My Lovely Uncle - Bab 16

17.2K 410 15
                                    

Happy Reading!!

***

"Uncle kok tumben pulangnya malam?" Salvia bertanya heran sembari melirik jam di ponselnya yang sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam. Sementara biasanya pria itu tidak pernah pulang lewat dari jam tujuh malam. Jadi wajar jika Salvia merasa heran.

"Kerjaan Uncle banyak di kantor, jadi lembur," jawabnya sembari mengunci pintu dan membenarkan gorden yang sedikit menyingkap.

Salvia memilih mengangguk, memahami sang paman yang mungkin memang sedang sesibuk itu dengan pekerjaannya. Meskipun sejujurnya benaknya masih saja di landa keheranan, mengingat selama ini Salvia lebih sering melihat Devan melanjutkan pekerjaan di rumah. Tapi ya sudahlah, ya terpenting Devan pulang dan ia tidak kesepian di rumah seorang diri.

"Kamu sudah makan?"

Sebuah gelengan menjadi jawaban yang Salvia berikan. "Tadinya aku pengen makan sushi, tapi Uncle-nya gak pulang-pulang," dengan bibir yang cemberut Salvia mengutarakan itu. Membuat Devan diam-diam meringis, lalu mengayun langkah mendekat pada sang ponakan dan membawanya ke dalam pelukan, kemudian sebuah kecupan Devan bubuhkan di puncak kepala Salvia.

"Maaf," sesal Devan yang benar-benar bersalah karena telah melupakan keponakannya. Terlalu asyik bersama Sagitta yang sudah mulai kembali sibuk dengan pekerjaan barunya tiga minggu belakangan ini, Devan sampai tidak sadar kemungkinan Salvia yang menunggunya. Dan Devan semakin merasa bersalah saat tahu gadis itu tak makan karena tidak ada dirinya.

"Sekarang masih mau makan sushi?" setidaknya ia ingin menebus kesalahannya yang telah menelantarkan Salvia. Meskipun Devan tahu bahwa gadis itu bisa membeli apa pun yang diinginkan tanpa harus menunggu Devan. Tapi tetap saja Devan merasa telah lalai.

"Tapi udah malam," ucapnya setelah memberi anggukan.

"Tidak apa-apa. Kita pergi sekarang,"

"Tapi Uncle baru pulang kerja. Pasti cape," Salvia meringis pelan, ketika menemukan gurat lelah yang ada di kening Devan.

Devan tersenyum mendengar nada sungkan Salvia. Membuat satu kecupan lagi Devan berikan di puncak kepala ponakannya dengan rasa gemas. "Sekarang lebih baik kamu ganti pakaian," Devan melirik baju tidur yang Salvia kenakan. Sangat pendek. Dan itu membuat Devan benar-benar geram, karena entah sejak kapan pastinya gadis remaja itu terlihat begitu menggiurkan di matanya.

"Uncle?"

"Uncle juga mau ganti baju dulu," jawab Devan paham akan tatapan Salvia yang sarat akan tanya.

"Serius mau pergi? Emangnya restoran-nya masih buka?" Salvia sangsi, mengingat ini sudah tengah malam.

"Tempat yang biasa kamu kunjungi mungkin udah tutup. Tapi malam ini kita pergi ke restoran jepang milik teman Uncle. Di sana buka dua puluh empat jam." Terang Devan cukup panjang, membuat Salvia kembali berbinar dengan anggukan penuh antusias.

"Tapi Uncle Seriusan gak masalah 'kan?" sekali lagi Salvia memastikan. Ia tidak ingin nantinya ada apa-apa karena Devan yang kelelahan.

"Uncle gak masalah. Tadi sempat istirahat kok, jadi sekarang gak cape-cape banget." Devan sungguh-sungguh ketika mengatakan itu. Karena nyatanya pulang hingga selarut ini bukan Devan gunakan untuk bekerja seperti apa yang dijadikannya alasan pada Salvia. Devan sibuk bersama Sagitta. Makan malam, jalan-jalan, belanja, sampai akhirnya tiba di apartemen Sagitta dan melanjutkan pertemuan dengan kegiatan panas yang membuat Devan mengabaikan panggilan serta pesan Salvia yang menanyakan kepulangannya.

Dan, sialannya itu baru Devan ketahui ketika dirinya sudah berada di rumah, hendak mengganti pakaian. Membuat rasa bersalahnya semakin menumpuk. Dan pada akhirnya tidak hanya makan sushi yang Devan turuti. Apa pun yang keponakannya itu inginkan tidak sama sekali Devan larang. Sebagai bentuk penebus kesalahan. Yang ketika di pikir-pikir lagi sebenarnya tidak harus Devan lakukan, karena nyatanya apa yang Devan lakukan bukan sepenuhnya kesalahan.

Devan berhak memiliki waktu berdua dengan Sagitta, mengingat wanita itu adalah kekasihnya, dan Salvia hanya keponakannya. Tapi entah kenapa bisa Devan memiliki pemikiran bahwa dirinya telah mengkhianati gadis remaja yang merupakan anak tiri kakaknya.

