Bab 42

289 26 5
                                    

Deburan ombak terdengar sangat indah, mentari yang akan terbenam begitu cantik dengan warna jingganya.

Yang hadir bukan berarti takdir, Aku tak tau seperti apa hari esok bahkan menit berikutnya pun Aku tak tau akan seperti apa dan bagaimana.

Aku sakit, Aku takut tidak bisa menemani hari-harimu lagi.
Kakiku kini tidak bisa lagi menyeimbangi langkahmu, tubuhku tak lagi bisa beriringan denganmu..

Setiap saat Aku melihat cahaya indah datang menghampiriku.
Aku bertanya, Apa ini Akhirku?
Cahaya itu hilang, dan Aku melihat kamu di sampingku.

"Kenapa kamu panik, Mas?" Ada apa dengan Haidar, kenapa dia menangis.

Ahh, Aku bingung..

Kita memang sedang bulan madu di daerah pantai, setelah tadi jalan-jalan sore kita langsung pulang dan istirahat tapi kenapa dia berteriak-teriak dan menangis.

Tak lama ada tenaga medis dan petugas hotel tempat kami menginap.

"Kenapa Haidar memanggil dokter? Aku kan sehat, bahkan Aku menatapnya dengan jelas."

Aku penasaran mengikuti arah yang terus saja membuat Haidar menangis, hatiku sakit melihatnya seperti itu.

Dia laki-laki yang tidak aku sangka, perjalanan cinta kami sangat rumit sampai pada titik sah ini.

Deg..

Mataku membulat, aku menatap tubuhku sendiri.

Kenapa tubuhku ada dua?

Siapa wanita yang pucat di tempat tidur itu?

Kenapa wajahnya sangat pucat, kenapa dokter itu menutup seluruh tubuhnya dan Haidar yang langsung tak sadarkan diri.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

Aku berlari, Aku ingin bertanya tapi mereka semua tak mendengarkan Aku.

hap...

hap..

Tanganku tak bisa menggapai tubuh suamiku.

Ada apa ini, apa yang sebenarnya terjadi.

Kenapa aku tidak bisa memeluk Haidar, kenapa?

Kenapa Aku baru sadar, kalau aku bisa berjalan. Bukankah Aku lumpuh?.

***

Haidar diam membisu tanpa sepatah katapun, dia kembali ke jakarta dengan tubuh kaku Syera.

Tak pernah dia bayangkan bulan madu pertama dirinya dan Syera akan menjadi bulan madu ke akhir.

Kenapa dia tidak bisa merasakan firasat akan di tinggalkan Syera dalam waktu cepat ini.

drtt

drttt..

Hpnya terus saja berdering.

Bunda!

Air mata Haidar turun begitu saja saat melihat siapa yang menelponnya, dia butuh pelukan.

Haidar mengusap air matanya sebelum mengangkat telpon sang Bunda.

"Assalamu'alaikum Sayang."

"Walaikumsalam Bunda." sahutnya serak.

"Bunda dan Ayah segera terbang ke Jakarta, yang tabah ya Sayang." Ira ikut menjatuhkan air matanya.

"Iya Bunda, Syera udah sembuh. Dia gak lagi kesakitan sekarang."

"Hemmm, Ayah dan Bunda segera berangkat, Kabarin kalau kamu juga sudah sampai.'

" Iya Bunda.".

"Assalamu'alaikum"

Hai, Jodoh!! (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang