Happy Reading!
---
Awan mendung menghiasi langit pagi ini. Bukan hanya mendung, tapi gerimis kecil pun mulai turun membasahi tanah. Hal itu menambah kesan sejuk di halaman rumah seorang lelaki yang tengah duduk di teras.
Abi duduk di kursi teras. Ia masih melamun menatap gerimis yang kini mulai menjadi hujan. Lelaki dua puluh empat tahun itu seharusnya tidak lagi berada di sana, melainkan ia harus segera berangkat bekerja.
"Ya Allah, Abii. Kamu kok masih di sini?" heran Rumi yang tiba di pintu.
Abi sedikit kaget, tapi masih biasa saja. Tak ada reaksi di wajahnya dan badannya pun tak merespon terlalu kaget. Hanya saja kedua matanya mengerjap beberapa kali saat kaget tadi.
"Hujan, Bun," balas Abi sambil menatap Rumi.
Tak lagi berdiri di pintu, Rumi kini ikut duduk di kursi yang ada di sebelah Abi. "Yaudah kalau gitu Bunda pengen ngobrol sama kamu."
"Soal?" Abi melirik Ibunya itu.
"Soal Bintang," jawab Rumi, lalu terdiam beberapa saat.
Abi yang mendengar itu jelas hanya terdiam. Matanya menatap lurus ke depan di mana kini hujan semakin lebat. Sejak semalam pikirannya memikirkan Bintang. Ke mana gadis itu pergi? Bintang aman atau tidak di sana? Itu beberapa dari banyak pertanyaan dalam pikiran Abi.
"Bunda mau tanya sama kamu. Kamu masih gak mau angkat telepon dari Bintang?" tanya Rumi.
Abi menarik napasnya, "Bintang udah gak pernah telepon, Bunda."
"Kamu gak bohong 'kan?" tanya Rumi dan dibalas gelengan kepala dari anak semata wayangnya itu.
"Kamu sendiri kenapa gak duluan telepon Bintang sih, Bi?" Rumi menatap Abi.
Bukannya Abi tak punya nyali atau ia tak pemberani. Hanya saja ia masih ragu akan perasaannya. Abi yakin ia punya rasa lebih untuk Bintang. Tapi yang ia tidak yakin, apa harus ia mengungkapkan hal itu pada Bintang? Walaupun gadis itu sebenarnya sudah tau semuanya.
"Gapapa," jawab Abi singkat.
"Apa sih sebenarnya yang bikin kamu kayak gak yakin? Kalau kamu gini terus, nak, kamu nanti nyesel," ujar Rumi yang pusing sendiri.
Kini Abi yang menatap Rumi, berharap ibunya itu bisa tau isi hatinya. Tapi, tak seperti itu. Rumi sendiri sulit mencari tau bagaimana anaknya itu. Selain terlalu cuek, Abi juga jarang sekali bercerita padanya. Kecuali, kalau benar-benar situasi nya ia harus bercerita.
"Gapapa, Bunda."
Rumi menghela napasnya lelah. "Kamu sudah besar, pasti bisa ambil keputusan sendiri. Bunda yakin," ucap Rumi.
Abi hanya menganggukkan kepalanya.
"Bunda sampe lupa, maksud kamu tamu yang semalem itu Bintang 'kan?" ucap Rumi tiba-tiba.
"Bunda tau dari mana?" balas Abi.
"Dari Mas nya Bintang. Kamu udah tau, kenapa gak cari dia?"
Kalimat Rumi membuat Abi berpikir, kenapa semalam ia tidak langsung mencari Bintang? Padahal yang ia tau, Bintang berangkat pagi dan seharusnya malam sudah sampai di Yogyakarta.
"Maaf, Bun," ucap Abi.
Rumi menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Bisa-bisanya Abi itu tidak memberitahu dirinya.
"Kamu cari, gih! Kabarin Bunda kalau ada apa-apa," ujar Rumi.
Abi mengangguk. Kemudian meraih kunci mobilnya di atas meja dan bergegas masuk ke mobil. Setelah menyalakan mesin mobilnya, Abi langsung pergi dan mencari Bintang. Meski tujuan nya belum pasti akan ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mas Sepupu! [TAMAT]
ChickLitEmpat tahun tidak bertemu, tidak membuat sifat Bintang berubah. Bintang selalu sabar menghadapi sifat Abi yang juga masih sama seperti dulu. Namun, tidak ada yang menyangka, di atas Bintang yang sabar akan Abi, ada seseorang yang juga sama sabarnya...