Rasa bersalahnya kepada Salvia terasa lebih besar di bandingkan rasa bersalahnya kepada sang kekasih yang jelas-jelas telah dirinya khianati. Sebab bukan sekali dua kali Devan menyentuh Salvia meskipun tidak sampai memasuki milik gadis itu. Yang sejujurnya begitu ingin Devan tembus dan menikmati kehangatannya. Tapi selalu saja Devan merasa tak bisa, hatinya menolak merusak gadis itu lebih jauh.

Tidak sekali dua kali juga Devan membayangkan kegiatan panasnya dengan Sagitta ia lakukan dengan Salvia. Sebuah pengkhianatan yang begitu berengsek. Dan sialannya ia malah selalu merasa semakin bergairah ketika membayangkan itu. Pengaruh Salvia benar-benar besar, hingga membuat Devan merasakan ketidak warasannya.

Berengsek!

Devan tidak akan mengelak. Karena nyatanya memang seberengsek itulah dirinya.

"Uncle? Are you oke?"

Mengerjap pelan, Devan fokuskan pandangan pada Salvia yang ada di depannya, meskipun nyatanya sejak tadi pun tatapannya tidak sama sekali ingkah dari sosok cantik sang ponakan, hanya saja Devan melamun, dan itu membuat Salvia berakhir menegurnya.

"Tuh 'kan apa yang aku bilang, seharusnya kita makan sushi-nya besok-besok aja! Uncle tuh butuh istirahat setelah cape kerja. Lagian aku gak begitu mau banget kok makan sushi-nya. Gak harus sekarang juga maksudnya. Aku bisa nunggu besok, atau sampai Uncle punya waktu luang."

Devan hanya tersenyum mendengar rentetan kalimat Salvia, meski diiringi dengusan kecil ketika gadis itu mengatakan tidak begitu ingin, sementara kenyataan justru berkata sebaliknya. Sebab melihat dari cara makan gadis itu pun Devan tahu bahwa memang seingin dan selapar itu sang ponakan.

"Gak apa-apa kok, Sal. Uncle gak cape."

"Bohong banget!" deliknya terlihat tak suka.

"Serius, sayang. Uncle gak cape. Uncle diam karena terkesima dengan cara kamu makan. Kayak anak kecil yang di kasih makanan kesukaan." Devan tak bohong, Salvia memang semenggemaskan itu ketika tengah kelaparan. Cara makannya yang jauh dari kata anggun menjadi nilai plus seorang Salvia di matanya. Dan itu benar-benar menggelikan. Devan jadi merasa bukan dirinya sekali ketika bersama Salvia. Namun anehnya Devan meyakini bahwa inilah yang dirinya suka.

"Ish, uncle kok, nyebelin!" dengus Salvia menyembunyikan salah tingkah. Meskipun nyatanya itu gagal karena semburat merah yang membuat pipinya panas tidak sama sekali dapat di sembunyikan. Devan dengan cepat dapat melihatnya, dan itu membuat Devan mengembangkan senyum. Tangannya yang semula berada di atas meja, terulur menyentuh sudut bibir Salvia yang terdapat sedikit saus dan memasukannya ke dalam mulut gadis itu. Membuat Salvia sontak mengangkat kepala, menatap Devan dengan sorot tak terbaca.

"Buka," pinta Devan dengan tatap lembut yang begitu menghipnotis, sampai membuat Salvia berakhir menurut, dan tak lama setelahnya manis juga pedas dapat Salvia rasakan dari ibu jari Devan yang masuk ke dalam mulutnya.

"Katanya udah besar, tapi makan aja masih belepotan!" cibir Devan yang hanya Salvia tanggapi dengan cengiran. Dan setelahnya mereka melanjutkan makan sambil sesekali diselingi obrolan. Lebih tepatnya Salvia yang banyak membuka suara.

Devan tidak keberatan, ia justru suka saat mendengar Salvia banyak bicara, karena di saat itu banyak ekspresi yang Salvia keluarkan, membuatnya gemas sekaligus juga terpesona.

Entah sejak kapan tepatnya Devan menyukai semua hal dalam diri Salvia. Karena yang jelas ada bahagia yang tidak bisa Devan jabarkan setiap kali berada di dekat gadis itu. Bahkan Devan selalu merasa enggan semua berakhir. Sebab ternyata bersama Salvia Devan merasa dunia jadi lebih berwarna.

Ah, entah apa namanya perasaan ini. Yang jelas rasanya Devan ingin egois saja dengan mempertahankan Salvia di sisinya tanpa harus melepaskan Sagitta yang begitu dirinya cinta. Juga tanpa memikirkan hubungan kekeluargaan yang ada di antara dirinya dan Salvia.

***

Devan, jangan serakah! Tar gak dapat dua-duanya baru tau rasa!

Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya guys!!

See you next part

My Lovely UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang