Wina pukul 11 malam.
Bandara Wina cukup padat oleh orang-orang yang berpergian untuk natal. Saat sampai salju mulai turun dan mereka mengatakan jika ini adalah salju pertama di bulan Desember.
"Aku akan mencari mantel, tolong tetaplah di sini" kata Riko lalu berlari untuk mencari mantel yang lebih tebal. Mereka benar-benar pergi tanpa persiapan sehingga kurang dalam peralatan menghadapi musim ini.
Arin hanya memeluk tubuhnya yang berusaha menghalau rasa dingin yang cukup menusuk.
"Evans, aku akan segera menemuimu"
Riko berlari sambil membawa sebuah mantel tebal. Entah darimana dia mendapatkannya.
"Kita harus segera mencari penginapan"
Katanya, mereka langsung saja mencari taksi.Riko saat itu tidak menemukan mantel untuk dirinya sendiri karena dia mengkhawatirkan Arin. Tapi dia tidak berpikir banyak hanya fokus pada keadaan saat ini.
Riko menelpon seseorang berkali-kali, tapi tak ada satupun dari telpon ini yang di angkat.
"Apa kamu menelepon Evans?"
"Satria, dia yang mengerti posisi Evans karena selalu bersama pria itu"
"Tapi lebih baik Anda beristirahat sekarang"
Mereka akhirnya menuju salah satu hotel dan menginap di sana. Matanya sama sekali tak bisa terpejam karena terlalu bersemangat. Riko ada di kamar sebelah sehingga akan mudah jika butuh pria itu.
Hanya tinggal menunggu waktu, ia akan segera bertemu Evans. Hingga akhirnya saat pagi datang Arin sudah bersiap untuk pergi menemui Evans, dengan bentuk terbaiknya ia mengetuk pintu kamar Riko.
"Setidaknya kita harus sarapan terlebih dahulu ma'am" katanya sambil mengucek mata, Riko terlihat lelah tapi berusaha untuk bangun.
Mereka hanya sarapan sebentar sebelum memanaskan mobil dan berangkat.
"Apa kamu berhasil meneleponnya?"
"Belum, aku harap Satria tidak kehilangan handphone nya."
Riko menyuruh Arin untuk duduk di kursi belakang, dan dia berlagak seperti seorang supir yang profesional.
"Tapi kamu tau kan di mana dia?"
"Tentu saja, dia ada di hotel dekat dengan perbatasan Salzburg"
"Ma'am tolong gunakan sabuk pengaman" Sekilas ia melihat Arin masih duduk dengan keamanan belum terjaga.
Arin tersenyum, pria ini perhatian seperti keluarganya. Salzburg seharusnya itu tidak terlalu jauh. Dia akan sedikit bersantai menunggu perjalanan ini.
Wina adalah tempat yang indah, salju saat itu juga sedang turun membuat keindahan itu bertambah lebih lagi.
Mereka mulai memasuki daerah hutan dan pegunungan, karena Austria memang memiliki jalur yang di penuhi oleh bukit dan hutan.Ia akan memberikan kejutan pria itu. Arin sedang menunggu bagaimana reaksi Evans saat melihatnya.
"Jalanan terlihat sepi" Gumam Riko sambil terus berusaha berkendara dengan baik.
Mereka sudah masuk ke hutan cukup jauh, salju masih terus menumpuk seperti kapas yang basah. Mereka akan menjebak dan juga licin, ia benar-benar berusaha agar mobil ini berjalan stabil walaupun ia merasa setirnya mulai sedikit sulit di kendalikan.
"Apa dokter memperbolehkan wanita dengan asma datang ke negara dengan cuaca seperti ini?" Keluhnya, antara khawatir dan tetap tidak merasa jika yang Arin lakukan benar.
"Buktinya aku di sini, lagipula aku sudah sering ke negara dengan cuaca ekstrim, bahkan Evans mengajakku bermain ski"
"Apa pernafasan anda baik-baik saja nanti? Evans pasti akan mengamuk jika tau aku memperbolehkanmu" dia masih bergumam di kalimat terakhir.
"Apa? Aku dengar kau berbisik"
Riko sedikit menoleh ke belakang sambil berkata
"Tidak, aku hanya bilang-""RIKO!!!"
Sebuah rusa musim dingin melintas, berlari melewati jalan saat mobil mereka mendekat, Riko spontan membanting stir membuat mobil mereka tergelincir dan keluar dari jalan.
Jalanan sampai berasap begitu juga mobil mereka. Rangkaian mesin itu menabrak pohon cukup keras, sampai membuat kap mobilnya terbuka dan mengeluarkan asap.Suara benturan keras memang terdengar tapi, hanya mereka yang bisa mendengarnya.
Riko langsung tak sadarkan diri setelah membentur setir dengan kencang. Padahal ia mengenakan sabuk pengaman, itu hanya mengurangi sedikit dari keadaan yang lebih buruk.
•••
Kota tua Salzburg.
Di tempat yang hangat juga nyaman. Mereka telah menyelesaikan obrolan tentang bisnis paman Evans. Ia duduk sambil menonton telivisi, menatap kosong berita ramalan cuaca hari itu.
Badai salju yang membuat seluruh jalanan harus di tutup, memangnya Evans perduli. Ia akan pergi dalam dua Minggu dan saat itu seluruh salju pasti sudah di bersihkan dari jalan.
Ini musim salju pertama, wajar saja jika turunnya akan lebat.Andaikan Arin ada di sampingnya, mungkin ia akan lebih senang, rasanya sudah tidak tahan untuk segera pulang. Semoga Arin tidak lupa jika punya suami sepertinya.
Orang-orang juga hari itu pasti sedang bersembunyi di balik selimut atau menyantap sup yang hangat.
Suasana natal cukup kental mengingat Desember ini adalah hari perayaan mereka."Evans, ma'am Arin ada di sini. Di Mina"
"Apa? Kenapa bisa? Siapa yang memberi tau?"
"Riko tidak bisa menjelaskannya, tapi pria itu mengatakan sedang dalam perjalanan menuju kemari"
Satria menyadari jika handphonenya penuh dengan notifikasi dan telpon tak terjawab dari Riko. Sayang sekali ia lupa mengaktifkan kembali ke mode pemberitahuan.
Evans berdiri sambil menatap Satria.
"Arin akan kemari?"
"Kemungkinan"
"Katakan pada Riko, dia harus membawa Arin pulang" Ia memerintah dengan raut serius.
"Tidak di angkat, handphone nya malah mati sekarang"
Evans menghela nafas.
"Cepat hubungi lagi"Pria itu berkacak pinggang, melihat ke arah telivisi yang selesai memberikan kabar tentang cuaca yang buruk. Apakah Arin akan baik-baik saja.
"Percuma, tidak di angkat handphone-nya tak aktif "
Ia menatap ke arah jendela luar. Salju memang turun cukup lebat, ia menjadi khawatir karena ini.
"Terus hubungi dia" Evans lantas keluar dari ruangan dan berjalan menyusuri lorong menuju sebuah ruangan.
"Kapan salju akan berhenti?" Tanyanya pada seorang staff pejabat negara.
"Tuan? Sa, salju? Ini salju pertama, mungkin besok baru selesai"
"Aku tidak mau tau, cepat buka jalan sebelum malam" katanya sambil berjalan pergi.
"Ta, tapi ... Ini bukan keputusan kami. Tuan? Tuann?!" Dia pria yang terlihat sedikit kutu buku, menatap bingung.
"Apa kamu berhasil menghubunginya?"
"Tidak, handphone-nya benar-benar mati"
Evans duduk dengan cemas. Apa yang harus ia lakukan saat begini.
"Aku akan menghampirinya" Evans meraih mantel di kepala sofa.
"Evans, di luar salju sangat lebat. Mereka pasti tahu harus berlindung" Cegah Satria karena tahu itu hal yang amat berbahaya.
"Bagaimana jika mereka terjebak?" Secepat itu juga Evans membalas lantas menampik tangan Satria dan berjalan pergi.
"Oh, apa dia pikir bisa pergi" Gumam Satria sambil melangkah mengikuti Evans.
Terkadang tuan nya itu sangat nekat jika sudah berhubungan dengan istrinya. Bahkan membahayakan dirinya sendiri dengan tidak bersikap tenang..
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
On Business 21+ [ Arin & Evans ]
RomanceAdult (21+)🔥🔥🔥 Warning not for minors Pernikahan karena bisnis apakah dia juga harus menahan gairah? Sesuatu yang terdengar seperti hasrat dan penuh cinta. Evans le Guillox adalah pemenang hati yang sesungguhnya.