43 - Dear, Mas Sepupu!

2.7K 117 3
                                    

Happy Reading!

°°°

Pemandangan yang ada di rumahnya menjadi tanda kalau waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa hari esok tiba secepat itu. Sore ini langit masih nampak terang, meski malam sebentar lagi tiba. Hal itu membuat Bintang bersyukur.

Besok siang adalah hari pernikahannya. Hari yang ia tunggu-tunggu. Satu bulan sangatlah cepat. Lamaran waktu itu usai sudah dan selanjutnya persiapan pernikahan yang begitu cepat.

Bintang tak sendiri dalam menyiapkan acaranya itu, Abi juga ikut serta. Meski bukan acara besar di sebuah ballroom hotel, melainkan hanya di sebuah pelataran rumah yang kini berubah menjadi sangat indah.

"Ngapain berdiri di situ? Jangan ngelamun," tegur Resti yang datang dari Yogyakarta pagi tadi.
Bintang yang tadinya berdiri di pintu sambil menatap dekorasi pelataran rumahnya, langsung terkekeh dan melangkah menuju Resti. Persiapan untuk acara besok sudah hampir rampung. Hanya perlu menata segala sesuatu saja.

"Lagi liat halaman depan, Mba. Bukan ngelamun," elak Bintang sambil mendudukkan diri disebelah Resti.

"Iya-iya. Kamu ngapain keluar kamar? Nara gak ada yang nemenin dong," tanya Resti.

"Oh iya, Nara udah bangun, Mba. Tapi diajak Budhe main di teras belakang."

Resti mengangguk-anggukkan kepalanya. Bintang yang kemudian diam saja disebelahnya, membuat Resti meliriknya. Ia tau bagaimana perasaan itu yang kini tengah dirasakan Bintang.

"Gak usah dipikir keras, Bi. Dulu Mba juga gitu waktu mau nikah, mikir besok mau kayak gimana biar gak deg-deg an. Persis malah kayak kamu gini. Jadi diem terus, tanpa senyum, kayak dipaksa nikah gitu." Resti menasihati.

Bintang kini tersenyum. Resti memang benar, Bintang sejak tadi berpikir tentang hari esok. Bahkan ia sempat berpikir, apa menikah dengan Abi benar-benar yang terbaik? Dari segala risiko yang ada?

"Memang begitu ya, Mba," balas Bintang.

"Iya. Nanti, eh, besok, kalau udah denger kata 'sah' aja, rasanya langsung lega banget." Resti bercerita.

Sedikit terkekeh, lalu kembali menanggapi Resti. "Selega itu ya," gumamnya sambil membayangkan.

"Nanti malam jangan begadang. Dua sahabatmu nginep 'kan? Jangan begadang kalau gitu ya," ujar Resti, lalu berdiri hendak ke dapur setelah Bintang mengangguki ucapannya.

---

Malam ini, Bintang sendirian di dalam kamarnya. Waktu masih menunjukkan pukul tujuh malam. Ia tengah terduduk di dekat jendela dan duduk di sana menghadap jendela. Matanya menatap langit luar sana yang begitu terang karena banyaknya bintang.

Ia sering duduk di dekat jendela seperti ini. Namun, biasanya bukan di malam hari, melainkan di pagi hari. Yang selalu ia ingat jika memandang langit tentunya Eyang utinya.

Semua berawal dari kerinduannya pada Eyangnya itu. Ia ambis dalam kuliahnya supaya dapat cepat lulus dan menemui makam Eyangnya di Yogyakarta. Karena itu janjinya. Sampai tinggal di Yogyakarta membuatnya betah.

Setiap hari jelas ia bertemu dengan Abi, sepupunya, karena memang tinggal di satu atap yang sama. Bintang menganggap ia di sana sebagai liburan karena gadis itu benar-benar menikmati hari-harinya di sana.

Masih teringat jelas saat ia berjalan-jalan dengan Abi. Menghabiskan waktu sehari untuk liburan. Bintang tau sesibuk apa lelaki itu, tapi ia senang Abi bisa menyempatkan waktu untuk menemaninya. Tak lupa juga, saat pergi jalan-jalan ke gunung bersama Zikri dan Alna. Bibirnya tersenyum mengingat saat-saat itu.

Dear, Mas Sepupu! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang