Langit pagi ini tak bersahabat. Awan kelabu menghiasi langit Surabaya. Rintik-rintik hujan terjun bebas dari langit, membasahi jalanan dan mengeluarkan aroma khas ketika satu persatu rintik itu jatuh mengenai tanah dan pepohonan.
Ketika matahari mulai muncul dan membawa sinar terang, mata Jezia mulai terbuka. Ia mendesah pelan berusaha mengumpulkan kesadaran.Perempuan itu bangun dengan mata sembab. Jejak air mata yang mengering masih terlihat disana. Kantung mata yang membengkak akibat menangis semalaman. Jezia beranjak dari tidur dan menyandarkan diri pada kepala ranjang sambil mendesah lelah akibat tidurnya yang kurang nyenyak.
Ia beranjak berdiri setelah menemukan kesadaran, menatap kearah jendela yang masih mengeluarkan rintik hujan yang deras. Matanya menatap kaca, melihat pantulan dirinya yang mengenaskan karena kantung matanya yang benar-benar membengkak hebat.
Ia membasuh mukanya dan mulai menggosok gigi lalu pergi turun tangga untuk menemui orang-orang rumah.
Semalam ia dan David melakukan sesi "deep talk" . Mereka saling mengungkapkan perasaan masing-masing. Menenangkan perasaan gundah yang hinggap pada hati masing-masing.
Karena sesi itu Jezia dibuat menangis semalaman karena ucapan David yang begitu tulus.
Tangannya mengambil satu gelas hendak menyeduh teh hangat yang barusan ia buat. Tangannya mengetuk-ngetuk asal meja makan kayu milik keluarga David dengan pandangan kosong.
Pikirannya masih memutar memori-memori yang terlewat belakangan ini, matanya nyaris mengeluarkan air mata sebelum akhirnya suara David memecah lamunan sendunya."Mau sarapan apa?" Lelaki itu datang dengan baju tidur yang masih melekat serta rambutnya yang masih acak-acakan.
"Lagi gak pengen sarapan" jawaban Jezia membuat David menoleh, menaikkan alisnya heran.
"Apa yang mengganggu pemikiran kamu lagi je?"
Jezia sedikit terbelalak, David mempunyai ilmu apa sampai ia mengetahui apa yang gadis itu sedang resahkan.
"Something, aku gak bisa tidur gara-gara semalem" ucap gadis itu setelah mendudukkan diri pada kursi meja makan dan mulai menyesap teh hangat yang ia buat.David tak mengeluarkan komentar apapun, tangannya mengusak asal puncak kepala Jezia yang dikuncir cepol.
"Kamu butuh jawaban apa lagi?" Tanyanya dengan suara serak, obsidian hitamnya belum sepenuhnya tersadar sempurna namun lelaki itu berusaha untuk tetap terjaga dikala sang gadis membutuhkan sosoknya."Tentang bagaimana tahap selanjutnya setelah terbebas dari sangkar? I didn't think, setelah lepas dari sangkar aku bakal mengalami hal fantastis bertubi-tubi. Menyesal pasti, sudah berekspektasi terlalu tinggi"
David hanya tersenyum sekilas. Tangannya menyaut gelas dan mulai meneguk air putih yang ada di dalamnya.
"Saya juga gak tau je, saya juga sedang belajar. Kita bisa sama-sama belajar." Lelaki itu berucap dengan intonasi tegas."Tugas saya dari awal cuma menjadi private tutor kamu dan melepaskan kamu dari sangkar. Tapi namanya juga takdir tuhan. Mana tau kalau saya bakal jadi pacar kamu? Sebegitu pun analogi yang saya pakai untuk jawaban dari pertanyaan kamu. Kita gak tau bagaimana kedepannya je, hanya Allah yang tau. Kita hanya bisa menjalani, tak bisa menakdiri"
"Kamu kecewa? Saya paham bagaimana kecewanya kamu disaat kamu sudah berekspektasi tinggi tentang kebebasan kamu saat ini. Kamu lelah? Saya bisa papah. Kamu sedih? Saya bisa peluk. Tugas saya disini ngapain? Jagain kamu dari semua hal yang merantai erat tubuh kamu"
"Dewasa itu butuh waktu, butuh tenaga, butuh kesabaran. Semua masalah masing-masing orang juga berbeda-beda, jadi berhenti untuk merasa dunia yang kejam hanya berputar untuk kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Dalam Sangkar [COMPLETED]
Teen Fictionpretty good relationship!! David adalah salah satu asisten dosen disalah satu kampus ternama di kota Surabaya. Ia adalah seorang pemuda yang sedang merantau di kota tersebut. suatu hari ia di tawari pekerjaan sampingan oleh salah satu dosennya, un...