~Pertemuan denganmu bukanlah sebuah penyesalan, karena tanpa itu mungkin aku tidak akan pernah belajar menjadi yang terbaik untukmu~
🦋🦋🦋
Mata Aghiella membulat sempurna, sesuatu yang tidak akan pernah ia sangka terjadi. Kala merasakan benda kenyal milik Jaffres membekap bibirnya. Dirinya berkeringat dingin. Disaat udara dingin hujan berhembus seperti saat ini, ia malah berkeringat.
Matanya menatap kosong, bahkan suara berisik hujan perlahan samar nyaris tak terdengar. Jantungnya terus berdetak kencang kala memperhatikan wajah Jaffres sedekat ini, merasakan deru napas milik laki-laki itu yang menimpa wajahnya.
Punggungnya bersandar pada batang pohon oak yang lembab, tubuhnya membeku dengan tangan meremat baju milik laki-laki yang lebih tinggi darinya. Siapapun berikan kesadaran pada dirinya saat ini. Apakah dia sudah gila berhalusinasi seperti ini? Tidak, ini bukan mimpi, ini nyata senyata-nyatanya. Jaffres, anak itu benar-benar mencium dirinya.
Aghiella perlahan menutup mata bersama laki-laki berambut cokelat pekat yang sudah basah itu. Ia benar-benar sudah gila, terjatuh dalam lengguhan asmara ciuman pertama dan cinta pertamanya saat ini.
Tangannya mulai melemah, melepaskan rematan dan menjatuhkan tangannya begitu saja. Mengikhlaskan keadaan penuh tanya seperti saat ini, bersama naungan hujan yang terus mengguyur deras.
Dapat gadis itu rasakan, Jaffres mulai melepaskan ciumannya. Menatap sendu wajah Aghiella yang masih terlihat terkejut atas kejadian tak terduga itu. Kemudian Jaffres membenamkan wajahnya di sela ceruk leher Aghiella, dan berbisik.
"Aku mencintaimu, lebih dari segala aku mencintai diriku sendiri."
---ooOoo---
"Pa, Papa sudah makan?" tanya Aghiella. Sungguh, ia berpikir sebelumnya kalau membenci ayahnya sendiri tidak akan berguna. Walau masih ada sesak yang membaluti dirinya kala mengingat buku pemberian Jaffres telah dibuang oleh ayahnya itu.
"Papa sudah makan, tadi di kantor bersama rekan-rekan lainnya," jawab Tirto tak mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya. Sibuk mengetik dengan jari-jari yang terlatih.
Seketika senyuman Aghiella memuram, bagai api disiram air dan padam begitu saja. Melihat dengan nanar diri ayahnya yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri di ruang keluarga. Selalu seperti ini saat Aghiella mengajak makan bersama. Tidakkah ia merasa kalau anaknya sedang butuh kasih sayang?
"Baiklah." Aghiella beranjak menuju kamar, setelah selesai menyantap makanan buatannya sendiri. Merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang empuk dan nyaman. Mengistirahatkan lelahnya hari ini, walau kenangan tadi sore terus bersarang di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia Untuk Jaffress [Selesai]
Teen Fiction[NA JAEMIN] >Bersamamu adalah sebuah cerita yang tak ingin ku akhiri< Bahagia? Sebuah kata kelabu yang tidak dipahami oleh seorang Jaffressan Aquellino apa itu maknanya? Setelah menemukan cintanya, Jaffres pikir ia akan bisa bahagia secara permanen...