14. Sebuah Luka

46 10 8
                                    

~bersama hujan itu aku dibuat luka, karena jumlahnya yang tidak dapat lagi terhitung menerpa raga~

~bersama hujan itu aku dibuat luka, karena jumlahnya yang tidak dapat lagi terhitung menerpa raga~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

Gemericik suara air yang mengguyur tubuh setengah telanjang, membasahi setiap inci dari ujung rambut hingga ujung kaki. Aliran dari shower yang memancur ke bawah, membersihkan diri seorang Jaffres yang berbilas usai bermain hujan tadi sore.

Keran ia matikan, mengacak rambut cokelat pekatnya yang masih lembab. Ia membuka pintu kamar mandi yang berada di dalam kamarnya langsung itu, keluar dengan handuk putih yang menutupi setengah badan, serta aroma sabun mandi yang wangi menyerbak ke seluruh ruangan. Ia melangkah, menghirup aroma segar dari tubuh yang atletis dengan dada bidangnya itu.

Langkahnya terjeda ketika ia berdiri di depan sebuah cermin lemari pakaian miliknya, menatap pantulan diri yang terlihat begitu mengerikan menurut pandangannya sendiri.

"Harusnya kau tidak bertindak seperti itu, Jaffres!" ucapnya dalam hati, kala mengingat kejadian yang baru saja terjadi tadi sore, saat ia masih bersama gadis itu.

........

"Sungguh, aku benar-benar menyukaimu." Mata Jaffres kian menghangat.
Aghiella membeku, membiarkan Jaffres terhipnotis dan tidak menyadari air matanya mengalir bersama aliran hujan yang jatuh satu persatu.

"Jadilah anugerah Tuhan, untukku."

"J-Jaff, kau bersungguh?" tanya gadis tersebut terlihat ragu.

Bukan hal apa, masalahnya ia masih tidak yakin kalau Jaffres benar-benar menyukainya. Yang ia takutkan hanya beberapa hal, salah satunya adalah sifat Jaffres yang masih menimbulkan tanya dalam dirinya.
Mungkin saat ini Jaffres terlihat manis dan begitu romantis, ada waktunya Jaffres akan pergi dan mengabaikannya seperti yang sudah biasa terjadi.

"Apa aku menyiratkan patri kebohongan?" Suara Jaffres kian memberat. Menatap intens netra bening yang terhalang rambut basah milik gadis itu.

"Jaff, kau tau hal ini tidak mungkin. Kau ingin aku menjadi anugerah Tuhan untukmu___" Aghiella menggantung ucapannya. Ia merunduk sejenak, kemudian kembali mendongak menatap penuh tanya pada laki-laki bertubuh tinggi dibandingkan dirinya itu.

"Tuhanku, atau Tuhanmu?" tanya gadis itu, membuat Jaffres bungkam. Merenungi realita bahwa mereka berada di garis Tuhan yang berbeda. Sedikit kemungkinan mereka akan bersama jika tidak ada yang mengalah untuk mengikuti kepercayaan diantara mereka, itu yang Aghiella pikirkan saat ini.

"Apapun itu, aku hanya akan tetap menyukaimu!" ucap Jaffres merendahkan intonasi.

"Seberengsek apapun aku, tidak akan ku rebut kamu, dari Tuhanmu," sambungnya. Menangkup kedua pipi gadis itu, menyeka aliran bulir yang entah itu air matanya atau hujan yang hanya sekedar lewat.

Bahagia Untuk Jaffress [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang