E

3 0 0
                                    

Usai pleno PKD, Ghina termenung di ruang seleksi wawancara dekat dapur, merasakan bimbang , sedih dan kecewa, karena semua tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, rencananya hancur sesaat kala mendengar informasi jatuhnya tanggal pelantikan PKD bentrok dengan acara ziarah, Keduanya sesama krusial untuk dihadiri, karena merupakan keputusan mutlak dan tidak bisa diganggu gugat, jiwa pesimis Ghina mulai meronta dan semangatnya telah dipatahkan lagi.

Perihal rencana ziarah sudah digemborkan sebulan yang lalu, sedangkan acara pelantikan merupakan keputusan mendadak yang merobohkan beberapa niat, tapi Ghina tidak bisa berkutik, harus selalu mematuhi, ia hanya bisa pasrah dengan menahan buliran air mata yang perlahan berjatuhan, sesekali menghubungi dan meminta pendapat temannya via chat, menangis tersedu dalam kesunyian, menyeka air matanya dan merutuki nasib mirisnya yang rapuh dengan keadaan. Padahal acara ziarah merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu, memberi kesempatan untuk menghirup ruang, melepas penat dan merefresh sejenak, kabar serba mendadak bagaikan sambaran kilat, meruntuhkan kepingan semangat merobohkan segelintir tekad.

Untuk kali ini mustahil jika Ghina mendapatkan izin, apalagi melihat tanggapan Bu Rere, sudah dipastikan perlakuannya akan berubah sinis, terlebih sangat kontra dengan semua alibi Ghina.

Hampir setengah jam ia merenung dan menyelami tangis, hingga akhirnya memberanikan diri untuk meminta izin kepada Pak Farhan karena tidak bisa mengikuti pelantikan, semoga pintanya kali ini dapat diacc dan diberi toleransi,  bismillah dibarengi dengan lahaula lalu perlahan ia mulai melangkahkan kaki untuk menemui Pak Farhan.

ALIANSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang