Happy Reading!!!
***
Satu minggu berlalu sejak menuruti Salvia yang memintanya pergi, Devan kini merasa hidupnya tak lagi sama. Rasa bersalah masih menjadi miliknya sementara bingung masih melanda hingga saat ini.
Devan tidak tahu apa yang sebenarnya hatinya inginkan. Ia terluka melihat Salvia kecewa, tapi juga tidak bersedia jika harus melepaskan kekasihnya. Sagitta begitu dirinya cinta, namun nyatanya Salvia pun begitu ingin Devan miliki seutuhnya.
Devan ingin menghabiskan sisa waktunya di dunia bersama Salvia. Bukan sebagai keponakan, tapi sebagai pasangan. Berengseknya Devan pun menginginkan hal yang sama bersama Sagitta. Namun tentu saja itu tidak akan pernah bisa Devan lakukan sebab memiliki keduanya sama saja dengan Devan menyakiti mereka. Dan untuk melakukannya amat tidak Devan inginkan.
Pada akhirnya kebingunganlah yang kini Devan rasakan. Sampai-sampai Devan tak semangat melakukan segala hal. Pekerjaannya terabaikan, pesan dan panggilan Sagitta pun ikut Devan acuhkan. Devan malah sibuk mengintai, mengikuti ke mana pun Salvia pergi tanpa berani menampakkan diri. Sebenarnya bukan tidak berani, Devan hanya ingin memberi gadis itu waktu untuk menenangkan diri dari emosi.
Sayangnya hari ini Devan tidak lagi bisa menahan diri untuk menemui Salvia, hingga keberadaan yang seminggu ini ia usahakan tidak terdeteksi, kini dengan sengaja Devan menampakan diri. Dan itu sukses membuat Salvia terkejut. Senyumnya yang semula terkembang ketika mengobrol dengan Amara refleks menghilang, di ganti dengan ketidak sukaan, lalu berusaha untuk menghindar.
Namun, tentu saja Devan tidak membiarkan. Karena di bandingkan membiarkan Salvia melewatinya begitu saja, Devan justru menarik gadis itu menuju mobilnya, memintanya masuk dengan sedikit paksaan. Dan, ya, Devan berhasil membawa keponakannya ke apartemen.
Entahlah apa yang membuatnya memilih tempat ini, yang jelas Devan ingin segera menyelesaikan permasalahan diantara dirinya dan Salvia. Meskipun sebenarnya Devan juga bingung harus memulai dari mana. Hingga bermenit-menit berlalu tanpa ada kata yang mampu Devan ucapkan. Sementara Salvia, gadis itu bahkan berpaling muka dengan kebencian yang masih nampak di kedua sorot matanya. Membuat Devan menghela napas pelan. Sampai akhirnya satu kata Devan loloskan.
“Maaf,”
Tapi itu tidak sama sekali membuat Salvia memberi atensi, karena yang ada Salvia justru semakin berpaling, menatap apa saja asal bukan Devan yang ada di sampingnya. Dan lagi-lagi Devan hanya bisa menghela sabar, terlebih yang sedang dihadapinya adalah seorang remaja. Bukan itu saja, sebab Devan juga sadar bahwa kesalahan memang ada padanya.
“Aku tidak bermaksud membuat kamu terluka, Salvia. Aku tidak bermaksud membuat kamu kecewa. Aku tahu aku salah, aku tidak jujur mengenai dia. Tapi … kebersamaan kita membuat aku tidak bisa mengatakannya,”
Itu bukan kebohongan. Devan memang kerap kali lupa pada Sagitta ketika sedang bersama Salvia. Ia terlalu menikmatinya walau sadar di awal ia sempat terganggu dengan tingkah agresif keponakannya. Tapi seiring berjalannya waktu Devan menyadari bahwa ada kenyamanan yang tidak bisa dirinya abaikan. Dan setelah kepergiaannya dari rumah Salvia, rindu itu semakin terasa nyata. Tidak jarang Devan ingin menghubungi bahkan menghampiri keponakannya, tapi Devan terlalu takut. Takut semakin tidak bisa mengendalikan diri. Takut benar-benar jatuh hati. Takut benar-benar menginginkan gadis itu.
Andai Salvia bukan keponakannya, mungkin Devan tidak akan peduli. Ia akan mengikuti kata hati tanpa harus berpikir dua kali. Tapi kenyataan Salvia adalah keponakannya membuat Devan memikirkannya lagi, sebab nantinya akan ada banyak yang terluka, dan salah satunya adalah kakaknya sendiri. Drizella. Istri dari ayah Salvia yang belum tentu memberinya restu mengingat kini mereka adalah keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Uncle
Roman d'amourDemi menarik perhatian sang paman, Salvia rela melakukan apa pun. Bahkan tak segan menggodanya terang-terangan. Membuat perlahan Devan meliriknya. Salvia sadar tubuhnya yang membuat sang paman tertarik, tapi Salvia tidak peduli, dia yakin lambat lau...