1 - Dear, Mas Sepupu!

9.9K 395 150
                                    

Happy Reading

🌼🌼🌼

Jakarta, Maret 2020

Gemuruh petir terdengar sangat jelas di telinga Bintang. Gadis yang tengah duduk di depan meja belajarnya dengan laptop yang menyala dan beberapa tumpukan kertas revisiannya itu beberapa kali kaget karena petir.

Meski petir menyambar dan kilat yang terang itu terjadi berulang kali malam ini, Bintang tidak peduli. Tadi siang, ia baru saja bimbingan skripsi dengan dosen pembimbingnya sampai sore tiba. Padahal tidak seperti biasanya sampai sore bahkan hampir maghrib. Mahasiswi semester akhir itu sedang sibuk-sibuknya mengurus skripsi, pikir Bintang.

Dan malam ini, ia tengah merevisi skripsinya di waktu yang belum terlalu malam. Jarum jam pendek masih berada di angka delapan yang menandakan waktu sekarang adalah pukul delapan malam.

Tok tok tok,

"Bi, Bunda masuk ya!"

Suara bundanya yang baru saja mengetuk pintu, membuat Bintang buru-buru beranjak dari kursinya dan meraih tas yang ada di atas kasurnya, lalu kertas yang berserakan dibawah meja belajarnya untuk dirapikan. Ah, tidak perlu rapih yang penting tidak ditaruh sembarang.

"Iya, Bunda. Masuk aja!" Bintang kembali berjalan ke mejanya dan mengerjakan aktivitasnya yang tadi tertunda sebentar.

"Kamu gak istirahat aja? Bi 'kan udah pulang sore terus sekarang masih ngerjain tugas begitu. Nanti capek kalau kamu gak istirahat."

Bintang tersenyum damai menatap bundanya. "Gapapa, Bunda. Bi gak capek kok, lagian biar bisa cepet-cepet ikut sidang," ucap Bintang sambil mengusap punggung tangan bundanya yang hangat.

"Kamu udah kangen banget sama Jogja, ya?" tanya bundanya seraya mengusap kepala Bintang.

"Iya, kangen. Bintang juga kangen sama Eyang Uti, udah lama 'kan Bintang gak ke makam Eyang," balas Bintang, ia menghentikan tangannya yang mengetik di keyboard laptopnya.

Bintang memeluk pinggang wanita yang sudah memasuki kepala empat itu, ya bundanya, bunda Sekar. Sekar masih mengusap kepala Bintang dengan sayang. Dia ikut merasakan perjuangan Bintang untuk selama ini.

"Bi boleh kok ke sana, gak nunggu lulus dulu. Kan cuma sebentar kalau kamu cuma mau ke makam Eyang," ujar Sekar, dia menunduk menatap anaknya yang masih memeluk pinggangnya.

"Bintang udah janji sama Eyang, Bunda. Bi bakal ke sana kalau udah lulus."

"Iya, Bunda paham. Yaudah kamu lanjutin pekerjaanmu tapi jangan lupa ya istirahat."

Bintang melepas pelukannya, dia mendongakkan kepalanya menatap bundanya. Senyum terlukis di wajah Bintang saat menatap bundanya itu dan dibalas senyum pula dari bundanya.

Jangan mengira kalau Bintang hanya tersenyum di saat-saat tertentu. Dia bukan seperti itu. Bintang itu orang yang murah senyum, katanya hitung-hitung ibadah. Padahal senyum itu memang ibadah. Tapi, dia juga tau mana orang harus disenyumin, ibaratnya, dia tau batasannya.

Sekar sudah keluar dari kamar Bintang. Dan Bintang kembali menyelesaikan kegiatannya. Hingga pukul setengah sepuluh malam, ia bangun dari duduknya di kursi belajarnya itu setelah menutup laptopnya. Lalu, ia berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Ia hendak tidur.

Dear, Mas Sepupu! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang