S

2 0 0
                                    

Keesokan harinya, Ghina sudah mengadakan janji dengan teh Rizkia, ia merupakan kakak kelasnya dulu sewaktu SMA yang hingga kini masih menjalin tali silaturahim dengan baik, tak hanya itu ternyata teh Rizkia juga merupakan saudaranya Pak Farhan, Ghina baru mengetahuinya pekan lalu, dimana ia tengah iseng memposting kegiatan Panwas, lalu teh Rizkia berkomentar dan memberi tahu bahwa Pak Farhan masih bersaudara dengannya, jadi tak heran jika Ghina meminta pendapat tentang keputusannya yang ingin resign kepada teh Rizkia yang notabene nya kenal dengan sosok Pak Farhan dan juga ia telah berpengalaman dalam dunia kerja.

Pertemuan mereka pagi hari ini di Kapolsek Cilawu, karena kebetulan teh Rizkia akan memperpanjang SKCK dan Ghina ingin mengantarkan temannya membuat SKCK.

Suasana Kapolsek Cilawu pagi ini cukup ramai, dengan berbondong-bondong para jobseeker yang ingin membuat dan memperpanjang masa berlaku SKCK, mengingat pada bulan  Mei ini merupakan akhir tahun masa pelajaran, jadi tak heran jika Kapolsek cukup membludak dan sampai mengantre.

"Teh Rizkia!" ucap Ghina melambaikan tangan.

"Hii Ghin, sini duduk," ajak teh Rizkia.

"Udah dari tadi Teh?"

"lumayan Ghin, tapi teteh belom dipanggil nih," tukasnya melihat nomor antrian.

"Antre ya Teh, dapet nomor antrian berapa teh? perasaan banyak banget ya yang mau bikin SKCK."

"Iya, teteh aja datang jam setengah dalapan dapat nomor antrian 15,  biasa Ghin akhir tahun masa pelajaran, banyak fresh graduate yang melipir ke sini, kamu antar atau mau perpanjang juga?"

"Oh, aku udah perpanjang teh bulan Januari kemarin, sekarang cuma nganterin temen doang, sekalian mau sharing cerita sama teteh, hehe..."

"Oh, boleh ... boleh, mumpung masih lama nunggu nya, hayu mau cerita apa nih?" tanya teh Rizkia antusias.

"Tentang pekerjaan, menyangkut Pak Farhan juga sih teh."

"Kenapa emang sama pekerjaan kamu? Terus terkait Mang Farhan?" tanya teh Rizkia bingung.

"Jadi Ghina tuh kurang nyaman sama pekerjaan kali ini, tapi bukan berarti Ghina ga mau bersyukur dengan apa yang didapat, tapi lebih ke peran hati Ghina yang sulit buat berada dalam posisi ini, mengenai Pak Farhan dia merupakan ketua di kantorku Teh, aku ada rencana ingin resign, tapi masih bimbang," tukas Ghina ragu.

"Gapapa share aja cerita kamu, siapa tahu aku bisa sedikit membantu."

"Makasih ya Teh sebelumnya, ok, aku sedikit cerita ya Teh sekaligus minta pendapat juga, hehe ... terus kebetulan kan Teteh merupakan saudaranya Pak Farhan, jadi sedikit lebihnya Teteh udah kenal sama sosok Pak Farhan, aku minta saran kira-kira gimana baiknya gitu, terus untuk keputusan aku ini, merupakan jalan yang terbaik bukan sih atau salah gak menurut Teteh?

"Oh gitu, sekarang aku sedikit paham, tergantung Ghin, emang alasan terbesar kamu ingin resign kenapa?"

"Ya itu tadi teh, karena aku yang kurang nyaman dengan posisi yang seperti ini, jadi ... kan rekan kerjaku itu sepantaran Pak Farhan, disana aku yang paling muda, terus dominan laki-laki semua, ada satu ibu-ibu tapi sukar untuk merangkul, jadi bikin gak betah di sana, istilahnya gak ada teman buat mengobrol, meluapkan sedikit penat dan bisa dengan bebasnya aku bercerita, itu dikarenakan perbedaan usia antara aku sama mereka seolah menciptakan jarak gitu, soalnya obrolan kita tuh suka gak nyambung, mereka yang basicnya mengerti dunia politik, banyak relasi, berintelektual, sedangkan aku masih newbie, jadi pas kumpul itu aku banyak diem, planga plongo, kelu untuk berucap, kesannya aku paling bego gitu berada diantara mereka, hehe ... padahal aku tuh ga mau gitu Teh, terus berada dalam posisi kaku gitu, karena jujur, bingung juga cari topik pembahasan, mengingat terpautnya usia dan dominannya mereka laki-laki semua, jadi aku merasa sungkan banget untuk sekadar gabung, tapi ... terlepas dari itu mereka semua pada baik kok, berpengalaman, berwawasan, bijaksana, hamble dan solid, aku jadi banyak belajar dari mereka, kadang aku juga merasa gak percaya diri jika harus direntetkan dengan mereka, hehe ... Singkatnya gini Teh, circle itu bukan aku banget, karena setiap hari, aku harus dihadapkan dengan moment sungkan, canggung, malu, dan hal awkward lainnya yang menguras batin, membuat suasana hati  itu jadi sesak, pekat gitu," tutur Ghina menuangkan keluh kesah.

"Mm ... Okay, sekarang Teteh jadi paham, malah ... dulu Teteh pernah berada di posisi layaknya Ghina, menurut Teteh, jika kita punya alasan terkuat untuk memilih satu jalan itu, maka pertahankan, karena yang lain gak pernah tahu gimana rasanya diposisi kita, yang menjalankan semua itu diri kita, jadi kita lebih tahu mana yang menurut kita baik dan enggak, perihal keputusan kamu, Teteh sangat menghargai, karena dulu juga teteh pernah berada ditahap seperti itu, terus ... menurut diri teteh sendiri, pilihan resign itu mempunyai dua alasan yang krusial, yang pertama tanyakan kepada diri hati kita sendiri, apakah ini merupakan hawa nafsu semata atau benar-benar kebutuhan kita, istilahnya demi kebaikan diri kita sendiri, kamu jika punya alasan yang kuat, jelas gak nyaman nya karena apa, berarti itu bisa diterima, karena gak baik juga Ghin terlalu memaksakan, hati kita nanti akan semakin terluka, terus menjalankannya juga gak ikhlas nanti, kecuali ... Jika alasan itu gak jelas, tetiba pengen resign aja, padahal lingkungan baik, honor cukup, fasilitas terjamin, tapi malah memilih resign, atau sedikit lebihnya ada keinginan mau resign, maka bisa dipastikan itu hawa nafsu semata, itu godaan Ghin, supaya kita jadi manusia yang bermalas-malasan," balas teh Rizkia panjang lebar memberi petuah.

ALIANSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang