My Lovely Uncle - Bab 21

16.8K 494 20
                                    

Happy Reading!!

***

“Pulang main kok kusut gitu mukanya, Sal? Kenapa?” tanya Drizella penuh keheranan begitu melihat kepulangan sang putri yang tak ceria seperti biasanya.

Ah, lebih tepatnya belakangan ini Salvia memang terlihat lebih kusut walau berusaha gadis itu sembunyikan.

“Gak apa-apa kok, Ma. Aku cuma kesal aja karena Amara ngerengek minta pulang, padahal aku masih pengen jalan-jalan,” ucapnya yang tentu saja sebuah kebohongan.

Bukan tanpa alasan Salvia memilih tak jujur perihal Devan pada Drizella. Karena andai Devan bukan adik dari ibu tirinya mungkin Salvia akan dengan senang hati berbagi cerita tentang patah hatinya.

Tapi karena pria yang membuatnya terluka adalah adik dari wanita yang kini tengah mengandung calon adiknya, Salvia jadi tidak bisa mengatakan perasaannya. Salvia takut sang ibu kecewa. sebab, sejak ayahnya bertekad menikahi Drizella beberapa tahun yang lalu, sejak itu pula Devan otomatis menjadi pamannya.

Dan Salvia takut ibu tirinya pun tidak merestui hubungannya dengan Devan karena status mereka yang sudah terbilang keluarga. Yang sayangnya tidak bisa Salvia akui sepenuhnya karena ia terlanjur jatuh cinta.

“Ya udah besok lagi aja jalan-jalannya. Sekarang mending kamu mandi, ganti baju. Selesai makan malam nanti Mama sama Papi kamu mau ke rumah sakit. Mau ikut gak?” tanya Drizella dengan senyum lembut khasnya.

“Mama udah mau lahiran?” raut wajah Salvia yang semula lesu berubah berbinar seraya melirik ke arah perut Drizella yang sudah besar. Salah satu alasan Darian memutuskan pulang. Selain karena pekerjaannya yang sudah selesai, Drizella juga menginginkan lahiran di tanah air. Hal yang menambah rasa senang Salvia ketika sang ayah mengabarkan kepulangannya. Sampai Salvia lupa bahwa itu artinya Devan tidak akan lagi tinggal bersamanya.

Sialannya Salvia baru menyadari itu hari ini.

“Belum sayang. Mama cuma mau cek aja kok. Tadi sempat merasa kram sedikit. Sekarang udah gak apa-apa. Tapi Papi kamu yang lebay itu berlebihan minta di cek ke dokter,” terang Drizella cukup panjang.

“Terus kenapa gak langsung ke rumah sakit? Kenapa harus nunggu selesai makan malam? Papi belum pulang?” tanya heboh Salvia dengan raut wajah panik.

Drizella mendesah sembari memutar bola mata. Seketika ia menyesal telah memberi penjelasan itu kepada putri sambungnya yang nyatanya tak kalah berlebihan dengan ayahnya.

“Papi tuh emang nyebelin! Udah tahu istrinya lagi hamil tua, malah di tinggal. Gak bisa apa berhenti dulu kerjanya sampai adik aku lahir? Gak kerja sebulan dua bulan, gak akan bikin dia miskin ‘kan?” lanjutnya mengomel, diiringi hentakan kaki juga kepalan tangan yang menunjukkan bahwa gadis remaja itu tengah kesal. Drizella hanya geleng kepala menyaksikan itu.

“Mama gak apa-apa, Sayang,” ucap Drizella teramat lembut.

No! Kalau adik aku di dalam sana kenapa-kenapa gimana? Udah ayo kita pergi ke rumah sakit sekarang aja. Papi biarin nyusul aja nanti,” katanya sembari meraih tangan sang ibu yang berdiri beberapa langkah di depannya.

“Ganti baju dulu, Sal,” titah Drizella menahan langkah Salvia.

“Gak usah. Aku bisa ganti baju nanti, setelah antar Mama ketemu dokter.” Bantahnya.

“Tapi Papi kamu lagi mandi. Sebentar lagi juga selesai. Kita tunggu dulu, ya?” ucap Drizella masih dengan suara lembutnya.

“Papi udah pulang?”

Drizella hanya menjawab lewat anggukan pelan, diiringi senyum tipisnya yang begitu lembut dan hangat. “Kamu juga mandi dulu, ganti pakaian. Setelah itu kita makan malam sama-sama.”

“Tapi—”

“Dokternya sedang melakukan operasi. Baru akan selesai beberapa jam lagi. Masih ada waktu, Sayang.” Drizella dengan cepat memotong kalimat putrinya.

“Dokter kandungan ‘kan bukan cuma ada satu, Ma,”

“Memang benar. Tapi Dokter Melly yang sudah lebih dulu menangani kehamilan Mama. Dia yang tahu kondisi kehamilan Mama sejak awal.”

“Tapi selama Mama di luar negeri—”

“Kandungan Mama baik-baik aja, Sayang. Meskipun tidak rutin periksa, Mama sering konsultasi sama Dokter Melly lewat ponsel. Kamu gak perlu khawatir, Adik kamu gak kenapa-kenapa. Dia sehat di perut Mama,” kata Drizella sembari mengelus lembut perut buncitnya. Tak lupa senyum menenangkan diberikannya pada Salvia yang masih juga terlihat khawatir.

“Lebih baik sekarang kamu mandi. Mama sama Papi tunggu di meja makan,” tambahnya seraya mengusap lembut rambut panjang Salvia.

Akhirnya mau tak mau Salvia menurut dan melangkahkan kaki menuju lantai dua dimana kamarnya berada, sementara Drizella melanjutkan niatnya yang sempat terhenti karena kepulangan Salvia ke dapur demi mengecek kesiapan makan malam untuk suami dan juga putrinya.

Namun tanpa ada siapa pun yang menyangka, kedatangan Devan berhasil mengejutkan tiga orang di meja makan. Tapi itu tidak berlangsung lama untuk Devan dan Drizella, karena yang ada wanita hamil itu menyambut senang kedatangan adiknya, begitu pula dengan Darian yang langsung meminta Devan bergabung bersama mereka. Keduanya tidak menyadari perubahan wajah Salvia yang terlihat menahan kekesalan. Hanya Devan, karena pria itu memang menjadikan Salvia sebagai tujuan kedatangannya.

“Datang kok gak bilang-bilang, Dev? Kita semua mau ke rumah sakit setelah ini,” ucap Drizella menyayangkan kedatangan sang adik yang tidak tepat waktu.

“Rumah sakit? Ngapain? Kak Dri mau lahiran?” tanya Devan sarat akan penasaran.

“Cuma mau cek kandungan aja. Lahirannya masih tiga mingguan lagi,” terang Drizella singkat.

Devan hanya menganggukkan kepala singkat, setelahnya kembali melirik pada Salvia yang enggan menatapnya. Tidak seperti biasanya yang justru tidak pernah melepas pandangan darinya. Tapi Devan jelas saja paham alasan di balik sikap Salvia yang sekarang. Semua karena ulahnya. Dan alasan Devan datang sekarang pun bertujuan untuk memberi gadis itu penjelasan.

Entah dari mana asalnya keinginan itu, yang jelas Devan merasa tak tenang sejak mendengar kalimat Salvia di mall tadi. Raut kecewanya benar-benar mengusik Devan, dan sorotnya yang menampilkan luka amat mengganggu konsentrasinya. Sampai akhirnya rencana awal Devan yang akan menemani Sagitta di apartemen urung Devan lakukan. Devan memilih menghampiri Salvia di rumahnya, berharap gadis itu mau mendengarkan penjelasannya. Tak lupa kata maaf yang ingin Devan sampaikan.

“Kamu ikut kita ke rumah sakit aja gimana?” tawar Darian sesaat setelah melirik ke arah putrinya. Dan hal itu tentu saja segera mendapatkan tatapan protes dari Salvia. Bahkan sebuah tendangan kecil Darian rasakan pada kakinya yang berada di bawah meja. Namun Darian memilih mengabaikan dan setia menunggu jawaban Devan.

“Kamu yang nyetir. Saya cape,” tambah Darian berupa alasan. Entahlah apa tujuannya melakukan ini, karena ketika melihat Salvia membuang muka untuk menghindari tatapan Devan, Darian merasa bahwa ada hal yang harus dua sosok itu selesaikan. Terlebih Darian dapat melihat dengan jelas sebuah penyesalan di kedua manik Devan.

“Ada Mang Ujang perasaan,” ucap Salvia yang memang merasa keberatan dengan ide Darian yang mengikut sertakan Devan.

“Mang Ujang lagi istirahat, Sal. Dia cape abis ngantar Papi pulang pergi Bandung-Jakarta. Lagi pula mumpung ada Devan. Siapa tahu dia juga ingin tahu perkembangan keponakan barunya,” terang Darian, lalu menaik turunkan alisnya menatap Salvia yang semakin mendengus sebal.

Papinya itu memang tidak pengertian.

Sepertinya Salvia perlu mengingatkan Darian tentang siapa yang tidak mengizinkannya berhubungan dengan Devan, namun kalimatnya barusan justru seakan membantunya berdekatan.

Awas saja pria tua itu kalau sampai masih juga tidak memberinya restu begitu Devan berhasil dirinya luluhkan.

***

See you next part guys!!

Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Klik ⭐ yang banyak kalau bisa 😄😄

My Lovely UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang