14*. Coercion

2.1K 119 13
                                    

"Ayah laper, mau makan kamu."

"Ihhh kanibalmmpphhh!!"

Kedua tangan mungil Haechan spontan kalungkan di leher ayahnya, memejamkam kedua matanya sembari ikut membalas lumatan lawannya.

"Ammhhhh, ayahhh." Bisik Haechan begitu ciuman itu turun ke dagunya. Di lumat perlahan dan bergerak turun ke ceruknya, sementara itu kedua tangan besar ayahnya sudah nikmat bergerilya meraba tubuhnya. Pinggang, perut, dada, dan punggungnya sudah di sentuh penuh telapak besar ayahnya dari dalam kaos rumahannya.

"Nggghhhh aahhhhh."

Haechan memeluk tubuh ayahnya penuh saat usapan di pucuk dadanya terasa. Tubuhnya mengeliat tidak nyaman dengan wajah yang ia sembunyikan di ceruk sang ayah.

Lumatannya sudah berubah ke bahunya karena posisinya kini, lumatan basah juga gigitan lembut dengan usapan, pilinan di kedua putingnya membuat Haechan benar benar pusing.

"Aahhhh sakithhh!!"

Berteriak kesakitan saat pilinan keras di putingnya terasa, disusul ayahnya yang terkekeh berat tepat di samping telinga nya.

"Ja-jangan di cubitt ngghhhh."

"Ini imut, sayang."

"Aakkhhh!! Mmhhhhh."

Kini cuping telinganya yang menjadi sasaran, di lumat hingga di gigit lembut membuat Haechan merinding geli.

Tubuhnya benar benar merespon baik rangsangan dari ayahnya, desahan lembut Haechan lontarkan menikmati setiap getaran yang di terima tubuhnya. Hingga lambat laun, kedua belah kakinya memeluk pinggang ayahnya dengan kuat, berusaha untuk merapatkan belah pahanya namun terhalang tubuh sang ayah. Kedua tangannya merambat rusuh di baju kaos ayahnya, menarik agar lebih erat memeluknya.

"A-ayahh, a-akuhh ahhh, ngghhhh!!!"

Haechan pelepasan. Mendongak nikmat dengan mata terpejam, mulutnya terbuka sedikit menampilkan 2 gigi seperti kelinci yang, sexy.

Pemandangan di depannya tidak langsung membuat ayahnya diam, kedua tangannya meraih ujung kaosnya untuk ia naikkan, ya di lepaskan dari tubuh Haechan. Pasca pelepasan Haechan yang masih lemas hanya menurut. Begitupun kini yang kedua tangan ayahnya meraih celana yang Haechan pakai.

"Lepas sayang."

Bisikan berat itu seolah sihir bagi Haechan, dengan patuh tubuhnya sedikit ia naikkan memudahkan ayahnya untuk menarik lepas celana rumahannya.

Kini, Haechan telanjang bulat di atas meja wastafel. Punggung polos itu tercermin jelas dari belakang, menampilkan lekuk tubuh Haechan yang begitu indah.

Johnny menatap lekat pada cermin di depannya, lekuk pinggang Haechan yang ramping, dengan bagian pinggul yang lebar membuatnya benar benar gila.

Mata tajamnya kini terfokus pada sebuah bekas luka di belikat kiri anaknya, luka itu ada karena nya. Siapa yang tahu jika tubuh anak SD waktu itu terluka saat di tendang kuat hingga menabrak kulkas??

Ya. Luka itu karena ia menandang Haechan saat ia sedang bertengkar dengan Ten. Tubuh kecil Haechan waktu itu begitu mungil untuk anak seusianya, dengan benturan keras yang di terimanya, membuatnya memar hingga terluka mengeluarkan darah dan kini lukanya menjadi berbekas.

Ia menyesal, andai dulu ia tidak menendang anaknya, mungkin kini punggung indah ini akan sangat indah tanpa adanya bekas luka di belikatnya.

"Kamu cantik." Bisiknya sembari memeluk tubuh Haechan, mengangkat tangannya untuk menyentuh bekas luka itu. Di usap perlahan merasakan teksur berbeda dari kulit lainnya, tekstur yang kasar dengan garis kecil.

They Never Know [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang