39. sakit.

9 18 0
                                    

"Mungkin ini akhir dari semua cerita"





"Akh" Arsya meringis ketika Rendi memukuli dirinya.

"Rasain! " ucapnya.

Bercak darah memenuhi pohon itu. Ketika Rendi yakin Arsya tidak akan melawan. Rendi menyuruh pengawalnya untuk membuka ikatan.

"Lo harus tau! Rasanya jadi buronan itu gak enak! Lo laporin gue ke polisi dan setiap hari gue harus hidup dengan rasa ketakutan!" Rendi memukul rahang Arsya.

"Itu semua salah lo, lo duluan yang mulai! " ucap Arsya tak Terima.

Rendi menunjukkan sebilah pisau, dia mengarahkan itu tepat di bawah kepala Arsya. Arsya sedikit mendongak hingga matanya menatap tajam Rendi. Dalam hatinya, orang ini harus musnah.

"Sekarang lo harus rasain apa yang gue rasa! Lo harus tau rasa takut yang gue rasa!"

"Gue sama sekali gak takut!" ucap Arsya lantang.

Rendi semakin marah mendengar ucapan Arsya. Dia memukul Arsya berkali kali, banyak bekas biru tercetak ditubuh Arsya.

"Lo takut karena lo tau lo salah!" sambung Arsya.

"DIAM!" Rendi bagai orang kesetanan terus memukuli Arsya.

Arsya menerima pukulan itu. Jujur saja, bahkan dia sudah tidak sanggup lagi untuk mengangkat tangannya. Dia tidak bisa merasakan apapun selain luka lembam dan juga darah yang mengalir melewati bibirnya.

Satu jam berlalu, seorang pemuda menghampiri Rendi.

"Bos! Polisi bos!" ucapnya.

"Sial!" Rendi menendang Arsya hingga dia tersungkur. "Ini yang gue tunggu-tunggu! " Rendi mencabut satu kuku di jari Arsya.

Arsya teriak tidak sanggup menahan rasa sakitnya. Bahkan ibu jarinya sudah mengeluarkan darah segar akibat kukunya yang di tarik paksa.

Rendi tertawa senang. "Tangan lo yang busuk ini pernah mukuli gue kan." Rendi ingin mencabut satu kuku lagi.

"Bos," pengawal Rendi mulai ketakutan saat suara sirine polisi mulai terdengar.

Rendi berdecak kesal. Dia jadi tidak bisa bermain dengan Arsya lagi. Kenapa polisi malah patroli? Tapi ini kan tempat sepi, ataukah ada yang melaporkan ulahnya. "Kalian! Ikat kaki dan tangannya lalu buang dia ke sungai" perintah Rendi.


Pengawal Rendi mengangguk, mereka bergegas mengikat kaki dan tangan Arsya. Tanpa rasa kasihan mereka membuang Arsya.

"Bagus" ucap Rendi.

Tubuh Arsya dengan cepat terseret arus. Rendi tersenyum senang karena aliran sungai ini tidak jauh lagi akan menuju laut. Dan Rendi cukup yakin Arsya tidak bisa menyelamatkan diri. Dia sempat mendengar bunyi retakkan tulang saat dia menghabisi Arsya. Mungkin tangan kiri dan kaki kanannya patah.

Mereka semua bergegas pergi setelah selesai mengurus TKP dan yakin bahwa tidak ada barang atau apapun yang bisa menjadi bukti.

~~~~~~~~~~

Dingin...

Sangat dingin...

Arsya memejamkan matanya. Air yang dingin itu terasa menusuk tubuhnya. Namun, perlahan lahan rasa sakit itu hilang bercampur dengan dinginnya air. Arsya merasa terbang di atas awan ketika arus membawa dirinya.

Dia tidak bisa menggerakkan kaki dan tangannya. Jujur saja, walau kaki dan tangannya tidak di ikat, dia yakin, dia tak mungkin bisa menggerakkannya.

Ini akhir hidup gue? Haha arsya, gak nyangka ya hidup lo berakhir di sungai. Gak apa apa kali ya? Dingin juga.

Perlahan Arsya membuka matanya. Hanya terlihat langit yang gelap dari sana. Arus terus membawa dirinya, entah itu kemana. Arsya bagaikan kayu yang terombang ambing. Beberapa kali tubuhnya terbentur batu yang ada disana.

Entah kenapa, dia tidak merasakan sakit. Mungkin karena sudah terbiasa? Arsya tersenyum.

Ma, tunggu Arsya ya.

~selesai~

Don't forget to like and coment

Huhuhu..... Akhirnya selesai juga cerita ini....

Legaaaaaaaaaa...


Makasih buat yang udah baca sampai sekarang:v



Takdir





TAKDIR: Don't left me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang