Happy Reading!!!
***
“Sal, lo serius gak datang nih?” Amara memastikan sekali lagi, dengan harapan bahwa kali ini sahabatnya itu berubah pikiran. Namun nyatanya tidak, karena sejak pagi tadi jawaban yang Salvia berikan tetap sama. Sebuah gelengan. Dan alasan penolakannya itu adalah kepulangan kedua orang tuanya.
“Tapi bokap lo kan gak mungkin marah, Sal!” Amara nyatanya masih ingin membujuk. Sebab memang seberharap itu Amara akan pergi bersama Salvia ke tempat biasa mereka nongkrong.
Dan sekarang, bukan tanpa alasan juga kepergiaannya, karena jika tidak karena undangan salah satu teman, Amara pun akan memilih tidak datang, karena baginya tidak seru jika tidak ada Salvia bersamanya. Teman-temannya yang lain terlalu menyebalkan, hingga membuat Amara enggan terlalu dekat.
“Bokap gue emang gak akan marah. Tapi gue tetap gak ikut. Mau jemput bokap nyokap. Gue kangen mereka.”
Lima bulan tidak bertemu membuat Salvia benar-benar merindukan kedua orang tuanya. Jadi, dibandingkan menghadiri pesta ulang tahun salah satu temannya, Salvia memilih menjemput kedua orang taunya ke bandara. Lagi pula Salvia sudah mengatakan ketidakhadirannya pada sang teman dengan janji bahwa kadonya akan menyusul.
“Ish, terus gue gimana?” cemberut Amara.
Salvia yang melihat itu pun segera memberi lirikan jijiknya, lalu sebuah jitakan Salvia daratkan di kening sahabatnya itu. “Gak usah manja lo curut!” deliknya. “Lagi pula di sana nanti lo gak akan sendirian. Kalau perlu nanti gue chat Gavin suruh nemenin lo,” tambahnya dengan ringan.
Berbanding terbalik dengan reaksi Amara yang telah melotot seolah tak terima, hingga sebuah percekcokan terjadi, mengisi kesunyian kelas yang telah di tinggalkan satu per satu penghuninya hingga hanya meninggalkan Salvia dan Amara berdua.
Sampai akhirnya keduanya pun memutuskan untuk meninggalkan kelas, dan tak lama dari itu Salvia mendapatkan pesan dari sang paman yang mengatakan keberadaannya di depan gerbang. Membuat langkah Salvia semakin cepat, bahkan nyaris meninggalkan Amara jika saja sahabatnya itu tidak merengek meminta di tunggu.
Menyusahkan! Sialannya Salvia malah justru menurut dengan mensejajarkan langkahnya kembali dengan sahabat menyebalkannya itu.
“Oleh-oleh gue harus paling banyak pokoknya!” ujar Amara begitu mereka tiba di depan mobil Devan, yang pemiliknya tak sama sekali keluar.
“Bawel!” dengus Salvia sembari melirik jengah pada sahabat satunya itu, kemudian membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya tanpa sama sekali peduli pada Amara yang hendak kembali membuka suara.
Pintu mobil Salvia tutup begitu saja, dan itu menghadirkan gerutuan kesal Amara hingga sebuah tendangan diberikan Amara pada ban mobil di depan kakinya, yang sialannya malah memberikan efek menyakitkan pada jari-jari kakinya yang terbungkus sepatu.
Menyebalkannya, Salvia malah justru menertawakan kebodohannya itu dan sebuah juluran lidah Amara dapatkan dari Salvia yang menyembul kepalanya dari jendela mobil yang sedikit terbuka. Memberi ejekan yang semakin meningkatkan rasa sebal Amara. Tapi tentu saja Salvia enggan peduli.
“Langsung balik lo, Mar. Jangan mangkal dulu,” ucap Salvia begitu Devan siap melajukan kendaraannya.
Tawa mengejek masih setia di wajah cantik Salvia, pun dengan kekesalan yang semakin tampak di raut wajah Amara. Dan tingkah kedua gadis itu sukses membuat Devan geleng kepala. Namun tidak sama sekali Devan berniat mengomentari.
Devan memilih melajukan mobilnya, meninggalkan sekolah Salvia untuk segera tiba di rumah dan kembali melanjutkan perjalanan menuju bandara untuk menjemput kakak dan iparnya yang kembali pulang setelah lima bulan lamanya memilih tinggal di negara yang jauh di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Uncle
RomanceDemi menarik perhatian sang paman, Salvia rela melakukan apa pun. Bahkan tak segan menggodanya terang-terangan. Membuat perlahan Devan meliriknya. Salvia sadar tubuhnya yang membuat sang paman tertarik, tapi Salvia tidak peduli, dia yakin lambat lau...