00||25

8.4K 521 91
                                    

PART 25

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PART 25

Musuh Bebuyutan Marvenus

•••

"Tunggu dulu." Mereka langsung menoleh pada Argo, menatap cowok itu penuh tanda tanya.

"Kenapa?" Arshan bertanya, mewakili yang lain.

"Bisa nggak kalau kita makannya di cafe matahari." Sontak permintaam Argo membuat mereka memicing ke arahnya.

"Tumben banget Lo request tempat, biasanya ngikut aja," kata Tirta, dibenarkan oleh mereka.

"Jangan-jangan Lo lagi ngincar seseorang," tebak Lintang, sialnya malah membuat sang empu salah tingkah.

  Argo mengalihkan pandangnya kesembarang arah saat Lintang, dan yang lain menatapnya dengan tatapan jahil.

"Sok tau Lo, gue cuma mau mastiin sesuatu," elaknya.

"Tapi kok, Lo malah salah tingkah gitu sih," sahut Gajendra, membuat Argo mengumpat dalam hati.

"Jangan-jangan tudingan gue bener." Lagi-lagi Lintang menatapnya dengan tatapan menyelidik.

"Lo ngomong lagi, gue bogem." Ancaman Argo seketika membuat Lintang langsung kicep, tak berani berkutik.

"Oiyya, bukannya tadi Lo mau angkat barang sebelum pergi?" Tanya Argo, berusaha mengalihkan saat yang lain masih menatapnya curiga.

"Nanti aja kalau kita udah pulang, sekalian Lo semua nginep dulu di sini semalam," ucap Arshan.

"Semalam aja nih? Nggak boleh ngontrak sebulan atau setahun?"

"Yee si monyet!" Seru mereka, di balas tatapan mendelik oleh Lintang.

"Jadi nggak sih berangkatnya?" Lagi-lagi Athaya menengahi, menunggu sahabat-sahabat Arshan terus mengoceh tak akan ada habisnya.

"Bentar, cafe matahari yang Lo maksud di jalan pelangi atau yang dekat mall?" Tanya Fagan pada Argo, sebelum mereka benar-benar berangkat.

"Jalan pelangi yang pas mau kepuncak itu ya?" Athaya ikut bertanya mendengar cafe yang viral itu, pasalnya ia tak terlalu tau mengenai cafe di tempat tersebut.

"Iyya," jawab Fagan.

"Jadi cafe yang Lo maksud yang mana, Go?" Lanjut Fagan menoleh pada Argo.

"Udah pasti lah di dekat mall, yakali kita pergi ke jalan pelangi, bisa mati kelaparan yang ada," sela Lintang.

"Iyya juga sih, lagian cafenya satu cabang, nggak ada bedanya lah," sambung Vernan, menimpali ucapan si monyet.

"Ada, makanya gue mau ke cafe yang di jalan pelangi."

  Mereka sontak memekik, hellow, pergi ke cafe dekat puncak itu butuh waktu satu jam! Bagaimana mungkin pergi ke sana dengan perut kelaparan, yang ada mati tengah jalan.

Arshan Gentala [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang