My Lovely Uncle - Bab 10

25K 379 15
                                    

Happy Reading!!!

***

“Lusa Uncle ada kerjaan di luar kota,” ucap Devan begitu mendudukkan diri di sisi ranjangnya yang sejak satu jam lalu di ambil alih oleh Salvia.

Devan baru saja kembali dari depan. Selesai menerima panggilan dari Sagitta, membicarakan rencana kepergian mereka ke rumah orang tua wanita itu. Dan lusa adalah waktu yang mereka putuskan. Hanya saja Devan tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada Salvia, hingga akhirnya berbohong adalah pilihannya.

Pekerjaan yang menjadi alasan Devan, karena nyatanya ia tidak memiliki alasan lain untuk membohongi Salvia. Dan lagi pekerjaan memang alasan yang cukup masuk akal. Gadis itu pasti akan paham.

Sebenarnya Devan sendiri tidak tahu kenapa harus melakukan ini. Devan tidak paham pada dirinya sendiri, kenapa harus tidak terus terang pada Salvia mengenai kepergiaannya. Sagitta kekasihnya, wanita yang Devan pilih sebagai masa depannya. Seharusnya kabar ini menjadi kabar bahagia yang Devan sampaikan pada keluarganya. Dan di sini Salvia adalah keponakannya. Sudah seharusnya Devan memberitahu mengenai Sagitta. Tapi, Devan memang merasa tak bisa. Entah mengapa Devan tidak siap.

“Berapa lama?” sembari menggeser tubuhnya mendekati sang paman, Salvia mulai bergelayut manja di lengan Devan. Sorot matanya tertuju pada manik Devan yang langsung memalingkan pandangan. Tidak siap didapati tengah berbohong.

“Satu minggu. Kamu … gak apa-apa kan di rumah sendirian?” karena nyatanya memang itu alasan utama Devan merasa harus mengabari kepergiannya. Bagaimanapun Salvia masih menjadi tanggung jawabnya selama kedua orang tua gadis itu belum pulang.

Devan awalnya juga cukup ragu meninggalkan Salvia, tapi setelah di timbang, rasanya Devan memang harus mengutamakan Sagitta, karena wanita itu adalah masa depannya. Calon istrinya. Sudah seharusnya Devan memprioritaskannya.

Tapi bukan berarti Salvia tidak penting. Salvia sama pentingnya, karena bagaimanapun gadis itu adalah keponakannya, anak dari suami kakaknya. Tapi Devan memang tidak bisa menjadikan Salvia di atas masa depannya. Salvia tidak bisa Devan jadikan yang utama selama ada Sagitta yang begitu dirinya cinta. Maka dari itu Devan memilih untuk meninggalkan Salvia beberapa hari ke depan.

Rencananya memang satu minggu. Tapi Devan berniat untuk pulang lebih dulu dan membiarkan Sagitta melepas rindu dengan keluarganya sebelum nanti Devan menjemput kembali kekasihnya. Dan alasan kenapa Devan mengatakan satu minggu pada Salvia, itu karena Devan takut tidak bisa mempercepat kepulangannya, mengingat Devan tidak yakin bisa melepaskan Sagitta nanti.

Jadi, dari pada membuat Salvia kecewa karena dirinya tidak tepat janji, lebih baik Devan mengikuti jadwal kepulangan Sagitta yang memang berniat berada di kampung halamannya selama itu. Siapa tahu Devan pun memang akan betah di sana bersama kekasihnya.

“Gak apa-apa, sih. Lagian aku juga udah biasa,” sejak dulu papinya selalu pulang pergi ke luar kota bahkan luar negeri, meninggalkannya di rumah seorang diri. Dan Salvia tidak pernah ada masalah. “Tapi kenapa harus selama itu?” cemberutnya. “Gimana kalau nanti aku kangen?” tambahnya semakin memajukan bibir dan sorot mata tak rela.

Devan yang melihat itu tentu saja merasa gemas, hingga sebuah kecupan singkat kemudian Devan jatuhkan di bibir Salvia yang menggoda, lalu segera Devan pindahkan Salvia ke atas pangkuannya dan melumat bibir mungil keponakannya dengan gerakan cepat, menyalurkan rasa gemasnya.

“Kamu bisa telepon Uncle jika memang rindu,”

Uncle yakin bakalan angkat telepon aku?” pasalnya Salvia sangsi laki-laki itu akan melakukannya mengingat bagaimana fokusnya Devan ketika sibuk dengan pekerjaan.

“Kalau waktunya pas, Uncle gak mungkin mengabaikannya.”

“Janji?” Salvia ingin kepastian. Dan ketika sebuah anggukan pria itu berikan Salvia tak segan mencium bibir Devan. “Awas saja kalau sampai Uncle bohong!” ancamnya kemudian.

“Gak akan. Tapi kamu harus mengerti jika saat kamu menghubungi, Uncle tidak merespons panggilan kamu. Tapi Uncle janji akan segera menghubungi balik begitu sudah senggang.”

Salvia akhirnya mengangguk, lalu mengalungkan kedua tangannya di leher Devan. “Aku tunggu,” ucapnya sebelum kemudian menjatuhkan bibirnya di bibir Devan dan melumatnya perlahan.

Salvia tidak pernah malu melakukannya lebih dulu, karena nyatanya sejak awal memang ia yang menginginkan pria itu. Dan lagi memang dengan sikap agresifnya inilah Devan akhirnya mau meliriknya. Mau menyentuhnya, dan mau sedekat ini dengannya.

Salvia tidak pernah menyesal dengan tindakannya yang bisa di bilang murahan. Karena toh ia hanya melakukan apa yang ingin dirinya lakukan.

Sejak awal Devan begitu kaku dan dingin, dan tak sama sekali terlihat tertarik padanya, membuat Salvia harus bersikap aktif untuk bisa mendapatkan pria dewasa itu. Dan Salvia senang karena akhirnya dirinya berhasil.

Kini pria itu sudah dapat Salvia luluhkan meskipun hatinya belum dapat Salvia tebak perasaannya. Tapi melihat bagaimana Devan tidak keberatan dengan segala hal yang dilakukannya dan tidak pula berusaha menjauh darinya, Salvia merasa bahwa Devan mulai terbuka dan menerimanya.

Sikapnya yang berubah lembut pun menambah keyakinan Salvia tentang rasa yang kemungkinan pria itu miliki. Namun Salvia tidak ingin terlalu cepat mengambil kesimpulan, sebab ia tidak ingin berakhir kecewa.

Sekarang yang akan Salvia lakukan adalah terus berusaha membuat Devan terbiasa dengan keberadaannya, dan nyaman dengan kebersamaannya, hingga suatu saat nanti pria itu enggan kehilangannya.

Begitulah memang rencana Salvia. Dan ia yakin bahwa apa yang ia inginkan akan berhasil. Tidak sekarang, tapi cepat atau lambat itu pasti terjadi.

“Malam ini aku boleh tidur di sini ‘kan?” tanya Salvia begitu melepaskan ciumannya.

“Tentu. Uncle juga pengen puas-puasin dulu sama kamu, takut nanti rindu,” balas Devan dengan kedipan menggoda. Membuat semburat merah muncul di kedua pipi Salvia.

Seberapa pun agresif dirinya, nyatanya Salvia tidak sekuat itu menahan godaan dan pesona Devan, karena ternyata godaan yang pria itu layangkan selalu sukses membuatnya malu dan salah tingkah.

“Tambah besar ya, Sal?” tangan Devan sudah berada di dada Salvia, dan sebuah perubahan Devan temukan. Payudara Salvia yang saat pertama kali disentuhnya masih dapat terlingkupi telapak tangannya, sekarang tidak lagi. Membuat Devan semakin suka dan gemas pada milik gadis remaja dalam pangkuannya itu, hingga sebuah cubitan Devan layangkan, menghadirkan ringisan Salvia yang di susul tatapan protesnya.

Namun Devan tak sama sekali merasa bersalah, karena yang ada Devan justru melakukannya lagi. Lebih keras dari sebelumnya. Dan kali ini tak hanya ringisan yang keluar sebab desahan pun ikut gadis itu loloskan. Belum lagi dengan bibir bawahnya yang refleks perempuan itu gigit. Resmi sudah Devan terpancing gairah.

Dengan tak sabar Devan mengambil alih bibir gadis itu, melumatnya sedikit rakus. Mengejutkan Salvia akan serangan tiba-tibanya. Namun itu tidak berlangsung lama karena di detik selanjutnya Salvia mulai membalas, mengikuti permainan Devan yang begitu memabukkan dengan tak kalah rakusnya.

Sudah tidak terhitung berapa kali mereka ciuman selama dua bulan belakangan ini, saking sering mereka melakukannya. Anehnya meskipun begitu tidak sedikit pun ada rasa bosan. Salvia malah justru semakin mendamba, menjadikan ciuman Devan sebagai candunya. Dan kalau bisa, rasanya Salvia ingin melakukan itu di setiap menitnya. Namun tentu saja Salvia tidak bisa karena tidak setiap waktu mereka berada bersama. Dan sepertinya Salvia akan begitu merindu ketika nanti Devan pergi untuk satu minggu.

Ah, belum apa-apa saja Salvia sudah merasa tak sanggup.

***

Salvia yang malang. Terlanjur menjatuhkan hati, sedang sang paman sudah memiliki kekasih.
Ada yang mau mengasihani? 

See you next part!!!

My Lovely UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang