Fase kehidupan selalu berubah seiring dengan berjalannya waktu. Sekarang Caca tidak perlu lagi memakai setelan hitam-putih ala anak magang. Ia sudah resmi menjadi karyawan tetap di perusahaan pertama tempatnya bekerja. Sekarang juga ia punya meja kerja sendiri, punya jabatan sebagai Social Media Specialist.
Mungkin orang-orang yang sudah lama mengenal Caca akan bertanya-tanya, mengapa setelah lulus kuliah, ia tidak pergi ke Taiwan untuk membantu usaha keluarganya. Bukankah Laras selalu memaksanya? Jujur saja, awalnya Caca juga heran karena kali ini Laras tidak menentang pilihan gadis itu untuk mencari ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya dengan bekerja di perusahaan, sebelum menjalankan bisnis secara mandiri. Ketika Caca mengabari orangtuanya bahwa ia ditawarkan untuk menjadi karyawan tetap di perusahaan e-commerce itu, mereka serempak menyerahkan keputusan sepenuhnya pada Caca.
Namun, belakangan ia tahu dari papanya, bahwa Laras tidak mau menambah beban gadis itu. Apalagi, keadaannya sempat kacau setelah Sean pergi. Masih untung ia bisa lulus kuliah tepat waktu dengan nilai yang baik. Orangtua mana yang tega melihat anaknya selalu memasang tatapan kosong tiap kali diajak bicara? Mungkin ada, tapi jelas bukan Jimmy dan Laras.
Sekarang, Caca juga tak lagi tinggal di rumah Lio karena beberapa alasan. Pertama, ia sudah punya penghasilan sendiri sehingga tidak mau terus-terusan merepoti Lidya dan Lio, meskipun mereka berdua juga tidak merasa repot sama sekali. Kedua, kebetulan jarak kantornya dari rumah, cukup jauh. Kemacetan yang setiap hari menghantui kota Jakarta, membuat Caca lebih baik mencari kos-kosan dekat kantor saja. Ketiga, tempat favoritnya, balkon, menjadi tempat yang memicu timbulnya berbagai rekaman peristiwa yang melibatkan sosok Sean. Ia masih belum siap. Bahkan setelah mereka putus malam itu, Caca lebih memilih untuk mengurung diri di kamar, daripada menikmati angin sepoi-sepoi di balkon.
Headboard kasur menjadi tempat sandaran nyaman untuk Caca yang sedang memijat pelipisnya. Siapa bilang menjabat sebagai Social Media Specialist itu mudah? Pekerjaan Caca dan bukan hanya sekedar membuat konten lalu diunggah saja. Tapi ia juga harus memikirkan ide secara matang dan relevan dengan tren yang terjadi saat ini, menargetkan audience, menaikkan jumlah engagement dari konten yang diunggah di media sosial perusahaan, dan masih banyak printilan yang tidak mungkin disebut satu-satu, yang tidak jarang membuat gadis itu sakit kepala.
Namun, ada hal lain di luar pekerjaan yang juga membuatnya pusing hari ini. Pesan dari mama Sean beberapa jam lalu.
Halo Caca, ini nomor Tante Di selama di sini. Ca, Tante boleh minta tolong? Tante tau kamu udah nggak berhubungan lagi sama Sean. Tapi, Tante udah nggak tau lagi gimana caranya bilangin Sean. Sean lagi sakit. Setiap kerja, selalu lupa makan. Udah beberapa bulan ini maag-nya kambuh terus. Dokter sampe bilang, kalo ini berlanjut terus, maag-nya bisa jadi kronis. Makanya, Tante mau minta tolong sama kamu untuk nasehatin dia. Siapa tau, kalo kamu yang ngomong, dia mau denger. Oh ya, ini nomor barunya Sean. Sebelumnya, Tante mau minta maaf karena ngerepotin kamu, dan terima kasih.
Gadis itu merebahkan tubuhnya di atas kasur, lalu mendecak. Kenapa laki-laki itu selalu membuatnya khawatir? Lalu, kenapa juga ia harus khawatir? Bukankah mereka sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi? Desahan kasar keluar dari mulut Caca yang kini mengacak rambutnya sendiri. Pukul sebelas lewat lima belas menit. Biasanya, ia sudah tidur jam segini karena otak dan tubuhnya sudah lelah bekerja seharian. Tapi kali ini ia jelas tidak bisa tidur dengan tenang sebelum menghubungi Sean. Caca tampak menimbang sejenak, lalu memutuskan untuk melakukan panggilan ke nomor Sean yang diberikan Dianne tadi.
Nada sambung mulai terdengar, membuat jantung Caca berdetak semakin cepat. Ia tidak lagi bisa berpikir apakah sekarang ia sedang gugup, atau malah antusias ingin mendengar kembali suara laki-laki itu. Panggilan pertama, tidak diangkat. Mungkin Sean sedang sibuk. Mungkin Sean masih tidur. Mungkin juga Sean memang tidak mau mengangkat teleponnya. Namun Caca memutuskan untuk melakukan panggilan kedua. Pada nada sambung ketiga, telepon diangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Satu Dekade [END]
Художественная прозаSetiap pertemuan, akan ada perpisahan. Setiap perpisahan pun ada peluang untuk bertemu kembali. Lantas, bagaimana dengan cerita antara Sean dan Caca? Haruskah mereka menunggu pertemuan berikutnya untuk melanjutkan kisah yang telah ada, atau memulai...