Happy Reading!
---
Bintang melempar ponselnya sembarang, beruntungnya jatuh di atas kasurnya. Ia tengah merasa kecewa karena Abi pulang tanpa ia ketahui. Padahal, ia masih membutuhkan Abi di sini.
Baru saja ia menelepon Budhe nya setelah berkali-kali menelepon Abi tapi tidak diangkat. Ia menelepon untuk membenarkan ucapan Ayahnya tadi yang awalnya ia kira sebuah candaan.
Abi dan orangtua nya memang sudah pulang. Jujur saja, Bintang merasa kehilangan sekarang. Tiap hari ia bersama Abi, kini lelaki itu malah sudah pergi. Meski Abi cuek seperti itu, Bintang tetaplah meladeni Abi.
Bintang meraih ponselnya kembali. Suara dering telepon membuatnya tersenyum. Harapannya kalau itu telepon dari Abi ternyata salah. Ya, bukan Abi, melainkan Alna.
"Alna? Tumbenan dia nelpon aku," ujar Bintang.
Wajar jika heran, mereka berdua sudah jarang berkomunikasi lewat telepon. Bertemu pun jarang, karena kesibukan masing-masing.
"Halo, Assalamu'alaikum," ucap Bintang.
Alna menjawab di sana. "Wa'alaikumussalam, Kak. Ini aku, Alna."
"Iya, udah tau, Al. Tumben nih, ada apa?" balas Bintang seraya duduk.
"Gini, Kak. Ada sesuatu yang mau aku omongin sama Kakak. Boleh gak kita ketemuan? Kalau bisa sih secepatnya, biar gak ada yang nyesel."
Maksud Alna apa? Pikir Bintang.
"Ketemuan ya, Al?" tanyanya.
"Iya, aku mohon banget sama Kakak."
Bagi Bintang, pembicaraan ini membuatnya semakin pusing. Banyak sekali hal-hal yang mengherankan terjadi.
"Oke, nanti jam sebelas siang. Sekalian aku mau keluar," ucap Bintang.
Alna tersenyum di sana. Tak lama kemudian, telepon itu tak lagi tersambung. Bintang memilih bersiap-siap karena waktu menunjukkan pukul sepuluh siang.
---
Waktu kini menunjukkan pukul sebelas lebih lima menit. Matahari semakin naik dan semakin panas. Bintang baru saja duduk di kursi. Tak sendirian, ada Alna yang sudah di sana sejak sepuluh menit lalu.
"Kamu baik, Alna?" tanya Bintang.
Alna dengan cepat mengangguk, "Alhamdulillah, baik. Kakak sendiri?"
Bintang mengangkat kedua bahunya, sebenarnya tak bisa dikatakan baik tapi ia harus bersyukur karena ia tak kenapa-kenapa. Respon Bintang yang seperti itu membuat Alna merasa bahwa menemui Bintang kali ini, itu benar.
"Kamu masih kerja di tempat penerbitan itu, Al?" tanya Bintang lagi.
"Masih," jawab Alna.
Kini kecanggungan terjadi setelah Alna menjawab pertanyaan Bintang itu. Beberapa menit kemudian pun masih terjadi kecanggungan itu, hingga datangnya pelayan cafe membuat kecanggungan itu berakhir.
Mereka berdua memesan minuman yang sama. Tak ada yang berniat memesan makanan karena mungkin tidak lapar. Setelah pelayan tadi pergi, Alna memulai kembali pembicaraan.
"Aku denger-denger, Kakak abis dilamar ya?" Alna menatap intens Bintang.
Wajah Bintang yang awalnya terfokus pada layar handphone, ia terkejut tanpa suara. Raut wajahnya menatap Alna seraya seolah bertanya 'Kok kamu tau?'.
"Kamu tau dari mana, Alna?" tanya Bintang, lalu menelan ludahnya.
Alna mengangkat kedua bahunya, "Kalau aku ceritain bakal panjang, Kak. Tapi bener 'kan kalau Kakak abis dilamar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mas Sepupu! [TAMAT]
ChickLitEmpat tahun tidak bertemu, tidak membuat sifat Bintang berubah. Bintang selalu sabar menghadapi sifat Abi yang juga masih sama seperti dulu. Namun, tidak ada yang menyangka, di atas Bintang yang sabar akan Abi, ada seseorang yang juga sama sabarnya...