Siapa itu Julian?
Sepuluh tahun yang lalu, di suatu malam di musim dingin, sebuah badai salju melanda benteng dari Guild Free Smith. Church of Light menyucikan setiap Free Smith yang dipimpin oleh Terizla dari tuduhan kepada Abyss, dengan hanya menyisakan anak laki-laki pemimpinnya yang masih berusia enam tahun.
Anak yang malang itu pun berkelana tanpa tujuan di jalan selama berhari-hari, takut dan khawatir, dan ditemukan oleh Church hanya ketika dia hampir mati kelaparan. Archbishop melihat ada bakat istimewa dalam diri anak itu dan memberinya nama seorang pendeta kuno Julian, sebelum mengirimnya ke Raven’s Nest, sebuah akademi spesial yang tergabung dengan Monastery of Light.
Berada pada puncak tebing, akademi itu merupakan rumah bagi anak-anak yatim yang berbakat yang Church kumpulkan. Anak yang muda, miskin, dan yang mudah tertipu adalah tipe favoritnya. Archbishop berkata bahwa anak-anak yang ditinggalkan keluarganya tidak pantas mendapatkan kasih sayang, tetapi dia akan memberikan lebih dari sekadar kasih sayang, kelahiran kembali. Yang kemudian harus mendapat bayaran kembali dengan rasa syukur dan kesetiaan.
Mereka harus menjadi “Raven“, sebuah pasukan khusus yang menghapus seluruh orang munafik dan iblis dari muka bumi. Julian, karena trauma dan tekanan yang berat, kehilangan ingatan mengenai hidupnya di masa lampau, sementara ingatan yang masih tersisa memberi luka yang mendalam kepadanya.
Kesenangan dan kasih sayang semuanya terkubur karena ingatan di malam yang menakutkan itu. Api, teriakan yang menyakitkan, dan mayat sedingin batu. Dia mengalami mimpi buruk yang berulang setiap malam. Di mana ibunya meninggalkannya di sudut ruangan dan pergi menyelamatkan hidupnya, memohon belas kasih, tanpa menoleh ke belakang untuk melihatnya lagi.
Meskipun begitu, tidak semua ingatan yang tersisa itu menakutkan. Anak itu juga mengingat gerakan yang aneh, menarik sudut mulutnya dengan tangannya, dan membuat senyum yang kaku. Dia selalu melakukannya tanpa dia sadari, seakan-akan hati dan tubuhnya dapat mengingat sementara pikirannya tidak. Dia berusaha keras mungkin, tetapi dia tidak dapat mengingat hidupnya baik sebelum kejadian di malam itu, maupun kejadian setelah malam itu.
Anak-anak yang berada di Raven’s Nest disebut Nestling. Mereka melakukan pekerjaan berat dan mempelajari buku dan cara bertarung yang berat saat siang hari, dan pada malam hari, mereka tinggal di kamar yang terpisah yang dibangun di sisi tebing untuk berdoa dan beristirahat.
Setiap anak akan diberikan nama suci, sebagai bentuk kelahiran kembali mereka, nama yang mengandung doa, mantra, dan setiap kali mereka menolak untuk menjawab, hukuman akan menunggu mereka. Hukumannya dapat berupa cambukan biasa, atau yang lebih kejam seperti dipaksa menahan lapar atau dikurung untuk waktu yang lama.
Para Nestling hidup dengan keadaan kesepian, besar dalam kesendirian, dengan doa sebagai petunjuk mereka dan kekerasan sebagai sifat mereka. Tetapi Julian menemukan keluarga di antara tamu-tamu yang datang ke guanya. Seekor tupai yang kelaparan, seekor burung pipit, dan kambing untuk mendapatkan makanan.
Di setiap malam yang dingin dan berangin, mereka akan mendengarkan anak laki-laki itu berbicara mengenai ketakutan dan kesendiriannya. Baginya, mereka lebih seperti keluarga daripada persaudaraan kosong dengan para anjing penjaga dan tuan boneka yang hidup bersamanya.
Bersama keluarganya, Julian bekerja dengan rajin di akademi dan menjadi salah satu murid yang paling hebat di bidang pekerjaan, akademik, dan pertarungan. Senang dengan perkembangannya yang luar biasa, Archbishop memuji Julian. Namun, para Nestlings yang iri pun tidak tinggal diam.