~happy reading~
Setelah kejadian di kantor polisi tadi Aghni sudah sampai di rumah beberapa menit lalu, kini Aghni duduk di ruang tamu berhadapan langsung dengan Ayah Putra dan Bunda Anita.
Ayah Putra menatap tajam Aghni ada rasa kecewa kepada dirinya sendiri karna telah gagal mendidik anak satu-satunya.
Karna terus mendapat tatapan dari Ayah Putra Aghni membuka suara. "Maafin Aghni Yah" Aghni merasa bersalah kepada Ayah dan Bundanya.
"Sudah tau kesalahan kamu" tanya Ayah Putra dengan suara dingin, hati Aghni sakit mendengar ucapan Ayahnya yang tidak seperti biasanya lemah lembut dan penuh kasih sayang.
"Tapi itu semua bukan sepenuhnya salah Aghni Yah, Aghni gak suka di bentak mangkanya Aghni tampar pipi Mitha" bela Aghni karna tidak sepenuhnya salah dirinya.
"Apa Ayah dan Bunda mengajarkan kamu untuk main tangan kepada orang lain" Aghni hanya diam tanpa menjawab.
"JAWAB AGHNI" Bunda Anita mengelus lengan Ayah Putra agar bisa sedikit lebih tenang.
Tak terasa air mata jatuh begituh saja di pipi Aghni mendengar bentakan Ayahnya. "Enggak" jawab Aghni dengan suara bergetar menahan tangis.
"Aghni sayang, seharusnya Aghni gak boleh main tangan sama orang lain kan bisa di bicarain baik-baik" nasihat Bunda Anita untuk Aghni.
"Maaf Bunda"
Aghni memang bisa bela diri tapi Ayah dan Bundanya sudah mewanti-wanti agar Aghni tidak menyalah gunakan kemampuannya untuk memukuli orang. Kemampuan bela dirinya boleh digunakan ketika Aghni merasa dalam bahaya.
Aghni pun sudah berjanji tidak akan menyalah gunakan kemampuan bela dirinya. Tapi semua itu Aghni langgar karna si nenek lampir Mitha yang berani membentaknya, karna Aghni paling tidak suka yang namanya di bentak oleh orang lain jadinya Aghni kelepasan main tangan.
"Hiks hiks... Ayah jangan bentak Aghni" pecah sudah tangis yang berusaha Aghni tahan dari tadi.
"Maafkan Ayah ya sayang" itu bukan suara Ayah Putra melainkan suara Bunda Anita, Bunda Anita tau sejak kecil Aghni paling tidak suka dibentak ketika di bentak akan berujung seperti ini main tangan atau malah menangis.
"Ayah kecewa sama kamu Aghni" menjeda ucapannya. "Ayah sudah memutuskan untuk memasukkan kamu ke pesantren teman Ayah" lanjut Ayah Putra menatap wajah Putrinya yang sudah di penuhi dengan air mata.
"Enggak, Aghni gak mau Yah" Aghni menggeleng menolak keras ucapan Ayah Putra.
"Ayah tidak menerima penolakan, besok kamu akan Ayah antarkan ke pesantren" final Ayah putra.
Aghni hanya pasrah jika Ayahnya sudah mengatakan begitu, mau nolak pun tidak akan bisa.
"Aghni ke kamar dulu" Aghni langsung pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari kedua orang tuanya.
"Apa ini tidak terlalu cepat Yah" tanya Bunda Anita kepada Ayah Putra.
"Ini yang terbaik untuk anak kita, insyaallah Aghni bisa berubah dengan bimbingan Rama di sana"
"Amin semoga aja Aghni di sana bisa menjadi orang yang lebih baik lagi" doa Bunda Anita untuk Aghni.
Di kamar Aghni menatap kosong langit-langit kamar pikirannya terus mengingat omongan Ayahnya untuk ia masuk ke pesantren. Aghni tidak mau untuk berjauhan dengan kedua orang tuanya dan pasti di sana ia tidak bisa melakukan hal yang biasa ia lakukan seperti balapan, nongkrong, dll.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGHNIA [End]
Teen FictionHARAP SEBELUM BACA FOLLOW AKUNNYA TERLEBIH DAHULU🚫 "Gus mau jadi pacar Aghni gak" "Kalo sama gus boleh dong, kalo gak boleh juga gpp Aghni sama gus Zafar aja" "Jangan dekat-dekat dengan mas Zafar" setelah mengatakan itu gus Rama pergi meninggalka...