21 hari sudah berlalu meninggalkan kesan fantastis yang tak akan terlupakan baik oleh Jezia maupun keluarga David.
Seminggu yang lalu pak Nando sempat mengalami drop yang cukup parah. Hidungnya mendadak mengeluarkan darah segar dan jantung pria setengah baya itu melemah membuat seluruh tubuh Jezia dan David kaku. Menatap ruang operasi didepannya dengan kalut.
Terdengar suara gardu yang berjalan didepan mereka. Pintu ruangan tertutup rapat meninggalkan Jezia yang terisak disetiap langkah kakinya.
Tidak ada yang mengizinkan baik wnaita maupun lelaki untuk menjadi cengeng.
Tidak ada yang memaksa semua orang untuk terlihat tegar dalam situasi dan kondisi manapun.Jezia bukan tipe gadis yang sok tegar.
Jezia bukan tipe gadis yang bisa memendam kesedihan dan amarahnya pada orang terdekat.
Dia adalah sesosok gadis yang akan meluapkan seluruh emosinya kepada seseorang yang sudah dipercayainya.
Dia tak akan sungkan untuk menangis kencang didepan orang itu sekalipun orang-orang akan menganggapnya manja dan cengeng.Jezia bukan wanita manja.
Dia hanyalah gadis yang masih buta akan kesengsaraan dunia.
Dia hanyalah gadis yang masih perlu dipapah karena baru saja keluar dari sangkarnya.
Tak ada yang salah dengan wanita yang terlalu gampang menangis.
Tak ada yang salah dengan wanita yang sering mengeluh.
Sejenak mereka juga merasakan lelah.
Sejenak mereka juga merasakan keterpurukan yang amat dalam. Maka dari itu berhenti menjadi sosok yang paling tahu atas dunia. Biarkan lah mereka berekspresif sebebasnya. Tak ada yang salah. Sekalipun tak apa jika kita lebih sering menangis.Yang terpenting tau dimana kita dapat meluapkan emosi hati, dimana kita dapat menyembunyikan rasa sakit.
Jezia memang terlihat wanita yang manja dan terlalu sering menangis, tapi gadis itu juga tau dimana tempat yang harus ia pilih untuk menangis. Menangis bersama seseorang yang disayanginya.Tubuhnya direngkuh erat oleh lelaki yang dengan setia menemaninya dinegara orang.
"Ssstt sudah gak papa, kita tunggu ya? Gak apa-apa. Kamu percaya kan? Percaya sama pak Nando kan?" Tangan besar itu mengusap mata Jezia yang masih mengeluarkan tetes air mata.
"Papa, papa kenapa bisa drop? Papa capek ya?" David yang mendengarnya lantas menggeleng.
"Papa cuma pengen istirahat je.. sudah ya? Nggak papa jangan nangis lagi. Jelek"
"Tunggu sebentar lagi je. Menunggu itu menyenangkan. Sabar ya?"
Jalan pintas mereka saat ini hanya menunggu. Menunggu dan terus menunggu. Mungkin bagi sebagian orang akan membenci kata menunggu. Namun jika posisinya sudah seperti ini? Mau dibagaimanakan lagi?
21 hari sudah terlewati. Banyak hal yang mereka lalui. Ledakan pesawat yang jatuh dilaut sudah mulai ditangani. Memang belum seluruhnya tereksekusi namun tetap saja, mereka perlu dilepaskan dengan hormat.
Dan kali ini, didepan laut dan para petugas-petugas yang telah bekerja selama 21 hari tanpa henti. Jezia , David , beserta pak Nando yang duduk diatas kursi roda mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
David menunduk. Menyalami tangan petugas-petugas dengan sopan. Tidak ada kata menyesal. David, Jezia bahkan pak Nando tak akan pernah menyesal pernah mengalami kejadian menyeramkan di Negara Eropa yang cantik. Mereka sekalipun tak pernah menyesal.Dengan penuh hormat mereka menebarkan kelopak bunga pada sepanjang laut. Pemandangan laut biru kini dihiasi banyak sekali bunga-bunga yang ditabur tak merata di laut.
"Terimakasih sudah bertahan" Mr. Rowen tersenyum jumawa pada ketiga anak manusia yang tersenyum dihadapannya.
Mungkin akan beda cerita jika Oma dan Kak Eca ikut andil dalam keberangkatan pesawat kelas atas ini.
Mungkin akan beda cerita jika Jezia memaksa untuk ikut.
Semuanya adalah keajaiban semesta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Dalam Sangkar [COMPLETED]
Teen Fictionpretty good relationship!! David adalah salah satu asisten dosen disalah satu kampus ternama di kota Surabaya. Ia adalah seorang pemuda yang sedang merantau di kota tersebut. suatu hari ia di tawari pekerjaan sampingan oleh salah satu dosennya, un...