44. Get Out

29 5 0
                                    

~Jika jalan terbaik adalah pergi, mengapa masih banyak manusia memilih untuk datang?~

~Jika jalan terbaik adalah pergi, mengapa masih banyak manusia memilih untuk datang?~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🦋🦋🦋

Ada langkah yang gemetar memasuki ruangan yang sedikit temaram itu. Berharap, ada secercah harapan yang sesuai dengan ekspektasinya mengenai seseorang yang ia temui di dalam ruangan tersebut.

Aghiella berdesir, suhu dingin berpadu dengan aroma antiseptik obat-obatan yang menyeruak ketika ia baru saja mendorong pintu ruang rawat tersebut. Tidak terlalu luas, hanya muat kurang lebih tiga ranjang yang dibatasi oleh tirai putih tiap barisannya. Tiap ranjang difasilitasi dengan beberapa nakas untuk menyimpan peralatan, kursi tunggu untuk penjenguk, dan toilet umum, sayangnya minus televisi di ruangan tersebut.

Aghiella mengintip satu-persatu dari celah tirai yang tersingkap, barisan ranjang yang pertama dan kedua nampak kosong. Itu artinya Jaffres terletak pada ranjang paling ujung, berhadapan dengan jendela yang langsung menampilkan pemandangan luar kota Jakarta pada dini hari.

Tiap langkahnya gusar, ada deru napas yang masih ingin ia netralisirkan. Mengapa? Itu karena ia tidak akan kuat melihat kondisi Jaffres seperti saat ini. Sisa-sisa air matanya masih menggenang di sudut pelupuk mata. Ia menekan ujung kedua telunjuknya untuk menghapus sisa-sisa air mata tersebut, dan memaksakan senyum yang manis, walaupun kenyataannya ia menahan kegetiran.

"Jaff?" panggilnya seraya membuka tirai. Terpampang dengan jelas, wajah pucat Jaffres yang tertidur dengan pulas, berbaring tak berdaya di atas ranjang dengan seprei hijau toska yang lembut.

Tak ada jawaban, Aghiella mendekat. Berdiri tepat di samping laki-laki berambut cokelat pekat itu tertidur. Dengan lembut ia menyentuh tangan kanan Jaffres yang terpasang selang infus itu. Mengusapnya halus, dengan getaran pedih dan pilu melihat Jaffres yang terkapar lemah seperti ini.

"Jaff, kenapa kamu bisa seperti ini? Kenapa kamu merahasiakan semuanya?" lirih gadis itu. Menarik kursi biru di belakangnya, untuk ia duduki agar jaraknya dengan Jaffres lebih dekat.

Jaffres bahkan tak menjawab ucapannya saat itu, laki-laki itu menutup mata dengan tenang. Aghiella mengangkat tangan dingin Jaffres, membekapnya dalam kepalan dua tangan, lalu... menciumnya. "Aku mau kamu kembali sehat, Jaff. Dan tiap doa-doa yang ku panjatkan, berharap tersemogakan."

"Aku mencintaimu lebih dari mencintai diriku sendiri, Jaff!"

"Ku mohon, bangunlah!"

"Bangun, Jaff. Kamu ingin bahagia, kan? Bahagialah bersamaku, please!"

"Suatu hari kamu akan benar-benar bahagia, Jaff. Tapi pertama-tama, hari ini, akan kubuat kamu menjadi kuat!"

Bahagia Untuk Jaffress [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang