Misi Zaidan dan sang ayah

135 31 9
                                    

Pernahkah kalian merasakan sebuah melodi lagu yang bisa membuka layar masa lalu, yang berisi rentenan gambar seorang gadis kecil yang aktif, sekarang tumbuh menjadi gadis dewasa yang selalu takut melangkah disetiap langkahnya.

Saat ini Jezia terduduk di atas balkon kamar sembari menyesap teh hangat dengan pikirannya yang saat ini seperti memutar film flashback memori kehidupannya.

Seketika ia mengingat jelas putaran memori saat ia masih berumur 5 tahun. Masih bisa berkumpul dengan keluarga lengkap tanpa memikirkan ketakutan tentang ia yang selalu dikurung .

Tiba-tiba sekelebat pemikiran muncul di otaknya.
"Seandainya aku tidak meminta untuk lepas dari sangkar. Mungkin mama masih ada disini dengan membawa banyak barang yang dia beli di mall" pungkasnya pelan.

Kemudian tiba-tiba seseorang menyentuh pundaknya sembari mengelus pelan rambutnya yang terurai.
"Jangan melihat kebelakang terus je ... Kakak yakin setelah ini kamu akan bahagia, dan kakak juga akan bahagia bisa melihat Jeje tumbuh dewasa dengan kebahagiaan yang melimpah ruah."

Itu sang kakak. Datang memasuki kamarnya dengan kursi roda yang selalu membantu aktifitasnya.
"Je, percaya gak kalau sewaktu kakak belum sadar, tuhan memberi kakak mimpi tentang kehidupan kamu selanjutnya? Setelah semua masalah selesai, kamu ... Akan mendapatkan kebahagiaan dari laki-laki yang memumpuni dari segi apapun."

Jezia terlihat tertegun sejenak, menatap sang kakak dengan pandangan tak percaya, sedang sang kakak terihat meringis, "pokoknya kakak udah kasih kamu clue, kalau kamu bakal bahagia. Selanjutnya kamu tinggal memperbanyak doa ya? Kakak yakin adik kecil kakak ini gak akan pernah lagi merasakan tangis."

Jezia berkedip, "kak mau peluk. Aku kangen kak Eca.."

Eca terlihat tersenyum, lantas menarik punggung mungil itu untuk ia rengkuh.
Mengelus pelan tubuh sang adik dengan lembut.
Sedari awal ia menyesal telah disekap selama 5 tahun. Tetapi penyesalan terbesarnya selama ia disekap, ia tidak bisa melihat pertumbuhan sang adik hingga si bungsu ini sudah tumbuh begitu cepat.

"Rasanya kakak menyesal tak pernah melihat pertumbuhan kamu dan papa je, selama 5 tahun ini penyesalan terbesar kakak adalah gak bisa lihat kamu berkembang hingga sebesar ini. Jangan lagi nangis ya? Kakak lihat cowok kamu itu kalau kamu nangis orangnya bukannya khawatir, malah kegemesan sama kamu."

"Hah?" Jezia membeo.

"Iya, kakak tau ekspresi cowo kamu waktu kamu nangis, orangnya gak khawatir, tapi kegemesan sama kamu dalam hati."

"Ih serius?" Tanya Jezia lagi, sedang Eca justru terkikik.

"Ih kurang ajar pak David! Ternyata khawatirnya boongan ya! Oh gitu! Awas aja kalau ketemu."

"Astaga bukan begitu je—"

"Engga pokoknya nanti kalau ketemu gamau lagi lah aku nangis depan dia, ih malesin banget"

"Astaga ..."

Saat kedua kakak adik itu bercengkrama, tiba-tiba saja mereka mendengar suara pintu utama terbuka, kemudian Bi Inah yang berteriak dilantai bawah.
"Non jeee, ada den David di bawah!!" Setelah mendengar pekikan dari bi Inah, lantas kedua kakak adik itu turun bersama untuk menemui lelaki berperawakan tegas yang saat ini duduk diatas karpet dengan memangku laptopnya.

Sang lelaki terlihat menoleh, mendapati gadisnya bersama kak Eca tengah berjalan mendekati.
"Kenapa pipinya gembung gitu? Kamu habis makan apa?" Seloroh David saat obsidiannya menangkap raut sang gadis yang terlihat merajuk. Ia tahu, gadisnya tengah merajuk tetapi sesekali ia ingin menjahili.

"Habis makan hati! Kenapa sih kesini!" David yang mendengarnya pun mengernyitkan dahi.

"Kamu kan minta sesi pembelajaran lagi je semalem. Lupa?"

Di Dalam Sangkar [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang