45. Skenario Buruk

32 6 12
                                    

~Tuhan selalu punya cara untuk membuat hambanya bangkit dan tersenyum, walau dengan cara tangis sekalipun ( tidak untuk saat ini ).~

🦋🦋🦋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

Langit mengelabu pagi itu. Udara berhembus dingin sedikit kencang menelusuri kota Jakarta. Beberapa sudah menyediakan payung, karena langit yang kian mendung. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan lebat? Dilihat dari rintikannya yang mulai runtuh, awan sebentar lagi akan luruh.

Di tengah berkecamuknya cuaca kota Jakarta yang memang sering dilanda hujan akhir-akhir ini, terdapat seorang laki-laki dengan keadaan babak belur dan terlihat kacau, berjalan perlahan menapaki trotoar jalanan. Sesekali ia meringis menahan nyeri pada perutnya yang lagi kambuh, dan menyeka darah yang mengalir dari hidungnya.

Gila? Mungkin itu pendapat yang orang-orang lihat tentangnya saat ini. Tak sedikit sorot mata yang terarah padanya, ada yang menatap takut, jijik, bahkan iba. Rambut cokelat pekatnya yang berantakan, baju kaos putih yang terdapat noda darah, dengan kondisi muka yang lebam, luka, bahkan membiru hampir di sekujur tubuhnya.

Jaffres tak peduli, ia hanya ingin menginjakkan kaki di tempat peristirahatan terakhir Bundanya. Tertatih ia melangkah, melewati tiap-tiap pinggiran beberapa gundukan makam dengan nisan salib di atasnya.

Jaffres berdiri tegak, tersenyum miris, menatap gundukan tanah yang terdapat beberapa sisa bunga krisan kuning yang telah mulai layu di atasnya. Ia mensejajarkan diri dengan makam tersebut, menatap nanar batu nisan yang bertuliskan nama Bundanya.

"Maaf Jaffres tak bawa hadiah untuk Bunda," ucapnya, seraya menyentuh puncak nisan tersebut.

"Maaf Jaffres tak bisa menjaga pemberian Bunda." Ia mulai lirih, menundukkan kepalanya sangat dalam. Membiarkan tetes air matanya mengalir begitu saja.

"Ayah... Ayah menghancurkannya, Bunda!" ucapnya menangis terisak. "Ayah dan Mahen menghancurkan gitarnya."

---

"Jaff, kalau sudah besar mau jadi apa?" Perempuan dengan rambut tergerai ke samping itu, menangkup kedua pipi putranya dengan senyuman manis.

Anak laki-laki itu memamerkan deretan gigi putih susunya kala itu. "Jaff mau bisa main gitar kayak Bunda!" jawabnya dengan riang.

Bunda tergelak, mengacak rambut coklat pekat Jaffres kecil. Kemudian mengambil sesuatu yang terletak di belakangnya. Sebuah gitar kayu berwarna coklat, gitar yang ukurannya lebih besar dari tubuh Jaffres.

"Gitar ini untuk kamu, jaga baik-baik, jangan sampai rusak!" peringat Bunda, menyentuh kecil ujung hidung mancung Jaffres kecil.

Anak itu mengangguk, pipi gembulnya terlihat membulat saat ia tersenyum. "Jaff janji akan menjaganya, tapi..." Ia seketika memanyunkan bibirnya.

Bahagia Untuk Jaffress [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang