46. Him Departure

70 8 15
                                    

~Sekuat apapun kamu bertahan untuknya, jika semesta tak mengizinkan. Maka jalan yang terbaik hanyalah perpisahan.~

🦋🦋🦋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

Gadis itu meringkuk, menenggelamkan kepalanya dalam lipatan tangan yang terbentang di meja. Seluruh dunianya seakan kosong, sepi, sunyi, walaupun ia berada di tengah hiruk-pikuk keramaian dunia. Apalagi isi-isi di kelasnya lumayan berisik dengan suara-suara nyaring dari ponsel anak laki-laki yang bermain game, suara jeritan cewek-cewek yang emosi akibat gangguan dari anak laki-laki yang jahil.

Percuma, sebising apapun suara di sekitarnya, hanya akan terdengar samar akibat serangan berbagai isi di kepalanya. Ia hanya berpikir, ' kapan jam pulang akan tiba?'

Aghiella mendengus, duduk tegap dengan mata memicing menatap angka-angka yang dilalui jarum jam di ujung dinding sana. Masih ada beberapa menit lagi untuk pulang. Masih lama, sekitaran dua puluh menit lagi.

"Ck! Lama banget, sih?!" dumelnya dengan lirih, bahkan tidak ada yang bisa mendengar ocehannya.

Ia kembali meringkuk, memikirkan kejadian yang terjadi beberapa hari yang lalu. Kejadian yang mungkin tidak akan pernah ia lupakan. Kejadian pahit, yang membentuk skenario buruk dalam hidupnya dalam waktu bersamaan.

---

"Jaff, ku mohon bertahanlah!" lirihnya seraya melangkah cepat. Mengikuti laju bangsal yang didorong oleh beberapa perawat menuju ruang UGD.

Bangsal yang terdapat tubuh tak berdaya Jaffres di atasnya, didorong laju oleh tiga orang perawat melewati lorong rumah sakit pada siang itu. Aghiella ikut membuntuti dengan tangis yang tak dapat lagi ia hitung sudah ke berapa kali.

Ia menatap nanar wajah Jaffres yang terpejam dengan tenang, meski Aghiella tau anak itu menahan luka yang teramat sangat. Tubuhnya masih penuh darah, walau tak sebanyak awal lagi. Ia tak mau melepaskan genggaman tangan Jaffres, ia ingin ikut merasakan luka yang dirasakan anak laki-laki itu.

Jaffres tak membalas genggamannya, matanya tertutup rapat. Namun, Aghiella yakin, Jaffres masih bernapas.

Aghiella tercekat kala seorang perawat menahan dirinya. "Maaf, mba. Mbanya tunggu di luar saja," ujar suster itu.

"Enggak, Sus! Saya harus masuk, saya harus melihat dan memastikan kalau Jaffres baik-baik saja!"

Suster dengan nametag bertuliskan Rahma itu tetap mencegatnya. Aghiella tidak mau, ia hanya mau Jaffres, ia hanya ingin memastikan Jaffres baik-baik saja.

"Akan kami pastikan dia baik-baik saja, tapi saya mohon, anda tunggu di luar dulu, agar kami dapat menyelamatkan dia dengan segera!" paksa suster tersebut.

Aghiella terdiam mematung, ia mengangguk mengikuti perkataan suster tersebut. Walau dengan berat hati ia meninggalkan Jaffres yang dibawa masuk ke dalam ruangan sana, dengan pintu yang perlahan ditutup oleh suster tersebut. Demi Jaffres, demi keselamatan anak itu.

Bahagia Untuk Jaffress [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang