Happy
ReadingDengan kondisi yang kacau. Reza bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan menuju ke arah Farel.
"Sini, gue mau bawa teman gue ke rumah sakit!" titahnya yang hendak mengambil alih tubuh Farel.
Namun, preman-preman itu malah membantahnya, "Nggak, karna kita harus menunggu perintah bos Alexander!" Sentaknya sambil menghadang Reza yang hendak mengambil Farel.
"Lo semua gila apa? dia pingsan ya harus segera di bawa ke rumah sakit!" Sentak Reza yang mulai emosi.
Preman-preman itu tetap tidak mau memberikan Farel padanya. Reza melihat para preman itu dengan tatapan jengah. Kalau ia melawan sudah di pastikan cowok itu akan kalah jumlah.
Tak lama kemudian terdengar suara pintu yang sedang di buka. Reza mendongak melihat seseorang yang baru masuk itu.
"Om," ucapnya pelan pada Alexander.
Alexander bertepuk tangan dengan tersenyum menyeringai, "Bagus, Za kerja yang bagus."
Lalu Alexander berjalan menuju ke arah Farel yang masih senantiasa memejamkan matanya.
"Om udah nggak sabar buat membayar semua penderitaan Sena," ucap Alexander, tersenyum menyeringai.
"Tapi Om, Reza mohon jangan apa-apa kan Farel." Pinta Reza. Membuat Alexander yang tengah melihat Farel beralih menatap Reza dengan tatapan tajam.
"Apa-apaan kamu!" Sentak Alexander.
Reza yang terlihat penakut, cowok itu tidak berani menjawab pasti ia akan tahu semuanya pasti sia-sia.
"Kalian semua ikut saya!" Titahnya lalu berjalan keluar dan di ikuti para preman yang membawa Farel.
Kini mereka telah sampai di suatu tempat di rooftop sebuah gedung berlantai 3 itu.
Reza melihat sekelilingnya seraya memikirkan hal yang negatif.
"Gantung dia!" titah Alexander pada preman-preman itu.
"Jangan om, Reza mohon jangan," ucap Reza berusaha memberhentikan ini.
Perkataan Reza tidak Alexander hiraukan. Pria itu tengah melihat Farel yang telah tergantung dengan kedua tangannya di ikat di sebuah besi yang melintang.
Melihat Farel tersiksa seperti itu, membuat Alexander puas. Namun, tidak dengan Reza, cowok itu berjalan menjauh dari Alexander, ia berniat untuk menelfon polisi.
"Hallo pak sa--"
Reza yang baru saja hendak melapor polisi, tiba-tiba ponselnya di rampas begitu saja oleh Alexander."Berani kamu ya?" tanyanya menantang, "Oh, apa mungkin kamu mau bernasib yang sama dengan sahabat kamu ini?" Lanjutnya lagi dengan tersenyum menyeringai.
"Jangan Om, Reza mohon."
"Oke saya tidak akan hukum kamu, asal kamu diam!"
"Iya om."
Drtt
Drtt
Suara panggilan telepon, membuat Alexander dengan cepat mengangkatnya.
"Hallo pa gawat pa, ada mobil polisi yang mengarah ke gedung!" Ucap Geisya dari sebrang sana.
"Apa!" Panik Alexander.
Lalu Alexander memutuskan panggilannya sepihak.
"POLISI SEDANG MENUJU KE SINI, CEPAT PERGI SEMUANYA!" Panik Alexander memerintahkan semua anak buahnya termasuk Reza.
Reza yang mendengar itu sedikit lega.
"Reza tunggu apa lagi cepat pergi!" Titahnya.
"Tapi Om, Farel?" Tanyanya.
Alexander tersenyum miring melihat Farel yang tampak pucat itu, "Biar aja dia disini, biar mati sekalian!"
"Nggak om Reza mau tolongin Farel!"
"Terserah kamu, berarti kamu sama aja menyerahkan diri kamu ke polisi!"
"Nggak papa om orang jahat pantas di hukum!"
"Terserah." Setelah mengatakan itu Alexander dengan cepat melenggang pergi menyelamatkan diri dari polisi.
Setelah melihat punggung Alexander yang telah hilang tertelan jarak, Reza pun mendekat ke arah Farel. Cowok itu mendongak menatap prihatin sahabatnya itu.
Reza naik ke atas kursi, lalu mulai melepaskan ikatan di tangan Farel.
Suara dobrakan pintu yang berasal dari rooftop, membuat Reza memberhentikan aktivitasnya.
Sedangkan seseorang yang baru masuk itu membelalakkan matanya kaget melihat semua ini.
Azkar yang terlihat sangat marah, cowok itu berjalan ke arah Reza dan menghajarnya tanpa perlawanan dari Reza.
"Berani, Lo sakitin adek gue!" Sentaknya. Lalu menendang punggung Reza hingga terlempar beberapa meter darinya.
Merasa belum puas, Azkar berjalan mendekati Reza yang telah terkapar lemas.
"Udah, sekarang cepat kita bawa Farel kerumah sakit!" Kevin yang sedang merangkul Farel, cowok itu memberhentikan Azkar yang hendak melayangkan pukulan di wajah Reza.
"Arghhh!" Frustasi Azkar, lalu menoleh pada polisi yang baru saja sampai.
"Tangkap dia pak! Jika perlu hukum mati sekalian!" Ucapnya seraya menunjuk Reza dengan wajah yang berapi-api.
"Sini." Titah Azkar pada Kevin untuk memberikan Farel padanya.
Dengan keringat dingin, Azkar menggendong Farel ala bridal style sepanjang jalan gedung seraya berlari.
"Dek, bertahan dek," ucapnya panik ketika melihat wajah adiknya itu sangat pucat serta tubuhnya begitu dingin.
Keyra yang melihat itu tidak berhenti menangis sesenggukan. Kevin yang saat ini tengah merangkul Keyra, sesekali cowok itu menenangkannya dengan mengelus surai rambut gadis itu.
Kevin menatap Farel yang berada di depannya, dengan sorot mata menyiratkan sebuah luka, "Inilah alasan gue nggak mau Lo deketin Fisya Rel, karna gue tahu Lo itu banyak musuh, dan gue nggak mau adek gue sampai harus merasakan kehilangan untuk yang kedua kalinya." Batin Reza.
****
Surat tes DNA yang baru saja Prastama ambil dari rumah sakit. Membuatnya ingin cepat mengetahui hasil dari tes DNA itu.Rasa penasaran Prastama saat itu sangat kuat, sehingga pria itu memutuskan untuk men-tes DNA ulang antara dirinya dengan Farel.
Prastama melihat hasilnya membuat tubuhnya bergetar hebat, serta sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman, dan air mata penyesalan yang jatuh begitu saja.
"Farel anak kandung ku." Gumamnya pelan.
"Maafin papa nak, maaf," ucapnya dengan raut wajah penyesalan.
"Alexander awas kamu!" Ucapnya lagi dengan menahan amarah yang bergejolak dalam dirinya.
Tanpa berlama-lama pria itu melenggang pergi.
Namun, baru beberapa langkah dirinya yang tidak fokus melihat kedepan itu, membuatnya menabrak sebuah brankar yang lewat.
"Maaf." Ucap Prastama lalu mendongak, dan betapa terkejutnya ketika mendapati seseorang yang tengah terbaring lemah di atas brankar.
"Farel," ucapnya pelan.
To be continue
Thanks for you readers 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Lebih Dari Bintang [ Selesai ]
RomanceBertemu hanya untuk berpisah. Sebaik-baiknya cara mu berpamitan, yang namanya perpisahan tetaplah menyakitkan. Apalagi perpisahan tanpa pamit. "Tuhan jika di tanyakan permintaan ku apa." "Maka, yang ku minta adalah bertemu dengannya, yang telah kau...