N

4 0 0
                                    

Setelah membaca do'a safar bersama lalu kami memasuki bus rombongan masing-masing.

Bus nya cukup luas dan nyaman, terlihat dengan tersedianya fasilitas wifi, AC, televisi, tong sampah dan bantal kecil di setiap jok kursi sebagai pelengkap.

Ghina, Laili dan Zilfa menduduki no kursi berurutan 21, 22 dan 23, sedangkan Mey dan Deena menduduki no 24 dan 25 yang berada di seberangnya mereka.

"Teh Ghin, aku di pojok ya dekat kaca jendela." ucap Zilfa beringsut duduk.

"Teh Ghina ditengah aja ya, soalnya aku mau di pinggir," tukas Laili. 

"Iya sok atur aja, aku mah no problem, nanti tolong bukain aja ya Zil gorden nya! " titah Ghina.

"Ok teh, sekalian aku nyalain Ac nya juga ya," balas Zilfa.

"bus nya nyaman ya teh," ucap Laili mengedarkan pandandangan kesekelilingnya.

"Iya fasilitasnya lengkap, bersih lagi, kalian nanti jangan nyampah ya! Kasian sama petugasnya," ucap Ghina mengingatkan.

"Iya siap, teh Ghina bawa fresh care gak?" tanya Laili.

"Gak Lail, coba tanyain Zilfa,"

"Zil, bawa freshcare?" tanya Laili.

"Ada juga kayu putih, mau?" jawab Zilfa menawarkan.

"Yaudah, gapapa Zil," ucap Laili seraya mengambil minyak hangat tersebut.

"Oh iya kamu bawa power bank gak? Soalnya semalam aku lupa charger," tanya Zilfa.

"Ada Zil, mau dipake sekarang atau nanti?" balas Laili.

"Nanti deh, tanggung nyisa 40% lagi,"

"Oh iya teh, untuk dapat izin ngambil cuti atau gimana?" tanya Laili penasaran.

"Bukan cuti sih tapi mencoba ngomong baik-baik aja ke ketua nya, terus Alhamdulillah diberikan izin, kalo kamu ujian praktik gimana Lail, lancar?" Ucap Ghina kembali menanyakan.

"Oh, sedikit kendala sih teh karena olahraga itu kan pergrup, kelompok aku susah buat diajak latihan, mana koreografinya ngasal gitu, tapi alhamdulillah sekarang udah beres, tinggal satu mapel lagi, do'ain ya teh, kali ini  lancar mulus dapet nilai diatas KKM," tutur Laili penuh harap.

"Amiin ... amiin, siap pasti dong, do'a baik selalu menyertai," balas Ghina seraya tersenyum menutup obrolan.

Mereka menikmati perjalanan dengan bercengkrama, ngemil, mendengarkan playlist lagu sholawat, memainkan handphone, dan memotren random suasana mobil, sedangkan di seberang sana juga Deena dan Mey  asik berbagi makanan, foto selfie, mengobrol dan menceritakan keluh kesah perihal hubungan asmaranya mereka masing-masing.

Di kala tengah menikmati keseruan perjalanan, lalu ada seseorang yang ingin menimbrung.

"Wih asik nih kalo ngobrol bareng, ikutan dong!" ucapnya seraya tersenyum, kemudian melanjutkan lagi pertanyaan "lagi ngobrolin apa sih?" tanyanya sksd.

"Biasa cewe mah ribet, hehe..." tukas Zilfa.

"Paling juga tentang skincare, fashion atau percintaan ya, hubungan Zilfa bukan?" ucapnya sedikit bercanda.

"Apa sih a? Nyambung aja, kek kabel," balas Zilfa sedikit mengerucutkan bibir.

"Iya lah, kabel wifi dong, biar koneksinya kenceng, gak lemot," balasnya seraya terkekeh.

Laki-laki tersebut tengah duduk di jajaran depan bangku Ghina, usianya diperkirakan terpaut empat tahun dengan Ghina, awalnya tempat  duduk santri putra itu berada di jok belakang, tapi ia dan dua santri lainnya sesekali  pindah ke bangku depan untuk menemani dan mengasuh cucu K.H Marzuq Amin. Sebenarnya lelaki tersebut satu pengajian dengan Ghina, selama empat tahun lamanya Ghina tidak terlalu begitu kenal dan akrab dengannya, mengingat sudah dipisahnya tempat ngaji antara laki-laki dan perempuan, tapi ketika sholat berjama'ah mereka masih dalam satu majlis, yang ia tahu sosok tersebut seringkali menggunakan peci tinggi model mahdit dengan perawakannya juga yang tinggi, tak heran jika dulu Ghina melabeli ia dengan "Aa-aa berpeci tinggi" tanpa tahu siapa namanya, dan mengenal karakternya.

Setelah Ghina mengetahui namanya dari Zilfa, ia sontak mengangguk dan membayangkan peci mahdit yang ada talinya di tengah itu. Ternyata lelaki yang berperawakkan tinggi dan sering menggunakan peci tinggi itu namanya a Kenzha, ia cukup ramah, hangat, kepedean dan sedikit humoris.

"Zilfa, Zaidan gimana nih kabarnya?" tanya a Kenzha meledek Zilfa.

"Tau ah males, ujung-ujungnya pasti kesitu, aa bawa kamera gak? Nanti fotoin kita ya!" tanya Zilfa mengalihkan pembicaraan.

"Bawa dong, benda pusaka itu gak akan ketinggalan, ok, tapi nanti bayar ya, aa mah baik, gapapa kalo sama Zilfa sekali jepret dua puluh ribu," balas a Kenzha bercanda.

"Dih curang, ya gak bisa gitu lah, pokoknya aku mau gratis, hehe..." balas Zilfa nyengir.

"Kameranya merk apa a? Aku ada kamera rusak di rumah, di aa bisa service gak?" tanya Laili menimbrung obrolan kami.

"Canon 90D, boleh ... nanti aa coba lihat dulu kerusakannya dimana ya," balas a Kenzha seraya mengeluarkan kamera.

"Ouh Canon ya? Kalo aku Sony, jadi lensanya itu buram a, udah lama jarang dipake, terakhir dipinjam sama temanku," jelas Laili.

"Wah sayang tuh, disimpan terus, sesekali kalo hangout bawa kameranya Lail, kalo lensanya buram itu biasanya banyak penyebabnya sih lail, bisa dari cara pemegangannya yang kurang benar, settingan ISO yang terlalu berlebihan, atau bisa juga pas membersihkan lensanya yang kurang bersih, bisa mengendap dan menyebabkan jamur, cara pencucian nya harus benar-benar dipastikan steril, nanti coba di lap lagi aja Lail, terus keringkan." tutur a Kenzaha memberi tahu.

ALIANSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang