh!"

Seru ayahnya membuat Haechan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia malu.

Sementara ayahnya yang melihat itu terkekeh, semakin membuat anaknya malu itu lucu. Asal kalian tahu, Haechan kini sudah telanjang bulat. Sama sekali tidak memakai apapun dan tidak tertutup apapun.

Haechan terus berusaha untuk menutup wajahnya, sebelum rasa asing itu kembali terasa di bawahnya. Kocokkan juga remasan di penisnya membuat Haechan dengan spontan menyengkram sprei di sisi tubuhnya.

Rasa asing ini, nikmat.

"Kamu udah mimpi basah, hm??"

Pertanyaan ayahnya membuat Haechan membuka kedua matanya. Mata sayu beruangnya itu ia lempar pada sang ayah di bawahnya yang masih mengocok milikknya. Haechan malu.

"Be-belomhhhh, aangghhh."

Haechan hanya berniat menjawab pertanyaan ayahnya, namun suara itu muncul benar benar di luar kendalinya. Dengan cepat Haechan menutup mulutnya yang masih ingin mengeluarkan suara yang membuatnya merinding.

Ayahnya terkekeh, masih terus mengocok penis anaknya, ayahnya meraih kedua tangan Haechan yang menutupi mulutnya. Melepasnya agar ia lebih bisa mendengar suara desahan anaknya. Namun Haechan menolak.

"Udah pernah kayak gini??" Tanya ayahnya lagi. Kini Haechan tidak menjawab, ia hanya menggelengkan kepalanya masih menutup belah bibirnya menahan desahannya.

"Jawab!"

Suara tegas ayahnya seketika membuat Haechan ketakutan. Dan sesuai perintah ayahnya, Haechan membuka bekapan di mulutnya sendiri dan berganti kembali menyengkram sisi sprei di bawahnya.

"Belomhh ayahhhh aaahhhhh."

Haechan mendongak dengan kedua mata terpejam, dadanya membusung sedikit merasakan rasa yang sangat terasa nikmat di penisnya. Begitu ayahnya mempercepat kocokkannya, kaki Haechan hanya bisa menendang sprei di bawahnya dengan kuat, mampu membuat ayahnya sedikit naik dari duduknya mengingat ayahnya masih menduduki pahanya. Kedua tangannya menarik sprei di sisinya dengan brutal.

"Aahhhh aaahhhhhh."

"Mmmhhhhh ayaahhhh ngghhhh."

"Aaangghhhh aahhhh."

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang