~Jika dirasa ingin pulang, tinggalkan pesan dengan pamit~
🦋🦋🦋
Malam semakin melangkah jauh mendekati dini hari, semakin memaparkan dingin yang menusuk jaringan kulit. Pancar purnamanya semakin tinggi, menyinari dua insan yang sedang bernaung di bawahnya, sambil merasakan betapa pilunya kenyataan yang terjadi malam itu.
Elgra menarik napas dalam, dalam hatinya sangat berat untuk menjelaskan semua ini kepada Aghiella, apalagi di keadaan yang tidak tepat seperti ini.
"Jaffres kenapa, Elgra?!" Aghiella menggoyangkan kedua bahu laki-laki bersurai hitam itu.
"Jaffres mengidap bipolar!" Sungguh jauh di lubuk hatinya ia tidak mau mengatakan yang sebenarnya. Apalagi setelah melihat perubahan raut wajah Aghiella yang seketika tercengang, dan menurunkan air matanya.
"B-bipolar?"
Elgra mengangguk, mengiyakan pertanyaan gadis yang berselimut dengan jaket denim itu. Langsung saja ia bersimpuh di jalanan, menangis sebisanya lagi, karena untuk malam ini cukup banyak kenyataan pahit yang menguras air matanya.
"Sudah, Aghiella. Tenang saja, Jaffres baik-baik saja, kok," ucap laki-laki memiliki eyesmile itu. Menenangkan Aghiella yang masih terisak kelu.
"Gue antar lo pulang, ya?"
"Jangan, bokap gue bisa marah!" jawabnya masih menunduk.
"Kalau begitu, gue antar lo ke rumah Sela aja, gimana? Besok kan libur."
Tak ada jawaban dan respon, itu berarti Elgra menganggap bahwa gadis itu menyetujui pendapatnya. Ia beranjak, membantu Aghiella untuk bangkit dari simpuhannya. Ia juga membersihkan pakaian Aghiella yang sedikit kotor akibat noda jalanan.
"Tenang saja, Jaffres tidak akan terluka."
---ooOoo---
"Jaff, ayo!" Haikal turun dari mobil, membuka salah satu pintu mobil milik Zicho lainnya. Menampilkan diri Jaffres yang termenung dengan raut penuh lelah dan amarah.
"Tidak seharusnya lo cegah gue, untuk membunuh bedebah itu!" Jaffres mendelik tajam, menatap sinis ke arah Haikal.
"Jaff, jika gue sama Haikal tidak mencegah lo, anak itu bisa mati, dan lo bisa terlibat dalam kasus dan proses hukum!" tegas Zicho. Menoleh ke belakang dari kursi supir.
"Kalian semua tidak mengerti apa yang gue rasakan!" Jaffres berontak, turun dari mobil dan membanting pintu dengan keras. Meninggalkan dua sahabatnya begitu saja memasuki rumah.
"Itu anak kenapa, sih?" dengus Haikal dengan kesal.
"Enggak tau, aneh banget. Untung uang gue banyak buat ganti mobil baru!"
Kaki panjang Jaffres melangkah keras memasuki rumah, disambut oleh ayahnya dan Mahen yang sedang duduk di kursi ruang keluarga. Jaffres tak menghiraukan, ia hendak melewati kedua laki-laki yang lebih tua darinya itu.
Bugh!
Jhonny menghampiri dan melayangkan pukulannya, hingga putra keduanya itu tersungkur ke lantai berubin putih tersebut.
"LANCANG KAMU, JAM SEGINI BARU PULANG!"
Jaffres dapat merasakan, darah segar berlomba-lomba mengalir dari hidungnya. Merembas ke lantai putih itu menyisakan noda merah pekat. Ia mendengus, mengusap darah tersebut, dan mendongak memberikan tatapan tajam penuh benci ke arah Ayahnya dan Mahen yang sedang tersenyum miring.
"KALIAN SEMUA BAJINGAN! TIDAK MENGERTI APA YANG GUE RASAKAN!" Jaffres berteriak keras. Kembali mendapat tamparan dari Jhonny. Seolah tidak memberikan izin kepada anaknya itu untuk berdiri.
"GUE CAPEK! CAPEK!" erang Jaffres menatap sembab wajah ayahnya.
"Capek? Kerjaan kamu cuma keluyuran malam, cari masalah di sekolah, kamu bilang capek?! Lihat Kak Mahen, belajar tanpa henti, masuk perguruan tinggi, tapi tidak pernah mengeluh capek?"
Mendengar namanya dipuji, Mahen lagi-lagi tersungging senyuman penuh kemenangan. Berdiri di belakang Jhonny. Menatap rendah pada adiknya yang tersungkur di lantai.
"MAHEN, MAHEN, MAHEN! TIDAK ADA LAGI BAJINGAN LAIN YANG HARUS DIBANDINGKAN? GUE BAHKAN TIDAK SUDI DIBANDINGKAN SAMA LAKI-LAKI BRENGSEK SEPERTI DIA!" Jaffres beranjak, pergi meninggalkan kedua laki-laki itu menuju kamarnya. Mengunci pintu dan membanting kasar pintu tersebut.
"Aaarghhhh!" Ia melempar semua barang, vas bunga di nakasnya itu pecah berkeping-keping. Amarahnya tidak terkontrol, ia merasa tersiksa. Seperti terjebak dalam neraka yang tak kunjung reda.
"CAPEK! SEMUANYA BAJINGAN! GUE CAPEK!" Ia menjambak kasar rambutnya sendiri, duduk bersimpuh di samping tempat tidur. Menendang-nendang semua barang yang ada di hadapannya.
"Bunda, Jaffres lelah!" lirihnya merasa lelah, menenggelamkan kepalanya kedalam lipatan tangan.
"Bokap lo benci sama lo"
"Mending lo mati biar kelar"
"Lo itu gak bakal berguna lagi"
"Arggghhhh! Brengsek!"
Dugh!
Ia membenturkan kepalanya sendiri ke dinding, hingga terasa denyut pusing bersarang di kepalanya. Pandangannya seketika buram dan kabur. Hingga dirinya terbaring di lantai, dengan sisa darah yang mengering di rongga hidungnya.
"Tuhan, jika halnya malam ini aku pulang, pertemukan aku dengan Bunda. Aku ingin melihat, siapa saja yang menentang kepergian ku saat ini?"
Next
*Hay readers. Untuk part ini aku
nulis singkat saja, tidak panjang. Tapi tetap jangan lupa untuk Votement dan follow akun authornya yups!Usahakan hargai ide author untuk nulis, jangan silent reader. Dengan kalian memberikan vote, saya akan semangat untuk update bab selanjutnya.
Follow my Instagram @Rulls_4*
Thank you
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia Untuk Jaffress [Selesai]
Teen Fiction[NA JAEMIN] >Bersamamu adalah sebuah cerita yang tak ingin ku akhiri< Bahagia? Sebuah kata kelabu yang tidak dipahami oleh seorang Jaffressan Aquellino apa itu maknanya? Setelah menemukan cintanya, Jaffres pikir ia akan bisa bahagia secara permanen...