36. Date

32 7 18
                                    

~Banyak perbedaan bukan berarti harus dilepaskan ~

~Banyak perbedaan bukan berarti harus dilepaskan ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

Seperti biasa, suasana ruang makan terasa sunyi dan hening, padahal, terdapat tiga orang laki-laki di sana, sedang sibuk dengan hidangan yang ada di depan muka masing-masing. Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan alas piring.

Laki-laki tertua duduk di kursi bagian sisi tengah meja makan memanjang itu, memberi tatapan sendu pada putra-putranya yang sedang menyantap makanannya.

"Jhason, panggil Kak Jaffres, bilang, Ayah suruh makan!" ucapnya pada si bungsu.

Jashon mengangguk singkat dan menuruti perintah Ayahnya, tentu saja, jika ia menyangkal dan membantah, resikonya terlalu tinggi. Ayahnya akan marah besar dan memberikan hukuman yang membuatnya trauma jika diingat.

Belum sempat Jashon memijakkan kakinya diawal anak tangga, Jaffres muncul dari arah kamarnya dan sudah berdiri di pertengahan tangga untuk turun.

"Kak Jaff," ucap Jashon.

Mendengar suara putra bungsunya menyeru nama tersebut, Jhonny melirik dan merautkan senyuman tipis terhadap anak laki-laki keduanya itu.
"Jaffres, kamu belum makan, kan?"

Jaffres tertegun. Namun, sebisa mungkin ia menjaga ekspresinya agar tetap datar. Apalagi kejadian menyakitkan hati kala itu masih terbersit di benaknya. Penghakiman terhadap dirinya yang walaupun Ayahnya sendiri tau ia tidak bersalah.

Jaffres tersenyum hambar, menepuk puncak kepala Jashon, kemudian menatap dua orang laki-laki di meja makan tersebut.
"Tidak, Ayah. Jaff makan di luar saja, Jaff mau belajar sama teman-teman Jaff."

"Belajar, atau mabuk-mabukan lagi?" Mahen, ia tersungging sinis tanpa memberikan tatapan sedikitpun pada Jaffres. Tetap setia menyantap potongan semangka yang dibentuk dadu kecil.

"Lebih baik kamu sibuk belajar saja daripada sibuk menyindir dengan mulut busukmu itu, agar Ayah tetap punya anak yang bisa ia banggakan," ujar Jaffres, dengan nada dan ekspresi yang tenang. Namun, mampu membuat Mahen tersinggung dengan perkataannya barusan.

Walaupun ia ingin menghajar wajah menjijikkan Kakaknya itu, masih bisa ia tahan walau buku-buku tangannya sudah memutih akibat kepalan menahan emosi.

"Ayah masih mau bicara sama kamu, Jaff."

"Nanti saja, Jaff ada urusan," jawabnya, berlalu begitu saja meninggalkan rumah.

"Sebegitu tidak ada sopan santunnya, kah?" gumam Mahen, melirik tajam ke arah Jaffres yang sudah melangkah pergi.

Jhonny menatap datar ke arah putra sulungnya itu, "Cukup, Mahen, lanjutkan saja makanmu!"

Bahagia Untuk Jaffress [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang