9. Cerita dan Hujan

64 13 7
                                    

~layaknya bermain hujan, bersamamu awalnya aku senang, kemudian aku sakit.~

🦋🦋🦋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋🦋🦋

Langit kelabu kian meneduh, kala ia meruntuhkan sisi sesalnya menurunkan rintik semakin lebat. Membasahi seisi kota Jakarta, menyaksikan kelu dua manusia berpaut di bawah naungan hujannya.

Gadis itu tercenung, telinganya masih bisa menangkap suara guyuran hujan yang lebat. Namun, ia tidak lagi merasakan basahnya air hujan menimpa dirinya.

Ia terkesiap, melihat ke atas, sebuah payung hitam melindungi dirinya dari guyuran hujan. Sebuah payung dengan seseorang berpostur tinggi dengan setelan serba hitam itu, sedang berdiri tegak menatap hangat pada dirinya. Seseorang yang sengaja kehujanan demi melindungi gadis itu dari lebatnya hujan.

"Memangnya siapa, yang berziarah ke makam saat hujan tiba?" Suara berat laki-laki itu menyadarkan Aghiella, kalau ia sedang tidak bermimpi.

"Lo?" Matanya menatap intens netra laki-laki bermanik legam itu. Jaffres merendahkan payungnya, meneduhkan tubuhnya yang tinggi dan tubuh gadis yang hanya sebatas dagunya itu.

"Lo ngapain di sini?" Tak diduga, laki-laki itu bisa ada di tempat yang sama dengannya. Di tempat terakhir setiap manusia menjalani hidupnya.

"Aku berkunjung ke rumah bunda, lalu aku melihatmu, di sini. Di tempat yang membuat ku bertanya-tanya, kenapa kamu juga bisa berada di sini?" kata Jaffres menatap teduh wajah Aghiella yang mulai memucat.

"Bunda?" Kening Aghiella menekuk.

Jaffres tersenyum hangat, membiarkan bulir hujan mengalir tetes demi tetes melewati kulitnya.
"Iya, bunda ku sudah lama pulang."

Wajah Aghiella merenung, tersadar dirinya, di balik senyuman tulus Jaffres saat ini, menyimpan seraut rasa rindu yang persis dengan dirinya, merindukan sosok bidadari yang seharusnya masih bisa memeluk dan menjaga dirinya.

Aghiella tercenung, menatap nanar gundukan tanah makam sang ibu, yang telah tersandar beberapa tahun yang lalu.
"Aku juga sudah kehilangan seorang ibu, Jaffres," ucap Aghiella, bibirnya gemetar. Ia larut, membiarkan Jaffres mendekap dirinya di bawah naungan hujan. Ia juga tidak apa, merubah tiap katanya menjadi lebih formal seperti yang dilakukan Jaffres pada dirinya.

"Rumah ibu kita berbeda, juga Tuhan yang mereka temui di sana." Jaffres mengusap puncak kepala gadis itu.

Aghiella mengangkat pandangannya, matanya sendu menatap manik legam Jaffres.
"Tuhan? Beda? Maksudnya?"

"Ketika kamu menengadahkan tanganmu, maka aku menggenggam tanganku," jelas Jaffres.

"Oh ..." Aghiella terdiam, menyadari semua yang di miliki Jaffres dengannya itu berbeda. Tuhan mereka berbeda.

"Hey! Ngapain di sini? Aroma Vanilla mu hilang," tutur Jaffres terkekeh, mencairkan suasana yang sempat semu.

"Tunggu!"

Bahagia Untuk Jaffress [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang