31. Terjadi dan Bukti

45 9 20
                                    

~Semua manusia pasti merasa hidup tidak adil, bukankah itu adil?~

~Semua manusia pasti merasa hidup tidak adil, bukankah itu adil?~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

"Anak-anak, kalian sudah hampir menghadapi ujian kelulusan. Sampai kapan mau begini terus? Tidak ada persiapan keseriusan, kalau Bapak perhatikan!" Pak Suyadi bicara lantang.

"Memangnya Bapak pernah lihat, kami belajar di rumah?" ucap si ketua kelas.

"Nah, ini nih. Kalau diberi tau, ada saja balasannya."

"Nanti kalau kami diam, bilangnya enggak merespon. Rewel banget kayak cewek," celetuk Haikal. Kemudian mendapat tatapan tajam dari mata bulat Pak Suyadi, dan lirikan maut dari Sela yang duduk bersebelahan dengan Nazwa.

"Wa, lo kan pacaran sama si Haikal, nih?" Sela berbisik pelan.

"Iya, emang kenapa?"

"Barusan Haikal bilang kalau cewek itu rewel, berarti lo termasuk dong? Kan lo ceweknya dia."

"Sela anaknya Adiwiyata, kan ayangku bilang cewek, bukan semua cewek. Berarti aku tidak termasuk," kata Nazwa tersenyum manis pada Haikal. Haikal pun menoleh, dan memberikan miniheart jarinya ke arah Nazwa yang tersipu malu-malu.

"Geli Nazwa, geli!" dumel Sela, sambil bergidik.

"Ini Jhovana kemana, ya? Sudah beberapa hari tidak masuk sekolah!" tanya Pak Suyadi memberi tatapan tanya pada seluruh anak muridnya.

"Wafat kali, Pak?"

"Sela, ucapan kamu seperti rentenir menagih hutang saja!" Pak Suyadi menyambar.

"Kamu tau, dia kemana?" Pak Suyadi melotot, membuat Aghiella mengernyitkan keningnya keheranan. "Kamu kan teman sebangkunya."

Aghiella menggeleng pelan, bibirnya terasa kaku untuk memberi tau yang sebenarnya atas kejadian antara dirinya dan Jhovana.

"Pak, teman sebangku bukan berarti harus tau semua kehidupannya, dong!" seru Jaffres membuka suara, setelah bungkam dan menghilangkan segala bosannya berada di kelas tersebut.

Tok...Tok

Seisi kelas dikejutkan dengan kehadiran dua orang polisi berseragam, berdiri di ambang pintu dengan mata menelisik, seperti mencari keberadaan seseorang. Juga keberadaan kepala sekolah yang berdiri di belakang dua polisi tersebut.

"Mohon maaf, Pak. Kami mencari siswa yang atas nama Jaffres, dan Elgra," ucap polisi itu dengan tegas.

Lantas, seisi kelas menatap ke arah bangku kedua anak laki-laki yang dimaksud, begitu juga Aghiella yang tak kalah terkejut melihat ke arah Jaffres.

Bahagia Untuk Jaffress [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang